Seorang sumber dari Hamas yang enggan disebutkan namanya menegaskan, pihaknya bersama faksi-faksi Palestina telah menyampaikan jawaban resmi tanpa meminta perubahan sedikit pun atas rancangan gencatan senjata itu.
Ceknricek.com — Hamas dikabarkan telah menerima proposal terbaru yang diajukan para mediator internasional terkait gencatan senjata dengan Israel.
Seorang sumber dari Hamas yang enggan disebutkan namanya menegaskan, pihaknya bersama faksi-faksi Palestina telah menyampaikan jawaban resmi tanpa meminta perubahan sedikit pun atas rancangan gencatan senjata itu.
“Hamas dan faksi-faksi menyetujui proposal gencatan senjata baru tanpa meminta amandemen apa pun,” ungkap sumber tersebut, dikutip AFP di Jakarta, Senin (18/8/25) malam.
Sementara itu, sumber Palestina lain yang mengetahui jalannya negosiasi mengatakan, para mediator kemungkinan segera mengumumkan kesepakatan sekaligus menetapkan jadwal perundingan lanjutan.
“Para mediator memberikan jaminan kepada Hamas dan faksi-faksi untuk implementasi perjanjian, beserta komitmen untuk melanjutkan perundingan guna mencari solusi permanen,” kata sumber tersebut.
Para mediator mengajukan rancangan gencatan senjata awal selama 60 hari disertai pembebasan sandera dalam dua tahap.
Hingga kini, belum ada reaksi resmi dari Israel terkait perkembangan terbaru. Mesir dan Qatar, dengan dukungan Amerika Serikat, sebelumnya telah berulang kali berusaha mendorong gencatan senjata, namun selalu menemui jalan buntu.
Perang yang telah berlangsung hampir dua tahun ini menimbulkan kehancuran besar. Data terakhir mencatat lebih dari 62 ribu warga Palestina tewas akibat serangan Israel sejak 2023. Jalur Gaza kini berada di ambang kelaparan akibat blokade dan serangan bertubi-tubi.
Israel terus melanjutkan serangan, bahkan berupaya memaksa warga Palestina direlokasi ke selatan Gaza. Usulan itu ditolak keras oleh Hamas, yang menyebut relokasi hanyalah kedok untuk menutupi kejahatan pasukan pendudukan.
Di sisi lain, situasi dalam negeri Israel juga memanas. Ribuan warganya turun ke jalan menuntut penghentian perang sekaligus mendesak pembebasan para sandera.
Pada Minggu 17 Agustus 2025, demonstran bahkan memblokade jalan utama yang menghubungkan Yerusalem dan Tel Aviv.
“Hari ini, semua berhenti untuk mengingat nilai paling tinggi: kesucian hidup,” kata Anat Angrest, ibu dari sandera Matan Angrest, kepada Reuters.