Ceknricek.com — Curah hujan ekstrem satu pekan terakhir di Jakarta dan kawasan lain merupakan salah satu dampak dari perubahan iklim. Informasi ini disampaikan Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak, di Jakarta, Senin (6/1).
Menurutnya, wilayah Jabodetabek telah mengalami curah hujan tertinggi sepanjang sejarah selama 154 tahun terakhir dengan 377 mm/hari yang terjadi di daerah Halim Perdanakusuma.
“Ini sudah menjadi indikator kunci akan dampak perubahan iklim yang makin nyata dan merusak ketika menjadi penyebab terjadinya banjir,” ujar Leonard dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil di Kantor LBH, Jakarta, seperti diwartakan Antara.
Koalisi Masyarakat Sipil, yang terdiri dari LBH Jakarta, WALHI DKI Jakarta, Greenpeace Indonesia dan Rujak Center for Urban Studies, mengimbau agar pemerintah lintas provinsi dan pemerintah pusat untuk lebih serius mengatasi persoalan banjir yang melingkupi Jakarta dan sekitarnya.
Baca Juga: Greenpeace Ajak Publik tak Gunakan Produk Pembakar Hutan
Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi, permasalahan yang dialami Jakarta secara khusus juga bukanlah hal baru, namun sudah terjadi beberapa kali dengan skala yang berbeda karena wilayahnya yang sudah terdegradasi,
”Banjir di Jakarta terjadi karena dua hal. Pertama situasi iklim, yang kedua krisis ekologi dengan tata ruang kita tidak terkontrol dengan baik oleh pemerintah,” ujar Tubagus.
Menurut dia, terdapat permasalahan tata kelola daerah aliran sungai (DAS) yang tidak menunjukkan perubahan signifikan, mempengaruhi Jakarta yang rentan terkena banjir.
Dalam rentannya cuaca ekstrem ini, total 60 orang telah meninggal dunia sampai dengan Sabtu (4/1) akibat banjir yang terjadi di Jabodetabek, menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Dampak dari curah hujan yang tinggi ini juga menyebabkan Jakarta sempat lumpuh karena genangan air yang di beberapa titik mencapai ketinggian dua meter.
BACA JUGA: Cek SOSOK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini
