Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur (Jatim) telah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan penggunaan sound horeg yang dinilai lebih banyak mudarat daripada manfaat.
Ceknricek.com — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur (Jatim) telah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan penggunaan sound horeg yang dinilai lebih banyak mudarat daripada manfaat. PWNU Jatim memberikan reaksi cepat atas putusan fatwa itu.
PWNU Jatim membentuk Tim 9 untuk mengurusi masalah sound horeg dan merekomendasikan regulasi berupa Peraturan Gubernur (Pergub) tentang sound horeg. Regulasi ini diharapkan bisa mengatur tingkat kebisingan yang mengganggu masyarakat hingga MUI Jatim menghukumi haram.
“Soal hukum itu bisa haram dan bisa mubah/boleh, kalau memang mudarat atau menimbulkan dampak yang merusak di masyarakat ya haram, karena itu perlu ada regulasi,” kata anggota Tim 9 PWNU Jatim KH Balya Firjaun Barlaman dalam keterangannya, Rabu (16/7/25).
Didampingi anggota Tim 9 PWNU Jatim lainnya KH Makruf Khozin, Gus Firjaun mengatakan bahwa di dalam regulasi itu harus diatur tingkat kebisingan sesuai batas volume suara agar tidak berdampak. Hal ini sesuai dengan batas maksimal yang diatur Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yakni sekitar 135 desibel.
“Artinya, volume yang melebihi batas maksimal itu dapat berdampak pada kesehatan dan lingkungan hingga menimbulkan kerusakan, seperti bayi dengan usia kurang dari 1 tahun atau orang usia sepuh yang memiliki penyakit jantung, maka sound horeg itu bisa haram,” kata Wakil Ketua PWNU Jatim ini.
Oleh karena itu, Tim 9 PWNU Jatim merekomendasikan adanya pergub yang mengatur pengguna sound horeg dengan izin dari pihak kepolisian, karena jajaran kepolisian selama ini belum bisa bertindak sebab belum ada regulasi untuk sound horeg.
Sementara, anggota lain Tim 9 PWNU Jatim KH Ma’ruf Khozin yang juga Ketua Satgas Aswaja Center menegaskan bahwa PWNU Jatim tidak langsung memutuskan haram seperti MUI Jatim.
Dia sampaikan sikap kehati-hatian itu perlu dilakukan agar tidak terjadi benturan di masyarakat. Karena, hukum (haram/mubah) itu ditentukan pada melanggar-tidaknya regulasi pemerintah (pergub).
“Dulu, konser musik dengan sound horeg itu dilakukan di tengah lapangan, bukan di kampung seperti sekarang dengan mengarak sound horeg berkeliling kampung dengan pick up dan truk, tapi polisi hingga saat ini belum bertindak, karena itu Polda Jatim berkoordinasi dengan PWNU Jatim dan Tim 9 mengeluarkan rekomendasi pergub itu,” tandasnya.