Sofyan Basir Didakwa Pasal Pemufakatan Jahat | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Fotografer : Ashar/Ceknricek.com

Sofyan Basir Didakwa Pasal Pemufakatan Jahat

Ceknricek.com -- Tim Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan pasal pemufakatan jahat untuk mendakwa Direktur Utama (Dirut) non-aktif PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Sofyan Basir. Pasal pemufakatan jahat yang didakwakan adalah Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor dan Pasal 56 ke-2 KUHP.

Menurut JPU, Sofyan Basir disinyalir telah memfasilitasi atau memberikan kesempatan untuk Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Idrus Marham, menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Kotjo, sebesar Rp4,7 miliar.

"Padahal, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan," kata JPU KPK, Budhi Sarumpaet saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/6).

Dalam surat dakwaan, Sofyan Basir kerap melakukan pertemuan ‎dengan Eni Saragih dan Johanes Kotjo untuk membahas proyek PLTU Riau-1. Setelah beberapa kali melakukan pertemuan, Johanes Kotjo berhasil mendapatkan proyek PLTU Riau-1.

Fotografer : Ashar/Ceknricek.com‎

Atas perbuatannya, Sofyan Basir didakwa melangar Pasal ‎12 a atau Pasal 11 juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.

Pasal 15 UU Tipikor yang didakwakan ‎ Jaksa KPK terhadap Sofyan Basir berbunyi : "Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana pasal ‎dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, sampai Pasal 14."

Sedangkan Pasal 56 ke-2 KUHP berbunyi : "Dipidana sebagai pembantu kejahatan: mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan. Kemudian, mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan".‎

Ajukan Esepsi

Sofyan Basir melalui kuasa hukumnya, Soesilo Aribowo langsung mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap surat dakwaan tersebut. Soesilo mempermasalahkan pasal yang diterapkan KPK terhadap kliennya.

"Surat dakwaan telah dibuat dan disusun secara tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Hal ini telah membingungkan terdakwa Sofyan Basir dan penasihat hukumnya di dalam pemahaman dugaan perbuatan pembantuan yang dituduhkan kepada terdakwa Sofyan Basir, sehingga menyulitkan dalam melakukan pembelaan," katanya.

Menurut Soesilo, delik pembantuan pada Pasal 56 ke-2 KUHP yang diterapkan pada Sofyan tidak tepat karena perbuatan suap dilakukan lebih dulu.

"Artinya, sebelum Eni Maulani Saragih pertama kali ketemu terdakwa Sofyan Basir untuk membicarakan soal PLTU Mulut Tambang Riau-1 di PT PLN (Persero), antara Eni Maulani Saragih dengan Johanes Kotjo telah terjadi kesepakatan tentang adanya pemberian hadiah atau fee berupa uang," kata Soesilo.

"Penuntut Umum sama sekali tidak pernah menguraikan pemberian fee berupa uang kepada terdakwa Sofyan Basir dan juga tidak pernah menguraikan tentang pemahaman/pengetahuan atau kesadaran, bahwa selama pertemuan-pertemuan tersebut telah menimbulkan pembagian fee atau hadiah dari Johanes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham," ujar Soesilo.



Berita Terkait