Dalam ingatan saya, ada tiga nama Nasution yang menyita perhatian publik. Siapa saja mereka?
Penulis: Nuim Khaiyath
Ceknricek.com–Konon dalam budaya Mandailing, Tapanuli Selatan, marga Nasution adalah yang berkedudukan paling tinggi. Disusul Lubis (?) dan seterusnya.
Barangkali nama Nasution yang paling “harum” adalah yang disandang Abdul Haris Nasution, tokoh yang pernah menjadi Jenderal termuda dalam Tentara Nasional Indonesia.
Sayang Almarhum kemudian dianggap terlalu “lempang”. Bahkan ada yang kemudian menganggapnya laksana tokoh Hamlet dalam karya pujangga luar biasa umat manusia, William Shakespeare dari Inggris.
Dalam karya itu pengarang William Shakespeare menampilkan Pangeran Hamlet sebagai seseorang yang tidak sanggup atau berani dengan tegas mengambil keputusan.
Hamlet kemudian dikenal (diejek?) karena ungkapannya yang menjadi sangat mashur dalam solilokui – monolog dalam drama yang diucapkan oleh seorang tokoh ketika ia sedang sendirian, yang berfungsi untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, konflik batin, atau memberikan informasi penting kepada penonton atau pembaca (KBBI).
Berikut aslinya dalam bahasa Inggris yang dipersembahkan Shakespeare kepada umat Manusia:
“To be, or not to be, that is the question,
Whether ‘tis nobler in the mind to suffer
The slings and arrows of outrageous fortune,
Or to take arms against a sea of troubles,
And by opposing end them?”
Artinya (kemungkinan):
“Soalnya adalah hidup atau mati,
Apakah lebih mulia dalam pikiran untuk menanggungkan
Segala sengatan dan tusukan anak panah gegara nasib yang nahas
Atau angkat senjata melawan kesulitan yang begitu menggunung
Dan dengan melawan, menyelesaikan masalah itu?
Begitulah kira-kira (konon) buah si malakama yang pernah dihadapi Pangeran Hamlet.
Hubungannya dengan Alm. Jenderal Abdul Haris Nasution?
Dalam beberapa kesempatan, begitu menurut pandangan sementara kalangan, pada hakikatnya sang Jenderal punya kesempatan untuk mengambil alih pimpinan negara ketika yang berkuasa adalah Presiden pertama Bung Karno (alm).
Namun Alm. Jenderal Nasution tetap pada pendiriannya yang kukuh dan terus mengabdi sebagai prajurit yang ta’at.
Suatu ketika dalam tahun 1993, saya pernah diterima beliau di kediaman keluarga Pak Jenderal (yang waktu itu sudah purnawirawan) di Jalan Teuku Umar.
Kami berbincang panjang lebar (saya lebih banyak bertanya dan beliau menjelaskan) tentang keadaan di Indonesia dan kekecewaannya terhadap pimpinan nasional waktu itu Jenderal Suharto.
Meski pernah nyaris jadi mangsa kebuasan para pelaku Gerakan 30 September 1965, Pak Nas (begitu alm. akrab dipanggil) tetap memegang prinsip “harus sesuai dengan hukum”.
Saya kemukakan “bukankah ketika Pak Nas mengantarkan puteri tercinta yang menjadi salah seorang korban kebuasan PKI dalam Peristiwa G-30-S, Ade Irma Suryani, ke liang lahad, simpati hampir segenap rakyat Indonesia waktu itu berada di pihak Pak Nas? Kenapa Pak Nas tidak memanfaatkan peluang itu untuk mengumumkan kepada seluruh rakyat di Nusantara bahwa keadaan di Tanah Air tidak sedang tidak baik-baik saja dan bahwa Pak Nas harus, demi kesejahteraan Nusa dan Bangsa, mengambil alih pimpinan negara yang waktu itu masih di tangan Presiden Soekarno?”
