Asal Usul Nama (Paus) Fransiskus | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Istimewa

Asal Usul Nama (Paus) Fransiskus

Ceknricek.com--Nama aslinya adalah Jorge Mario Bergoglio. Akan tetapi setelah terpilih sebagai pimpinan Gereja Katolik Sedunia dengan gelar Paus, beliau memilih nama Fransiskus.

Fransiskus juga punya nama asli dalam bahasa Italia– Giovanni di Pietro di Bernardone, dalam bahasa Inggris kemudian dikenal dengan nama Francis dari Assisi, dengan gelar Santo.

Assisi adalah tempat kelahiran Santo Fransiskus. Santo Fransiskus dari Assisi bukan hanya seorang rohaniawan (Katolik) melainkan juga dikenal sebagai seorang pujangga. Dan akan halnya Fransiskus dari Assisi, ternyata pernah punya riwayat yang menarik bagi Umat Islam.

Seorang yang arif lagi bijaksana pernah berpetuah bahwa “Persahabatan yang akrab, sebagaimana pernikahan yang bahagia (mawaddatan warahmah) , dapat memberi pelajaran yang berguna untuk kedua belah pihak.”

Dan akan halnya dalam kaitannya dengan Sultan Malik al-Kamil dari Mesir dan Santo Fransiskus dari Assisi, hubungan yang akrab dan saling menghormati itu, dapat menjadi pembuka jalan untuk merukunkan yang sedang bertarung.

Harus diakui acapkali soal perbedaan agama dapat dengan mudah mencetuskan perselisihan yang besar.Dan dalam kaitan riwayat tentang Santo Fransiskus dari Assisi ini, agama-agama yang dimaksud adalah Kristen dan Islam.

Ketika Santo Fransiskus dari Assisi Mendatangi Sultan Malik al-Kamil

Suatu ketika, dalam tahun 1219 Era Bersama, di tengah-tengah meredanya pertempuran antara Pasukan Salibiyah (Kristiani) dan Laskar Muslim, Santo Fransiskus dari Assisi mendatangi kemah yang merupakan markas besar Panglima pasukan Muslim, Sultan Malik al-Kamil, keponakan pahlawan Perang Salib, Salahuddin al-Ayyubi (seorang Muslim berdarah Kurdi) di Bandar Damietta, Mesir. Waktu itu tengah bergolak pertarungan antara kedua belah pihak dalam Perang Salib Ke-5.

Sudah ribuan korban jiwa yang bergelimpangan dalam baku hantam antara kedua belah pihak. Pasukan Salibiyah sangat mendambakan kemenangan agar dapat menguasai Bandar Damietta yang punya arti dan nilai sangat penting secara strategis bagi Pasukan Salibiyah.

Pada hemat mereka kemenangan di Damietta niscaya bakal melapangkan jalan untuk menguasai Sungai Nil dan akhirnya Mesir. Santo Fransiskus dari Assisi memohon pada Kardinal (penguasa atau pejabat tertinggi umat Katolik setempat) agar diberi izin untuk menyampaikan ajaran Kristus kepada Sultan Malik al-Kamil, hingga sang Sultan akan “terbuka mata hatinya” dan memeluk ajaran agama Katolik (dengan meninggalkan Islam) hingga peperangan yang sudah berlarut begitu lama niscaya akan berakhir dengan perdamaian.

Rupanya sang Kardinal menganggap Santo Fransiskus dari Assisi sebagai penyebab banyak masalah, dan menganggap keinginannya untuk menghadap Sultan Malik al-Kamil niscaya akan berakhir dengan tebasan pedang sang Sultan ke batang lehernya, yang sekaligus akan “melenyapkan” salah satu masalah yang tengah dihadapi sang Kardinal.

Sementara Santo Fransiskus dari Assisi menganggap yang hendak diembannya itu adalah apa yang sekarang ini dikenal sebagai “win-win mission” – suatu misi atau tugas yang niscaya akan berakhir dengan menguntungkannya.

Artinya, kalau beliau berhasil membujuk Sultan Malik al-Kamil agar kembali ke haribaan ajaran Kristus, maka ia telah berjasa pada agama Kristen, sedangkan kalau beliau sampai dihabisi nyawanya oleh sang Sultan, maka niscaya beliau akan dianggap sebagai orang yang tewas dalam melaksanakan amar yang suci.

Selama dua pekan beliau berada di tengah-tengah pasukan Muslim waktu itu, dan dalam berbagai kesempatan beliau berusaha menyampaikan pesan-pesan ajaran Kristus.

Meskipun misinya untuk mengajak para laskar Muslim itu agar mengikuti ajaran Kristus tidak membuahkan hasil nyata, namun bagi sejumlah pengamat misi tersebut dianggap telah memberikan kesan-kesan baru bagi kedua belah pihak – Sultan Malik al-Kamil dan Santo Fransiskus dari Assisi, tentang nilai-nilai ajaran kedua agama.

Seorang sejarawan menyimpulkan bahwa kedatangan Santo Fransiskus dari Assisi ke markas besarnya, telah mendorong Sultan Malik al-Kamil untuk merenungkan kembali ayat-ayat Al Qur’an hingga mendorongnya untuk menyambut misi sang Santo dengan penuh kehangatan.

Baik Santo Fransiskus dari Assisi maupun Sultan Malik al-Kamil memahami bahwa isi hati yang tersentuh dapat menyelesaikan masalah, betapa pun  sengitnya.

Sultan Malik al-Kamil yang memberi keleluasaan kepada tamunya Santo Fransiskus dari Assisi untuk bergaul dengan anak buahnya, sangat boleh jadi telah dipandu oleh ayat ke-125 Surat Al-An Nahl (16): "Serulah kepada jalan (agama) Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk"

Bayangkan, orang (dalam hal ini Santo Fransiskus dari Assisi) hendak mengajak (dalam hal ini sang Sultan Malik al-Kamil) agar meninggalkan agamanya (Islam) dan (menjadi murtad), masih diperlakukan dengan begitu sopan dan hormat dan sama sekali tidak dianiaya.

Islam memang adalah “rahmatan lil ‘alamiin”


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait