Fenomena Rojali dan Rohana tidak muncul begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh kondisi daya beli masyarakat yang melemah.
Ceknricek.com — Fenomena Rojali dan Rohana belakangan menjadi topik hangat yang dibicarakan para pelaku usaha dan warganet. Kedua istilah tersebut dinilai relevan dan mewakili kebiasaan yang umum terjadi di pusat perbelanjaan, namun jarang disadari oleh masyarakat.
Ungkapan tersebut bahkan viral di media sosial, dan muncul dalam berbagai bentuk konten, mulai dari meme hingga video singkat yang mengundang tawa sekaligus sindiran sosial.
Ingin tahu apa itu fenomena Rojali dan Rohana yang sedang ramai diperbincangkan? Yuk, simak penjelasan lengkapnya di artikel ini.
Fenomena Rojali dan Rohana
Rojali adalah singkatan dari ‘rombongan jarang beli’. Mengutip kanal YouTube Awalil Rizky, istilah ini merujuk pada sekelompok orang, umumnya anak muda, yang gemar mengunjungi pusat perbelanjaan, kafe, atau restoran, namun jarang melakukan transaksi.
Alih-alih berbelanja, mereka lebih memilih menikmati suasana, memanfaatkan fasilitas seperti Wi-Fi dan AC, atau sekadar berjalan-jalan untuk menghabiskan waktu.
Selain Rojali, ada pula Rohana yang merupakan singkatan dari “rombongan hanya nanya”. Istilah ini menggambarkan perilaku pengunjung yang masuk ke toko hanya untuk bertanya atau sekadar melihat-lihat tanpa melakukan pembelian.
Kedua fenomena ini dianggap mencerminkan gaya hidup masyarakat perkotaan masa kini. Di tengah ekonomi yang tidak stabil dan keinginan untuk mencari hiburan terjangkau, banyak orang memilih menghabiskan waktu di mal tanpa harus mengeluarkan uang.
Penyebab Munculnya Fenomena Rojali dan Rohana
Fenomena Rojali dan Rohana tidak muncul begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh kondisi daya beli masyarakat yang melemah. Dikutip dari laman Dinas Perdagangan Kota Palembang, berikut beberapa faktor utama yang menjadi penyebab turunnya minat beli:
1. Kenaikan Harga Barang dan Jasa
Ketika harga barang dan jasa naik, masyarakat biasanya menekan pengeluaran mereka. Akibatnya, daya beli menurun dan banyak orang memilih untuk sekadar melihat-lihat atau bertanya tanpa melakukan pembelian.
2. Tingginya Tingkat Pengangguran
Ketidakseimbangan antara jumlah pencari kerja dan lapangan kerja yang tersedia turut memicu terjadinya pengangguran. Dampaknya, pendapatan masyarakat menurun sehingga mereka cenderung membatasi pengeluaran.
3. Inflasi yang Tidak Terkendali
Inflasi yang meningkat tajam membuat harga kebutuhan pokok naik secara konsisten. Alhasil, tekanan harga tersebut membuat masyarakat menunda pembelian dan lebih berhati-hati saat berbelanja.
4. Pendapatan Riil yang Stagnan
Kenaikan biaya hidup sering kali tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Kondisi ini membuat pendapatan riil stagnan dan daya beli pun menurun.
5. Ketimpangan Ekonomi
Ketimpangan distribusi pendapatan membuat sebagian kecil masyarakat memiliki daya beli yang tinggi, sementara mayoritas masih kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya. Kondisi ini dapat memperlemah tingkat konsumsi masyarakat secara keseluruhan.
6. Fluktuasi Nilai Tukar Mata Uang
Nilai tukar rupiah yang tidak stabil berdampak pada harga barang impor yang tinggi. Hal ini menambah beban inflasi domestik serta menurunkan daya beli masyarakat karena harga kebutuhan pokok yang lebih mahal.