Di setiap kecelakaan besar dalam dunia penerbangan modern, tidak ada jawaban tunggal.
Ceknricek.com–Saat pesawat Boeing 787-8 Dreamliner milik Air India jatuh dengan status total loss dalam penerbangan AI171, dunia kembali terguncang. Belum lagi serpihan reruntuhan selesai diidentifikasi, media sosial dan grup diskusi sudah riuh: dari isu kursi pilot yang melorot, kesalahan prosedur flaps, hingga kemunculan RAT (Ram Air Turbine) sebagai bukti kegagalan sistem. Publik pun tergoda pada satu pertanyaan sederhana: apa yang sebenarnya terjadi?
Namun seperti setiap kecelakaan besar dalam dunia penerbangan modern, tidak ada jawaban tunggal. Tidak ada satu aktor yang bisa dituding. Tak satu bagian pun berdiri sendiri. Justru di situlah letak pentingnya memandang tragedi ini bukan dari siapa yang salah, tetapi bagaimana semua sistem bisa gagal bersamaan. Dan untuk itu, dunia keselamatan penerbangan mengandalkan Swiss Cheese Model dari James Reason sebagai pisau analisis paling tajam.
Mengapa Swiss Cheese?
Dalam model ini, sistem keselamatan ibarat tumpukan lapisan keju Swiss masing-masing mewakili pertahanan: mulai dari teknologi, awak, pelatihan, regulasi, hingga budaya organisasi. Masing-masing lapisan memiliki lubang, yaitu titik lemah yang bisa saja tidak berbahaya jika berdiri sendiri. Tapi ketika lubang-lubang itu sejajar, bencana menjadi keniscayaan. Kecelakaan AI171, jika dibaca dengan lensa ini, bukanlah hasil dari satu kesalahan fatal, melainkan kombinasi dari serangkaian celah yang gagal tersaring.
Lapisan 1: Teknologi yang Gagal Berfungsi Total
Kemunculan RAT, sistem baling-baling kecil yang muncul saat seluruh daya pesawat hilang, menjadi titik awal analisis. RAT tidak muncul dalam situasi normal. Ia hanya aktif jika sistem kelistrikan utama dan cadangan lumpuh. Tapi di balik RAT, ada pertanyaan lebih mendalam: mengapa dua sistem daya utama bisa hilang bersamaan? Apakah ada pemicu internal dalam power distribution system, atau justru kegagalan akibat konfigurasi elektrikal pesawat generasi baru seperti 787?
Kita tahu, Dreamliner adalah pesawat dengan sistem more-electric. Artinya, lebih banyak komponen yang tergantung pada sistem listrik, dibanding pesawat konvensional. Jika sistem utama gagal, efek domino bisa terjadi lebih cepat. Namun, apakah awak diberi cukup waktu dan informasi oleh sistem untuk merespons?
Lapisan 2: Awak dan Human Factor
Spekulasi tentang kursi pilot yang melorot mungkin terdengar sepele. Tapi dalam konteks ergonomics dan human factors, hal ini sangat serius. Posisi duduk menentukan jangkauan tangan terhadap kontrol. Dalam skenario darurat, kesalahan kecil bisa membawa dampak besar.
Belum lagi faktor decision-making under pressure. Apakah pelatihan simulator untuk skenario total electrical failure pernah benar-benar dilakukan oleh kru AI171? Jika tidak, situational awareness mereka bisa sangat terganggu. Kita tidak sedang berbicara soal ketidakmampuan, tapi tentang keterbatasan manusia dalam menghadapi sistem kompleks yang mendadak menjadi gelap.
Lapisan 3: Organisasi dan Budaya Keselamatan
Budaya organisasi seringkali luput dari sorotan publik, padahal inilah lapisan pertahanan yang paling sering bocor tanpa disadari. Apakah manajemen Air India terlalu fokus pada ketepatan jadwal hingga mengabaikan indikator teknis kecil? Bagaimana sistem pelaporan maintenance anomalies berjalan? Apakah ada tekanan untuk melanjutkan penerbangan meski ada tanda-tanda sistem tidak stabil?
Di banyak kasus sebelumnya dari Lion Air JT610 hingga Spanair JK5022 terungkap bahwa “kesalahan kecil yang ditoleransi berulang kali” adalah bom waktu. Budaya keselamatan yang tidak jujur, atau yang terlalu percaya pada sistem otomatis, adalah salah satu lubang terbesar dalam keju Swiss keselamatan penerbangan.
Lapisan 4: Regulator dan Sertifikasi
Regulasi di balik layar juga tak bisa diabaikan. Apakah DGCA India telah mengeluarkan Airworthiness Directive (AD) terkait anomali sistem Boeing 787? Apakah FAA atau EASA sudah mengeluarkan buletin teknis (SB) yang ditindaklanjuti? Dan bagaimana dengan audit keselamatan rutin terhadap maskapai?
Kita harus bertanya: apakah sistem pengawasan berfungsi atau justru tertidur?
Menuju Investigasi yang Tidak Tergesa
Penting untuk dicatat bahwa investigasi resmi bukanlah perburuan kambing hitam. Ia bukan sidang dakwaan. Investigasi adalah upaya sistematis untuk mencegah tragedi serupa, bukan untuk menyalahkan. Oleh karena itu, laporan akhir yang akan dirilis oleh AAIB India dengan kolaborasi NTSB, Boeing, dan FAA harus diberi ruang untuk bekerja secara mendalam, tanpa tekanan opini publik yang tergesa.
Dan inilah kenapa Swiss Cheese Model menjadi penting: karena ia memaksa kita melihat sistem secara holistik. Karena tragedi di udara tidak pernah lahir dari satu kesalahan, melainkan dari “perfect alignment of multiple failures.”
Belajar dari Langit
Dari setiap reruntuhan, keselamatan udara modern tumbuh. Tapi hanya jika kita cukup jujur untuk menelaahnya. Kita, sebagai masyarakat pengguna jasa penerbangan, punya peran untuk menjaga narasi tetap sehat. Bukan dengan menyebar spekulasi, tapi dengan bersabar menunggu kebenaran yang ditopang data dan akurasi.
Langit tetap akan menjadi tempat kita menggantungkan mimpi dan perjalanan. Tapi hanya bila kita memastikan bahwa lubang-lubang dalam keju sistem kita tertutup satu demi satu.
Referensi:
- Reason, J. (1990). Human Error
- ICAO Annex 13
- FAA & NTSB Publications
- Boeing Safety Reports
- DGCA India & AAIB Investigation Frameworks