Penantian Panjang Pendidikan Tinggi: Menuju Kebebasan Berkreasi dan Transformasi Produktif | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Istimewa

Penantian Panjang Pendidikan Tinggi: Menuju Kebebasan Berkreasi dan Transformasi Produktif

Ceknricek.com--Dunia pendidikan tinggi di Indonesia telah lama dibayangi oleh belantara regulasi administratif yang kerap membelenggu kreativitas dan inovasi. Namun, secercah harapan kini mulai tampak dengan rencana revisi sejumlah regulasi yang selama ini dianggap menghambat perkembangan pendidikan tinggi. Langkah ini diinisiasi oleh keberanian Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisainstek) untuk merefleksikan ulang esensi regulasi demi pencapaian outcome yang lebih bermakna.

Regulasi yang menjadi sorotan adalah Permendikbud Ristek Nomor 44 Tahun 2024 tentang profesi, karier, dan penghasilan dosen; Permendikbud Ristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang penjaminan mutu pendidikan tinggi; Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 terkait pengangkatan dan pemberhentian pemimpin perguruan tinggi negeri; serta draf peraturan tentang mekanisme tugas belajar, pengaktifan kembali, dan penyetaraan ijazah luar negeri. Revisi ini menandai momentum penting: pendidikan tinggi Indonesia tidak lagi sekadar berfokus pada prosedur, tetapi mulai mengutamakan dampak nyata.

Dilema Administrasi: Antara Beban dan Produktivitas

Selama bertahun-tahun, banyak dosen, peneliti, dan pemimpin perguruan tinggi yang terjebak dalam kerumitan administratif. Alih-alih memfokuskan energi pada pengembangan kurikulum, riset inovatif, atau kerja sama internasional, mereka sering kali disibukkan dengan pelaporan yang repetitif, sertifikasi birokratis, dan kebijakan yang tumpang tindih. Tidak sedikit yang merasa kreativitasnya terpenjara oleh aturan yang terlalu kaku.

Sebagai contoh, Permendikbud Ristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang penjaminan mutu pendidikan tinggi mengharuskan institusi untuk memenuhi serangkaian dokumen evaluasi yang terkadang tidak relevan dengan kebutuhan spesifik institusi tersebut. Alih-alih mendorong inovasi, kebijakan ini justru mengarahkan perguruan tinggi pada sekadar memenuhi indikator administratif tanpa esensi yang jelas.

Kebebasan Berkreasi: Jalan Menuju Outcome Nyata

Revisi yang direncanakan membawa angin segar. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi tampaknya berkomitmen pada simplifikasi regulasi dengan satu prinsip utama: outcome lebih penting daripada prosedur. Dalam draf kebijakan baru, tugas belajar, pengaktifan kembali, hingga penyetaraan ijazah luar negeri akan lebih difokuskan pada relevansi dan dampak bagi institusi. Hal ini memberikan ruang lebih besar bagi individu untuk mengembangkan kapasitasnya tanpa terhalang aturan administratif yang membingungkan.

Revisi Permendikbud Ristek Nomor 44 Tahun 2024 juga memberikan perhatian khusus pada kesejahteraan dosen. Bukan hanya penghasilan yang layak, tetapi juga fleksibilitas untuk mengeksplorasi bidang keilmuannya tanpa terkungkung oleh mekanisme karier yang rigid. Reformasi ini menjadi angin segar bagi profesi akademik yang selama ini kerap terabaikan.

Transformasi Sistemik: Pendidikan Tinggi Sebagai Penggerak Bangsa

Namun, kebebasan ini tentu memerlukan tanggung jawab. Perguruan tinggi diharapkan menjadi pusat inovasi yang menggerakkan perubahan sosial. Outcome yang dimaksud tidak hanya berupa lulusan yang siap kerja, tetapi juga kontribusi nyata pada riset, teknologi, dan pemecahan masalah nasional.

Untuk mencapainya, revisi regulasi ini harus disertai dengan pergeseran paradigma. Perguruan tinggi harus menjadi ruang bebas berkreasi bagi dosen dan mahasiswa. Dengan pengurangan beban administratif yang tidak produktif, dosen dapat lebih fokus pada pengajaran berkualitas dan riset yang relevan. Begitu pula mahasiswa, yang perlu didorong untuk berpikir kritis dan inovatif, bukan sekadar menjadi pengikut kurikulum yang kaku.

Catatan Akhir: Berani Melangkah, Berani Berubah

Revisi regulasi ini menjadi sinyal bahwa pendidikan tinggi Indonesia tengah memasuki babak baru. Babak di mana kreativitas, kebebasan akademik, dan inovasi menjadi prioritas utama. Namun, perjuangan belum selesai. Implementasi kebijakan ini harus didukung oleh komitmen bersama antara pemerintah, institusi, dan seluruh pelaku pendidikan.

Dengan keberanian untuk meninggalkan tradisi lama yang stagnan, pendidikan tinggi Indonesia dapat melangkah menuju masa depan yang lebih cerah. Transformasi ini bukan sekadar pembaruan aturan, tetapi juga pernyataan tegas: pendidikan adalah ruang kebebasan yang harus produktif, bukan belenggu administratif yang membatasi.


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait