Ceknricek.com. Dari sebuah diskusi antara para tetua adat masyarakat suku Sasak, akhirnya bisa dipastikan bahwa perayaan adat Bau Nyale ditetapkan pada tanggal 20 Februari 2019.
Penentuan tanggal datangnya tradisi Bau Nyale tidak bisa sembarangan, karena harus disesuaikan dengan tanggal di mana peristiwa itu diyakini muncul pertama kali. Perayaan itu konon berkaitan erat dengan tragedi bunuh diri seorang putri raja, bernama Putri Mandalika.
Penentuan tanggal juga berkaitan erat dengan momentum kemunculan jutaan cacing laut di permukaan pantai, karena cacing-cacing itu tidak akan muncul di waktu-waktu yang lain. Kalaupun ada yang keluar, paling hanya beberapa ekor saja.
Lantas, siapakah Putri Mandalika? Dikutip dari berbagai sumber, dia adalah putri dari Raja Tonjang Beru dan Dewi Seranting. Raja ini terkenal karena kebijaksanaannya sehingga rakyat sangat mencintainya karena mereka hidup makmur.
Sampai pada suatu ketika, putri dari sang raja yang diberi nama Mandalika semakin dewasa, muncullah kekacauan. Banyak pria dari negeri seberang yang terpikat dan ingin melamar. Sampai-sampai terjadi kekacauan karena para pria itu bersaing untuk mendapatkan Mandalika.
Melihat hal ini Mandalika bukannya senang. Dia justru bingung hingga akhirnya memutuskan untuk bunuh diri, dengan terjun ke laut, dan di waktu bersamaan muncullah jutaan cacing laut. Warga yang mengetahui hal ini berusaha mengambil cacing-cacing itu, karena meyakini bisa mendatangkan berkah.
Karena dianggap sebaai peristiwa mistis, serangkaian ritual digelar warga Lombok jelang datangnya momen Bau Nyale. Mereka akan memotong ayam untuk dibuat selamatan. Doa-doa dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta arwah para leluhur, agar berkah dan keselamatan senantiasa menaungi mereka, hingga di tahun yang akan datang.
Atraksi Perisaian
Tak hanya menggelar selamatan, tradisi ritual lain biasanya juga akan digelar, yaitu atraksi perisaian. Atraksi hanya diadakan untuk tujuan tertentu yang bersifat ritual. Di dalamnya menampilkan dua orang pria saling berhadapan sambil membawa cambuk rotan dan tameng anyaman bambu. Mereka akan saling serang hingga kadang sampai berdarah-darah.
Darah yang menetes ke bumi dalam atraksi ini diyakini mengandung kekuatan doa agar alam semesta senantiasa memberikan berkah kesuburan, yang biasanya terwujud dengan datangnya hujan deras, sehingga bisa memberi pengairan pada hamparan tanah ladang dan persawahan.
Perisaian kerap dikategorikan sebagai ritual pemanggil hujan. Dalam tradisi Bau Nyale, atraksi perisaian tak lepas dari upaya untuk memanggil hujan di malam jelang puncak perayaan. Momen keluarnya cacing-cacing laut ini akan selalu diawali dengan sebuah peristiwa alam tertentu.
Sebelum nyale keluar, biasanya turun hujan deras di malam hari. Pada hari keempat setelah purnama atau malam menjelang nyale keluar, hujan reda, lalu berganti hujan rintik dan air laut menjadi tenang. Selanjutnya pada malam hari nyale mulai menampakkan diri.
Di saat matahari mulai terbit, nyale berangsur-angsur menghilang dari permukaan laut dan seolah hilang ditelan bumi. Kalaupun ada hanya akan tersisa beberapa ekor, yang mana itupun tersamar di sela-sela batuan karang.
Karena itulah, peristiwa yang hanya terjadi dalam semalam itu akan dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para warga. Mereka berburu nyale dengan berbagai peralatan seadanya. Mereka berusaha mendapatkan nyale sebanyak-banyaknya, untuk kemudian dijadikan sebagai campuran pupuk tanaman.
Tak hanya dipakai untuk pupuk, sebagian orang justru memakannya dengan mengola menjadi berbagai masakan. Kandungan protein yang tinggi pada nyale diyakini bisa membuat binatang ini sebagai salah satu metode terapi.
…
Untuk Iklan dan Partnership:
Whatsapp: 0816710450