Kuasa Hukum pihak tergugat,Chandra Goba, menegaskan dua fakta krusial yang selama ini kerap diabaikan dalam praktik operasional HighScope di Indonesia.
Ceknricek.com–Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 7 Agustus 2025, kembali menggelar sidang perkara sengketa lisensi merek dan kurikulum HighScope. Dalam keterangannya, Kuasa Hukum pihak tergugat,Chandra Goba, menegaskan dua fakta krusial yang selama ini kerap diabaikan dalam praktik operasional HighScope di Indonesia.
Pertama, HighScope Indonesia tidak memiliki izin atau kewenangan dari HighScope Educational Research Foundation (HSERF) Amerika Serikat untuk memberikan sublisensi atau melimpahkan hak lisensi kepada pihak lain.
āLisensi yang diberikan oleh HighScope USA bersifat eksklusif dan tidak dapat dipindahtangankan maupun disublisensikan kepada pihak lain. Namun, di Indonesia, lisensi ini justru dialihkan dan dipakai oleh pihak-pihak yang sebenarnya tidak memiliki dasar hukum,ā tegas Chandra.
Fakta menarik, bahwa lisensi yang diberikan hanya:
- Materi dan agenda peserta untuk Lokakarya Dua Hari High Scope
- Materi dan agenda peserta untuk Institut Pelatihan Guru High Scope
- Materi dan agenda peserta untuk Seri Lokakarya implementasi Kurikulum High Scope
- Materi untuk Sertifikasi Guru High Scope
Kedua, lisensi dan kurikulum resmi HighScope dari Amerika Serikat hanya diperuntukkan bagi jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK).
āDi Amerika, HighScope hanya menyediakan kurikulum pendidikan yang fokus pada usia dini, khususnya TK. Namun di Indonesia, lisensinya digunakan untuk membuka dan mengklaim sekolah SPK/ internasional mulai dari SD hingga SMA, yang jelas tidak sesuai dengan Permendikbud no 31 tahun 2013 bahwa sekolah SPK harus bekerja sama dengan sekolah yang sudah bekerjasama dengan LPA asing yang sudah terakreditasi di negaranya,ā jelas Chandra.
Chandra juga menyoroti bahwa perluasan penggunaan lisensi ini bukan hanya menyalahi ketentuan perjanjian lisensi, tetapi juga berpotensi merugikan pihak-pihak yang seharusnya dilindungi oleh hukum, termasuk dalam hal pembayaran royalti yang kerap menjadi sumber sengketa.
āSelain itu kasus pengambilalihan sekolah yang dilakukan dengan alasan tunggakan royalti, menjadi hal yang harus dipertanyakan, karena sejak awal lisensi yang digunakan sudah melampaui batas kewenangan dan tujuan aslinya,ā tambahnya.
Fakta lain yg menarik, bahwa pada tahun 2011, PT HighScope Indonesia pernah mendaftarkan merk HighScope Indonesia untuk kategori pendidikan dan Lisensi pendidikan namun ditolak DJIP Kementerian Hukum dan Ham termasuk juga, bahwq HighScope Educational Research Foundation melarang Yayasan Perintis Pendidikan Belajar Aktif untuk mendirikan legal entity dengan menggunakan nama dan logo yang mirip dengan HighScope
Pihak kuasa hukum berharap majelis hakim dapat memutus perkara secara objektif dan mempertimbangkan fakta-fakta hukum ini secara menyeluruh.
āKami meyakini hakim akan melihat bahwa pokok permasalahan ini bukan sekadar urusan komersial, tetapi menyangkut kepatuhan terhadap hukum dan perjanjian internasional,ā pungkas Chandra.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kuasa hukum menegaskan komitmennya untuk mengawal proses ini demi kepastian hukum dan perlindungan terhadap pihak yang dirugikan.