Lesti membeberkan pengalaman pribadi yang menurutnya mencerminkan lemahnya perlindungan hukum bagi pelaku pertunjukan. Dia mengaku sampai terseret kasus hukum oleh seorang pencipta lagu, Yoni Dores hanya karena menyanyikan lagu tersebut dalam sebuah acara.
Ceknricek.com — Penyanyi dangdut Lesti Kejora hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (22/7/25).
Istri Rizky Billar ini menyampaikan kesaksiannya sebagai penyanyi yang merasa dirugikan oleh pasal-pasal multitafsir dalam UU tersebut.
Dalam keterangannya, Lesti membeberkan pengalaman pribadi yang menurutnya mencerminkan lemahnya perlindungan hukum bagi pelaku pertunjukan.
Dia mengaku sampai terseret kasus hukum oleh seorang pencipta lagu, Yoni Dores hanya karena menyanyikan lagu tersebut dalam sebuah acara.
“Sekitar tahun 2016 sampai 2018, saya pernah membawakan lagu Bagai Ranting yang Kering ciptaan Bapak Yoni Dores dalam sebuah acara pernikahan di Subang. Lagu itu saya bawakan atas permintaan penyelenggara,” kata Lesti Kejora di hadapan majelis hakim.
Menurut Lesti, video penampilannya diunggah oleh pihak lain ke media sosial dan YouTube, lengkap dengan foto dirinya sebagai thumbnail. Dia mengaku tidak tahu-menahu soal pengunggahan tersebut.
Namun, delapan tahun kemudian, tepatnya 1 Maret 2025, Lesti tiba-tiba menerima surat somasi dari pihak pencipta lagu.
“Saya dituding telah mempertunjukkan karya tersebut tanpa izin dari pencipta, dan disebut melakukan pelanggaran pidana hak cipta,” ungkap ibu dua anak tersebut.
Tak berhenti di situ, pada 18 Mei 2025, Lesti mendapat kabar bahwa sang pencipta lagu telah membuat laporan ke Polda Metro Jaya atas dugaan pelanggaran hak cipta.
“Sebagai penyanyi profesional, saya sering diundang ke berbagai acara, dan lagu-lagu yang saya bawakan itu atas permintaan klien atau penyelenggara. Bahkan, kadang daftar lagu berubah secara spontan di lokasi,” jelasnya.
Menurut Lesti, dirinya tidak pernah mendapatkan keuntungan komersial dari penggunaan lagu tersebut selain bayaran atas jasanya sebagai penyanyi.
“Somasi dan laporan pidana ini adalah bukti nyata bahwa ada kekaburan norma dalam Undang-Undang Hak Cipta, khususnya dalam hal posisi pelaku pertunjukan seperti saya,” tegasnya.
Penyanyi 26 tahun ini menilai ancaman pidana sepihak dari pencipta lagu bisa berdampak buruk terhadap citra dan karier penyanyi.
“Laporan ini sampai sekarang masih menggantung. Di media saya dengar akan dipanggil sebagai saksi dalam perkara pelanggaran hak cipta, tapi belum ada kejelasan,” lanjut Lesti.
Menutup kesaksiannya, Lesti menyampaikan bahwa dirinya juga memiliki lagu ciptaan sendiri.
Namun dia berharap UU Hak Cipta bisa lebih melindungi semua pihak dalam ekosistem musik, termasuk pelaku pertunjukan seperti dirinya.
Sebagai informasi, kisruh ini bermula dari perseteruan penyanyi dan pencipta lagu tentang royalti dan hak cipta.
Ini lanyaran ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang dianggap tidak memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi pelaku pertunjukan, khususnya penyanyi.
Sejumlah pasal dalam UU tersebut dinilai multitafsir, terutama terkait izin penggunaan lagu dan tanggung jawab hukum saat lagu dinyanyikan dalam pertunjukan publik.
Ketidakjelasan ini berpotensi menyeret penyanyi ke ranah pidana, padahal mereka hanya tampil atas permintaan penyelenggara acara tanpa niat atau keuntungan dari eksploitasi karya cipta.
Merasa dirugikan, puluhan musisi yang tergabung dalam gerakan Vibrasi Suara Indonesia (VISI) mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi.
Mereka menggugat lima pasal dalam UU Hak Cipta yang dinilai memberi celah kriminalisasi terhadap penyanyi.
Para pemohon, termasuk Lesti Kejora dan Sammy Simorangkir, berharap Mahkamah memberikan tafsir yang lebih adil dan melindungi posisi penyanyi sebagai pelaku pertunjukan, bukan sebagai pelaku pelanggaran hak cipta.