Close Menu
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
Tentang Kami Kontak Kami
  • APP STORE
  • GOOGLE PLAY
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
CEK&RICEKCEK&RICEK
Trending:
  • Imbas Lagu Kontroversial Heil Hitler, Kanye West Dilarang Masuk Australia
  • Soal Kehamilannya, Erika Carlina Tanggapi Klarifikasi DJ Panda
  • Bos Tamiya Meninggal Dunia
  • Lesti Kejora Hadiri Sidang Uji Materi UU Hak Cipta
  • Verrell Bramasta Jadi Pusat Perhatian di Klaten: Politisi Muda PAN Makin Dikenal Akrab dan Aspiratif
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
Home»Opini
Opini

“Mega” Politik

Agustus 9, 20194 Mins Read

Ceknricek.com — Acara pembukaan kongres kelima PDIP yang berlangsung di Bali 8 Agustus 2019 mengagetkan publik, baik yang hadir langsung di tempat acara maupun pemirsa televisi seluruh Indonesia : Megawati sang ketua umum terlihat sangat gembira, ceria, cair dan bahkan menari–nari dengan bumbu humor yang tidak biasa. Pemandangan ini jauh berbeda dengan apa yang terjadi 20 Oktober 1999, dua puluh tahun yang lalu. Megawati terlihat menangis sesenggukan menahan emosi pada sidang MPR waktu itu. Meskipun PDIP adalah peraih suara terbanyak pada pemilu 1999 (33,7 persen), namun yang terpilih sebagai presiden keempat menggantikan BJ.Habibie adalah Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mengusung Gus Dur hanya 12,6 persen.

Kampanye pilpres 2019 yang dimulai dari September 2018 sampai dengan Juni 2019 memakan waktu sembilan bulan penuh. Sepanjang rentang waktu itu Prabowo Subianto didampingi Sandiaga Uno yang bergabung dalam koalisi BPN (Badan Pemenangan Nasional) siang malam boleh dikata remuk menjadi “samsak” sasaran pukulan fitnah dan ujaran kebencian. Tuduhan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) masa lalu menjadi gorengan tanpa henti oleh kompetitor politiknya.

prbw
Sumber: Tribunnews

Pemandangan yang berbeda bagaikan bumi dan langit, terlihat pada acara pembukaan kongres itu. Yang terjadi Prabowo ujug–ujug menjadi “bintang” lapangan. Kehadirannya “menghangatkan” kongres kata Megawati, yang sama sekali malahan tidak menyebut satupun nama ketua umum parpol koalisi TKN (Tim Kampanye Nasional), dimana PDIP sendiri sebagai punggawa kubu itu.

Baca Juga: Dikukuhkan Jadi Ketum PDIP, Ini Lima Janji Megawati

Pada acara pembukaan kongres PDIP, kepada publik Megawati seakan mempertontonkan pementasan lakon “kudeta” politik . Bermodalkan kemenangan elektoral yang masif selama dua kali pemilu secara berturut – turut (2014 dan 2019), Megawati bersuara lantang mengatas namakan peserta kongres “mengultimatum” Jokowi supaya memberikan jatah menteri terbanyak kepada PDIP sebagai pemenang pemilu.

kongres
Foto: Istimewa

“Kudeta” politik dapat berupa kudeta militer dan dapat pula berupa kudeta di parlemen. Sementara, kudeta politik itu dapat terjadi, baik di level pemerintahan negara, pemerintahan daerah, maupun partai politik dan organisasi massa.
Dari lakon yang berbau “kudeta tak berdarah” itu, dominasi aroma pragmatisme sepertinya telah merangsek jauh ke dalam sumsum perpolitikan Indonesia kontemporer. Pragmatisme dengan leluasa telah mengambil alih semangat machiavellinism. Karena politisi boleh senaknya mengubah kesetiaan politik setelah setiap pemilihan presiden. Seakan memiliki “kekebalan” moralitas : bisa saja seenaknya merangkul lawan lama dan meninggalkan teman lama.

Memang harus diakui PDIP dan Megawati belakangan ini terkesan sangat perkasa setelah mencatat prestasi memenangi pemilu dua kali berturut turut. Capaian yang bersejarah itu memang adalah antiklimaks dan buah ranum dari ketangguhannya menahan “derita” lantaran nekat “ berpuasa” kekuasaan di bawah tekanan selama sepuluh tahun menjadi oposisi di era pemerintahan SBY (2004 – 2014).

yoi
Sumber: Tribunnews

Kemenangan bersejarah itulah yang dikapitalisasi Megawati. Melalui bahasa tubuh yang lentur disertai narasi yang nyaring, dia mengirim pesan di kongres : parpol pemenang pemilu adalah “panglima” pemegang komando distribusi kekuasaan di dalam parlemen dan birokrasi pemerintahan. Pesan ini inheren dengan praktik the winner takes all atau pemenang mengambil semua. Pemilik suara mayoritas akan memegang kendali pemerintahan. Sementara yang minoritas akan tersingkir.

Namun demikian, pada saat yang sama Megawati sendiri terlihat tidak konsisten dengan prinsip the winner takes allnya itu. Inkonsistensi yang dimaksud terkait dengan “langkah kuda” yang dilakukannya dengan membuka ruang kompromi dengan Prabowo Subianto, rival beratnya dalam arena kontestasi dua kali perhelatan pilpres.

Baca Juga: Kongres PDIP: Tangga Lebih Tinggi Cucu Sukarno

Awal mula peragaan inkonsistensi elite politik itu terbuka kepada publik adalah pada saat, tiba–tiba Jokowi mengajak Prabowo Subianto bertemu di stasiun kereta MRT di Lebak Bulus (13/07/2019). Berujung pada acara makan siang di restoran sate di kawasan Senayan. Belum sempat dua kubu kelompok masyarakat akar rumput nir politik pendukung kedua capres itu siuman dari rasa terkejutnya, menyusul lagi pertemuan para para seteru politik itu di Tengku Umar dan di Gondangdia (24/07/2019).

jokowi prbw
Foto: Ashar/Ceknricek.com

Melalui serangkaian pertemuan yang sesungguhnya lebih berbau “koalisi setengah kamar”, dengan sendirinya membuat lanskap politik mengalami perubahan warna. Bermain diantara warna positif dan negatif. Positifnya pertemuan itu merupakan sebuah solusi silaturrahmi – sebuah jalan kultural – guna mencairkan ketegangan politik yang sempat overdosis. Sementara sisi negatifnya karena publik tidak mendapatkan pendidikan politik yang linier sebening kaca.

Ekses negatif perseteruan keras dan tajam dua kubu kontestan capres menciptakan problem paska pemilu : pembelahan akut di masyarakat. Senang atau tidak senang presiden terpilih terpaksa memikul beban moral dan moril untuk membangun konsolidasi baru guna penyembuhkan luka politik dan luka budaya yang ditorehkan oleh virus politik kebencian.

Pencaharian jalan cahaya menuju pemulihan keterbelahan bangsa, jelas membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dalam pada itu, maraknya inkonsistensi sikap elite bangsa hanya memperkeruh spektrum upaya pemulihan itu.

*Zainal Bintang, wartawan senior dan pemerhati masalah sosial budaya.

BACA JUGA: Cek POLITIK, BeritaTerkini Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.

Penulis: Cek&Ricek.com

Editor: Cek&Ricek.com

#kongrespdip #PDIP #politik megawatisoekarnoputri Opini Parpol
Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp

Related Posts

Mas Menteri Core Team

Hati-Hati dengan Gajah Putih

Kedaulatan Negara di Udara dan Ilmu Politik

Pesantren Digital

Gaza dalam Kesaksian Jean-Pierre Filiu: Kata Dibungkam (5/5)

Gaza dalam Kesaksian Jean-Pierre Filiu: Ikatan Sosial Runtuh (4/5)

Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply


Sedang Tren

Imbas Lagu Kontroversial Heil Hitler, Kanye West Dilarang Masuk Australia

Rapper dan produser asal Amerika Serikat, Kanye West , yang kini dikenal secara legal sebagai Ye, telah dilarang memasuki Australia.

Soal Kehamilannya, Erika Carlina Tanggapi Klarifikasi DJ Panda

Juli 22, 2025

Bos Tamiya Meninggal Dunia

Juli 22, 2025

Lesti Kejora Hadiri Sidang Uji Materi UU Hak Cipta

Juli 22, 2025

Verrell Bramasta Jadi Pusat Perhatian di Klaten: Politisi Muda PAN Makin Dikenal Akrab dan Aspiratif

Juli 22, 2025

Tom Lembong Resmi Ajukan Banding Terkait Vonis Kasus Gula ke PN Jakpus

Juli 22, 2025

Mariah Carey Umumkan Album Baru “Here For It All”, Rilis September

Juli 22, 2025

Malcolm Jamal Warner, Bintang “The Cosby Show” Tewas Tenggelam di Kosta Rika

Juli 22, 2025
logo

Graha C&R, Jalan Penyelesaian Tomang IV Blok 85/21, Kav DKI Meruya Ilir, Jakarta Barat. redaksi@ceknricek.com | (021) 5859328

CEK & RICEK
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
575/DP-Verifikasi/K/X/2020

Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
© 2017-2025 Ceknricek.com Company. All rights reserved.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.