Membuka-buka Catatan Seputar Proklamasi 17-8-1945 (2) | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Membuka-buka Catatan Seputar Proklamasi 17-8-1945 (2)

“Biar digorok leher-ku,aku tidak akan memproklamirkan kemerdekaan ….”

Ceknricek.com--Bung Karno tidak tertarik.Tidak terpengaruh,terpesona atau terpukau mendengar uraian kami,pemuda,demikian BM Diah mencatat.

“Saya tidak hadir sebelumnya dalam pembicaraan di antara kawan kawan pemuda tentang tindakan apa yang harus diambil dengan situasi baru ini,"

“Saya absen (dalam tahanan Jepang ) selama itu.Saya tercengang melihat drama yang terjadi di depan saya,dan tidak ikut bicara mula mula.Tetapi saya rasakan bahwa kawan kawan saya tidak memajukan suatu usul yang konkrit dalam pembicaraan itu,"

“Bagaimana memformulasikan suatu sikap untuk menggerakkan aksi-aksi kemudian.Situasi revolusioner sudah ada.Pemimpin pemimpin sudah siap.Rakyat bisa digerakkan.Pemimpin pemimpin tua juga sudah memahami keadaan.Tetapi,semua belum dapat memformulir suatu sikap,sesuatu tindakan aksi.Saya terjun dalam pembicaraan,"

“Bung Karno.Bung sebagai pemimpin kami,pemimpin rakyat harus mengambil suatu sikap tegas.Bung Karno harus memproklamirkan kemerdekaan,kemerdekaan bangsa Indonesia.Kami pemuda siap.Tetapi kami tidak akan sanggup sendiri memproklamirkan kemerdekaan.Bung Karno dan Bung Hatta adalah pemimpin rakyat seluruhnya.Hanya-lah bung keduanya yang dapat dipercayai dan diikuti oleh rakyat.Kami akan menjadi perisai rakyat dan menurut perintah Bung Karno dan Bung Hatta.”

Fikiran itu bukan baru,menurut Diah.Dia dan kawan kawan,seperti Sukarni,Chairul Saleh,Wikana,selagi mempersiapkan organisasi Angkatan Baru’45 dan aksi aksinya, senantiasa muncul ide tentang “proklamasi”.Tapi mereka pun bertanya tanya dan saling pandang, satu dengan yang lain, ‘apa yang harus dilakukan?’

Apabila,dalam kesungguhan berfikir mereka, apa yang ada dalam benak masing masing, ternyata terhalang oleh para pemimpin rakyat yang tidak sedia melaksanakan “proklamasi” kemerdekaan,walau pun sangat diharapkan.

“Belum habis saya berkata,saya melihat Wikana menggerakkan tangannya yang tadinya ada dalam sakunya,dan seakan akan menuding Bung Karno.”

BM Diah meneruskan ceritanya.

“Kalau Bung tidak proklamirkan kemerdekaan sekarang juga atau sekurang kurangnya besok pagi,pemuda dan rakyat akan berontak.Kami tidak tanggung jawab apa yang terjadi…pemuda akan membinasakan siapa yang akan menghalangi perjuangan mereka….”,dia berkata hampir berteriak.

Reaksi Bung Karno terhadap ancaman ini tentu sangat tidak diduga,mengejutkan,apalagi dia mengancam balik “tidak akan pernah” memproklamirkan kemerdekaan,biar digorok lehernya.

BM Diah menulis lebih lanjut: “ Fatmawati saja terkejut.Juga kami semua tergugah.Rupanya akan gagal perjuangan pemuda menarik Soekarno dalam revolusinya.Harapan untuk memproklamirkan kemerdekaan oleh Bung Karno gagal.Siapa lagi yang dapat diminta?Tiada seorang pun begitu berpengaruh secara nasional dan internasional daripada orang ini.Hampir kami putus asa.”

Bahwa jika pemimpin rakyat (Soekarno-Hatta) tidak bersedia memproklamirkan kemerdekaan-‘siapa lagi yang akan diminta?’Ini sudah ada dalam bayangan para pimpinan pemuda.Tapi opsi lain tetap saja tidak tersedia.Sjahrir, yang juga sering disebut sebut ketika itu sebagai tokoh nasional,tidak pernah simpatik dengan sepak terjang Soekarno-Hatta yang mau bekerja sama dengan Jepang.Malah Sjahrir sangat suka menjuluki Soekarno Hatta sebagai kolaborator Jepang.

Dia berfikiran Barat,seorang sosialis demokrat.Dia lebih cenderung menunggu kedatangan Sekutu dan berunding dengan mereka untuk kemerdekaan. Tan Malaka,seorang revolusioner,nasionalis kiri,lebih suka bergerak,bergerilya di bawah tanah.

“Apakah Sukarni,Chairul,Wikana atau siapa pun dapat bertindak atas nama rakyat Indonesia saat itu,” Diah mencoba mengenang. “Sukarno dan Sukarni memang berbeda huruf akhir pada namanya.Tetapi dalam wibawa,pengaruh dan karisma dan lain lain tentulah perbedaan itu tidak serupa antara huruf “o “dan “i “.Bahkan mereka berbeda seperti langit dan bumi.Keyakinan saya bahwa hanya Sukarno dan Hatta yang dapat memproklamasikan kemerdekaan kita saya peluk secara tekun,konsekwen sampai pagi 17 Agustus 1945.”

Ancaman Bung Karno menyudahi dialog pemuda dan golongan tua.Para hadirin berangsur angsur meninggalkan pertemuan,demikian tulis Diah.

“Saya kembali ke rumah,karena merasa penat setelah bermukim beberapa hari di penjara dan kemudian sehari suntuk aktif lagi dalam perjuangan.Juga kawan kawan lain berjalan sendiri dengan fikiran masing masing,".

“Tetapi Wikana yang diutus pemuda Menteng 31 akan melaporkan apa yang terjadi malam itu di PengangsaanTimur 56.”

Menjelang perpindahan hari ke 16 Agustus 1945,tersiar berita di antara pemuda ,Bung Karno dan Bung Hatta, telah diculik dan diangkut oleh pimpinan mereka ke Rengasdengklok.Begitu solid tekad para pemuda revolusioner menginginkan kemerdekaan Tanah Air-nya diproklamasikan oleh pemimpin mereka Soekarno-Hatta-sekarang dan sekarang juga-di mana pun itu perlu dilakukan.

Peristiwa Rengasdengklok ternyata juga hanya sebuah jembatan antara bukan tujuan akhir.

Proklamasi kemerdekaan akhirnya dilakukan di tempat yang sama,Jalan Pengangsaan Timur 56,yang 36 jam lalu,Soekarno menolak untuk dipaksa pemuda melakukannya. Betul betul sebuah ironi sejarah.Atau mungkin juga sudah takdir.

Sumber:Peran Pivotal Pemuda Seputar Lahirnya Proklamasi 17-8-’45 (2019)


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait