Ceknricek.com — Ketua DPR RI, Puan Maharani menyoroti praktik pengoplosan beras yang ditemukan oleh Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan, temuan ini mencakup 212 merek beras yang tidak sesuai dengan standar kualitas.
Puan menyebut kondisi tersebut sebagai bentuk pembohongan publik yang sangat merugikan rakyat kecil. Ia menegaskan bahwa praktik curang seperti ini tidak boleh dibiarkan.
“Rakyat jangan menjadi korban dari pasar yang tidak jujur. Apalagi di tengah tekanan ekonomi, praktik curang seperti ini adalah bentuk kejahatan yang menyasar langsung kehidupan rakyat,” kata Puan, Selasa (15/7/25).
Puan berpandangan bahwa persoalan ini bukan semata soal perdagangan, melainkan menyangkut hak dasar masyarakat atas pangan yang layak, terjangkau, dan jujur secara informasi.
“Negara harus hadir dan bertindak tegas agar distribusi pangan tidak dikendalikan oleh mafia atau pelaku usaha yang mengabaikan etika dan hukum. Aparat juga harus segera menindak tegas mafia beras,” tegas perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Puan mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna memulihkan kepercayaan publik serta memastikan perlindungan bagi konsumen. Ia menyebutkan bahwa penegakan hukum harus menyasar bukan hanya pelaku teknis, tetapi juga jaringan distribusi dan korporasi besar di balik praktik manipulatif tersebut.
“Diperlukan juga reformasi sistem pelabelan dan pengawasan mutu pangan agar lembaga terkait memiliki kewenangan dan kapasitas yang cukup,” sebut Puan.
Ia juga menekankan pentingnya pelibatan masyarakat sipil dan akademisi dalam proses pengawasan.
“Pelibatan masyarakat sipil dan akademisi dalam pengawasan perlu dilakukan untuk mencegah dominasi informasi oleh pelaku industri,” tambah mantan Menko PMK itu.
Selain itu, Puan menyatakan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem distribusi beras selama ini.
“Evaluasi menyeluruh terhadap distribusi beras nasional, termasuk peran BUMN dan mitra swasta, harus dilakukan agar berpihak pada konsumen dan petani. Peningkatan literasi dan perlindungan konsumen juga perlu melalui edukasi publik yang berkelanjutan,” papar Puan.
Menurutnya, kedaulatan pangan tidak cukup hanya dilihat dari seberapa banyak beras diproduksi. Ia mengatakan, kedaulatan itu juga tergambar dari bagaimana rakyat mendapatkan haknya secara adil.
“Ini soal keadilan ekonomi. Ini soal martabat rakyat. DPR RI akan terus mengawal agar reformasi sistem pangan benar-benar menjawab kebutuhan dan kepentingan rakyat,” tutupnya.
Diketahui, Kementerian Pertanian menemukan 212 merek beras di 10 provinsi yang diduga merupakan beras oplosan dan tidak sesuai standar. Dari temuan tersebut, 86% beras yang diklaim sebagai premium atau medium ternyata hanyalah beras biasa.
Temuan itu berdasarkan investigasi mutu dan harga beras yang dilakukan pada 6–23 Juni 2025. Investigasi ini mencakup 268 sampel dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi.
Sampel dibagi dalam dua kategori, yakni premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh. Hasilnya, 85,56% beras premium tidak sesuai standar mutu yang ditetapkan.
Sementara itu, 88,24% beras medium juga tidak memenuhi standar mutu SNI. Selain itu, 95,12% beras medium dijual dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 9,38% di antaranya memiliki selisih berat yang lebih rendah dari yang tercantum di kemasan.