“Karena itu sama saja dengan kudeta, merebut kekuasaan yang melawan hukum!” begitu beliau dengan tegas seakan ingin menegur saya karena berani menyampaikan hal seperti itu.
“Tapi ‘kan Pak Harto kemudian melakukan hal itu, melalui Super Semar?” kata saya seolah hendak membela diri.
“Itu urusan dialah!” kata Pas Nas dengan tegas.
Saya terdiam dan pembicaraan kami beralih ke persoalan-persoalan lain yang Insya Allah suatu waktu kelak akan saya ungkapkan.
Percakapan itu masih terpatri jelas dalam ingatan saya, membawa nuansa keikhlasan dan kejujuran yang langka saya temukan dari seorang tokoh besar bangsa. Dari cara beliau berbicara, terpancar keyakinan bahwa kekuasaan bukanlah tujuan akhir, melainkan amanat yang harus dilandasi oleh hukum dan moral. Saya dapat merasakan beratnya perjalanan hidup Pak Nas yang tetap setia pada sumpah prajurit meski badai godaan kekuasaan berkali-kali datang menerpa.
Setelah obrolan itu, saya merenungkan betapa teguhnya beliau menjaga integritas, bahkan ketika sejarah memberi ruang untuk bertindak lebih jauh. Dalam benak saya, Pak Nas adalah sosok yang memilih jalan sunyi, menempatkan kepentingan bangsa di atas ambisi pribadi, dan tetap menjadi teladan bagi siapa saja yang mengerti arti pengabdian.
Habib Nasution
Nasution yang juga pernah mashur di Indonesia adalah perenang Habib Nasution yang sempat mewakili Indonesia dalam Olimpiade Melbourne, Australia, 1956.
Waktu itu “Raja” renang nomor 100 meter gaya bebas putera di Indonesia itu tidak ada tolok bandingnya, meski dalam kiprahnya di luar negeri beliau tidak berhasil mengharumkan nama Nusa dan Bangsa.
Namun itu bukanlah suatu cacat.
Ia kalah dengan terhormat dan pernah diketahui melakukan hal-hal yang hina dalam karirnya.
Zakaria Nasution
Anak Medan bernama Nasution lainnya yang pernah sangat dekat dengan saya adalah Zakaria Nasution, sehari-hari dikenal dengan julukan Si Ucik.
Kedekatan kami adalah gegara bermukim “hampir” sekampung (Gang Bengkok, Keluarga Si Ucik tinggal di dekat Kesawan Kawasan elit di Medan masa lalu).
Si Ucik juga perenang untuk nomor 1500 meter gaya bebas. Dan merupakan juara untuk nomor itu yang bertahan cukup lama. Dia juga pernah mewakili Indonesia dalam Olimpiade Roma.
Kedekatan kami?
Saya waktu itu Ketua Persatuan Renang Indonesia Medan (PRIM) dan Sekretaris Umum (waktu itu belum dikenal Sekretaris Jenderal) Persatuan Renang Seluruh Indonesia, PRSI, cabang Sumatera Utara.
Dan sampai akhir hayatnya Si Ucik, meski jago renang dan sebagaimana halnya dengan Habib Nasution, terkenal di seluruh Indonesia, namun tidak pernah melakukan perbuatan yang cacat hukum mau pun yang cacat akhlaq atau pun yang boleh diberi predikat tercela.
Baik Habib NASUTION mau pun Zakaria NASUTION, mencapai prestasi mereka dengan daya upaya dari pintu depan, bukan lewat pintu belakang atau bawah meja. Mereka memang mampu dan sangat berhak menduduki singgasana renang untuk tingkatan Tanah Air Indonesia, semata-mata berkat kemampuan sejati mereka dan dengan sejujur-jujurnya.
Apakah ada orang terkenal bernama NASUTION di Medan yang saya lupa menyebutnya?
Harap dimaafkan!