Ceknricek.com -- Hari ini, 58 tahun silam, tepatnya 15 Januari 1962, pecah pertempuran antara Belanda dan Indonesia di Laut Arafura. Pertempuran itu merupakan salah satu dari serangkaian usaha Indonesia "membebaskan" Papua Barat dari Belanda.
Peristiwa yang dikenal dengan nama Pertempuran Laut Aru itu, menyebabkan kapal milik Indonesia, RI Matjan Tutul, yang dikomandani Komodor Yos Sudarso, tenggelam setelah ditembak kapal perang Belanda.
Pertempuran Laut Aru merupakan dampak konfrontasi Indonesia-Belanda akibat sengketa Irian Barat. Pada 19 Desember 1962, Presiden RI Sukarno mendeklarasikan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk membebaskan Papua dari Belanda.
Operasi Trikora yang dilantangkan oleh Bung Karno di Yogyakarta itu lalu ditindaklanjuti dengan pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang bermarkas di Makassar, Sulawesi Selatan.
Baca Juga: Biografi Yos Sudarso, Pahlawan yang Gugur di Laut Aru
Operasi senyap kemudian dilakukan di sekitar wilayah perairan laut Aru di sekitar wilayah Maluku. Tahapan operasi yang dilakukan oleh Komando Mandala antara lain infiltrasi, eksploitasi dan konsolidasi kekuatan.
Maka di kerahkanlah empat kapal perang milik Indonesia untuk melakukan operasi 'nekat' itu tanpa dilengkapi senjata, yakni Rl Matjan Tutul, RI Matjan Kumbang, Rl Harimau dan Rl Singa yang bertolak dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada 9 Januari 1962.
Kendati demikian, dari keempat Motor Torpedo Boat (MTB) tersebut hanya tiga yang mampu bergerak hingga memasuki perairan Irian Barat. RI Singa mengalami kerusakan mesin sehingga memaksanya untuk kembali ke markas.
Tidak Seimbang
Tanpa disadari oleh tiga kapal cepat yang dikomandoi oleh beberapa petinggi Angkatan Laut republik Indonesia (ALR) itu ternyata telah diketahui pergerakannya oleh kapal udara milik Belanda bernama Neptune.
Diawaki pilot Angkatan Laut Belanda bernama Letnan H. Moekardanoe, prajurit tersebut segera mengirimkan tanda bahaya dini kepada tiga kapal perang Belanda yang pada saat itu juga tengah berpatroli di wilayah tersebut.
Maka tiga kapal Belanda Hr. Ms. Eversten, Hr. Ms. Kortenaer dan Hr. Ms. Utrecht, segera melakukan serangan tak lama setelah Neptune menjatuhkan flare ke laut. Keadaan yang semula sunyi dan gelap pun berubah terang benderang.
Baca Juga: Mengenang Oerip Soemohardjo, Sesepuh Tentara Indonesia yang Dilupakan
Pertempuran tidak seimbang pun tak terelakan. Tembakan peringatan yang dilepaskan Belanda jatuh di samping KRI Harimau di mana terdapat Kolonel Sudomo dan sejumlah petinggi ALRI lain di dalamnya.
Bertindak cepat, Kolonel Sudomo lalu memerintahkan tembakan balasan namun meleset. Melihat situasi ini, Yos Sudarso yang berada di KRI Matjan Tutul terpaksa mengambil alih komando dan memerintahkan kapal lain untuk mundur.
Sudarso sadar ia harus menjadi umpan agar yang lain bisa selamat meski nyawa taruhannya. Setelah KRI Harimau dan KRI Matjan Kumbang yang berada dalam formasi berhasil mundur ke Posko 001 di Ujir Dobo, ia pun menghadapi kapal Belanda sendirian.
Kapal KRI Macan Tutul bernomor lambung 650 itu pun terbakar dan karam setelah dihujani tembakan oleh Belanda bersama 24 kru kapal di dalamnya. Sementara itu, 53 anggota kru kapal lain yang selamat kemudian dijadikan tawanan Belanda.
Hari Dharma Samudera
Pasca operasi senyap itu, Bung Karno kemudian menetapkan hari tenggelamnya RI Matjan Tutul sebagai Hari Dharma Samudera yang memaknakan keberanian pelaut Indonesia.
Komodor Yos Sudarso yang gugur dalam pertempuran tersebut kemudian diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 088/TK/Th. 1973. Tanggal 6 November 1973.
Baca Juga: R.E Martadinata, Panglima Angkatan Laut yang Tewas di Udara
Setiap tanggal 15 Januari, Pemerintah dan TNI AL juga masih melakukan tabur bunga di Laut Aru untuk menghormati jasa-jasa para awak RI Matjan Tutul, yang hingga kini jasadnya tidak pernah ditemukan.
BACA JUGA: Cek BIOGRAFI, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini