Ceknricek.com -- Sebagai jurnalis yang mengawali karier sebagai reporter olahraga, menyaksikan pertandingan olahraga khususnya sepakbola seolah menjadi rutinitas yang tak terelakkan. Rutinitas ini seolah-olah menghilang, setelah pandemi virus korona (COVID-19) memaksa liga-liga top Eropa terhenti secara tiba-tiba.
Praktis, pertandingan sepak bola terakhir yang saya saksikan secara langsung (dari televisi tentunya) ialah leg kedua babak 16 besar Liga Champions 2019/2020 antara Liverpool kontra Atletico Madrid, 11 Maret.
Baca Juga: Klopp Sindir Simeone yang Rayakan Kemenangan Atletico Bersama Suporter
Ya, laga yang memaksa sang juara bertahan The Reds angkat kaki itu memang bisa dikatakan sebagai Big Match terakhir yang digelar di Eropa, sebelum hampir seluruh kompetisi di Eropa (kecuali Liga Belarusia) dihentikan gara-gara korona melanda.
Setelah itu, sepak bola seolah-olah menghilang dari muka bumi. Memang masih banyak berita dari luar lapangan hijau. Seperti aktivitas pemain di kala lockdown dan pemberlakuan stay at home, berita pemotongan gaji para staf dan pemain, donasi para pemain untuk membantu memerangi korona, hingga perpanjangan kontrak dan bursa transfer.
Namun apalah arti itu semua tanpa adanya pertandingan di lapangan hijau. Selama dua bulan itu juga, setidaknya sudah ada tiga kompetisi sepak bola top Eropa, yakni Liga Belgia, Liga Belanda (Eredivisie) dan Liga Prancis (Ligue 1) yang dihentikan secara prematur.
Jika Liga Belgia dan Ligue 1 mempersembahkan gelar juara kepada pemimpin klasemen terakhir (Club Brugge dan Paris Saint-Germain), maka lain halnya dengan Eredivisie yang justru musim ini di deklarasikan batal tanpa juara.
Tentunya hal ini merugikan peringkat dua klasemen sementara, AZ Alkmaar yang sebenarnya memiliki poin yang sama dengan pemuncak klasemen sekaligus juara bertahan Ajax Amsterdam (56). Apalagi tim musim ini dianggap sebagai generasi terbaik dari Alkmaar, guna mengulang prestasi kembali menjadi juara Eredivisie sejak musim 2008/2009.
Oleh karena itu, ketika pemerintah Jerman telah mengizinkan kompetisi kasta tertinggi Bundesliga kembali bergulir pada Mei, saya dan sepertinya hampir semua jurnalis yang biasa menulis soal "bal-balan" menyambut itu dengan antusisas.
Meski terdapat kekhawatiran terkait batalnya "kick-off kedua" Bundesliga setelah sempat ada peringatan dari Serikat Polisi, serta terkonfirmasi positifnya pemain Moenchengladbach, pada akhirnya momen yang dinanti itu tiba pada akhir pekan ini.
Pertandingan sepak bola pertama yang saya tonton dalam dua bulan terakhir ialah laga antara Borussia Dortmund menghadapi tetangganya, Schalke 04 yang digelar pada Sabtu (16/5). Banyak hal menarik yang dapat kita saksikan dalam laga come back Bundesliga itu.
Kita melihat bagaimana kompetisi kembali bergulir dengan protokol kesehatan yang sangat ketat. Misalnya pemain kedua tim yang masuk ke lapangan terpisah, serta dilarangnya salaman antar pemain. Hal terakhir ini juga berlaku dalam selebrasi gol, dimana pemain mengganti "tos" lima jari dengan "salam siku".
Tentunya hal yang agak janggal adalah ketika melihat pertandingan digelar tanpa penonton. Apalagi laga antara Dortmund kontra Schalke yang disebut Derby Ruhr ini biasanya selalu dipadati suporter garis keras kedua klub. Namun segala protokol itu memang perlu dilakukan, sebagai syarat agar kompetisi bisa kembali bergulir.
Secara kualitas permainan, saya cukup terhibur dengan permainan ala gegenpressing milik Dortmund yang memang menjadi ciri khas tim sejak masih ditangani Juergen Klopp. Yang membuat saya sangat terkesan adalah para pemain yang terlihat masih bugar dan fit, walau hampir dua bulan tidak merumput. Hal ini membuktikan profesionalitas para pemain meski mereka tidak berkompetisi.
Laga pun akhirnya dimenangi oleh Die Borussen dengan skor 4-0. Gol pembuka dicetak oleh sontekan Erling Braut Haaland yang memanfaatkan umpan silang dari Thorgan Hazard (29'). Gol ini juga membuka kembali keran gol Haaland, dimana dalam pertandingan terakhirnya sebelum laga ini pemain Norwegia itu sempat menjadi "bulan-bulanan" para pemain PSG.
Permainan cepat ala Dortmund kembali merobek gawang Schalke yang dikawal Markus Schubert di menit 45. Kali ini lewat aksi Raphael Guerreiro yang memanfaatkan umpan dari Julian Brandt.
Tiga menit babak kedua bergulir, giliran Hazard yang menjebol gawang Schalke, lagi-lagi memanfaatkan umpan dari Brandt. Schalke yang memang terlihat bermain bertahan terlalu dalam, kembali terpukul akibat gol kedua dari Guerreiro di menit 63. Gol ini merupakan buah dari kerja sama satu dua antara pemain Portugal itu dengan Haaland.
Yang paling unik tentu setelah peluit panjang dibunyikan. Para pemain Dortmund berkumpul di lapangan lalu memberi tepuk tangan ke tribun penonton di Stadion Signal Iduna Park yang memang kosong. Mereka seolah memberi hormat dan mempersembahkan kemenangan ini untuk para suporter yang terpaksa hanya bisa menonton dari rumah.
Baca Juga: Boris Johnson Beri Lampu Hijau Agar Premier League Digelar Lagi Mulai 1 Juni
Kemenangan 4-0 ini juga membuat persaingan di Bundesliga kembali hidup. Dortmund kembali menempel pemimpin klasemen sementara, Bayern Muenchen yang baru bermain pada Minggu (17/5) malam WIB kontra Union Berlin. Tim Kuning Hitam mengoleksi 54 poin, sementara Bayern 55 poin.
Pada akhirnya, kembalinya Bundesliga ini seolah menandakan keberhasilan Jerman dalam "perang" melawan korona. Dan yang paling penting adalah sepak bola kembali merumput di lapangan hijau. Karena faktanya sepak bola tanpa pertandingan, bukan hanya bak sayur tanpa garam, tapi sayur tanpa sayur sama sekali!
BACA JUGA: Cek BUKU & LITERATUR, Berita Terkini Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini
Editor: Thomas Rizal