Close Menu
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
Tentang Kami Kontak Kami
  • APP STORE
  • GOOGLE PLAY
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
CEK&RICEKCEK&RICEK
Trending:
  • Miris! Anak Jackie Chan Jadi Tunawisma di Kanada
  • Fakta-Fakta Menarik Ozzy Osbourne
  • Negeri Para Meteor: Amburadulnya Republik dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
  • Adakah Korupsi Rp 1,25 Triliun di ASDP?
  • Ketenangan di Tengah Kehidupan Sehari-hari
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
Home»Opini
Opini

Negeri Para Meteor: Amburadulnya Republik dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Juli 23, 20255 Mins Read
Foto: Istimewa

Dalam sistem yang sehat, seseorang akan dihormati karena menjalankan perannya dengan baik.

Oleh: Chappy Hakim

Ceknricek.com–Dalam beberapa dekade terakhir, negeri ini semakin menampakkan wajah muramnya. Bukan karena kurang sumber daya atau kekayaan alam yang tak memadai, bukan pula karena kekurangan orang cerdas atau tenaga kerja.

Negeri ini tampak amburadul karena satu sebab yang sangat mendasar: rusaknya moral dan mental para elit. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) telah menjelma menjadi ekosistem yang mapan dan mengakar dalam struktur kekuasaan. Mereka tidak lagi menjadi praktik menyimpang, melainkan justru telah menjadi bagian dari sistem yang bekerja dalam keseharian pemerintahan.

Kita menyaksikan bagaimana para pejabat tinggi negara, dari kementerian hingga lembaga legislatif, silih berganti tersandung kasus korupsi. Laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga-lembaga pengawas lainnya hampir setiap tahun memuat daftar panjang nama-nama pejabat yang masuk bui.

Ironisnya, banyak dari mereka yang sebelumnya lantang bicara tentang pemberantasan korupsi, tampil bersih di depan media, namun ternyata sama busuknya di belakang layar.

Kepala daerah tidak sedikit yang justru menjadikan jabatan sebagai alat memperkaya keluarga dan kroninya. Posisi penting di dalam birokrasi dibagi-bagi seperti warisan, bukan berdasarkan kompetensi melainkan kedekatan darah atau loyalitas politik.

Di lembaga legislatif pun kondisinya tak kalah memprihatinkan. Oknum-oknum anggota DPR yang mestinya menjadi wakil rakyat justru memperdagangkan pengaruh dan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi. Dari skandal suap proyek, intervensi anggaran, hingga jual beli pasal dalam pembahasan undang-undang, semuanya menjadi cermin kebobrokan sistem yang tak lagi memihak pada rakyat.

Apa yang menjadi akar dari semua ini? Salah satu penyebab utamanya adalah pandangan sempit para elit politik yang hanya berkutat pada visi lima tahunan. Mereka berpikir dalam siklus kekuasaan, bukan dalam kerangka pembangunan bangsa yang berkelanjutan.

Setiap kali pergantian kepemimpinan, orientasi pembangunan berubah. Program-program nasional diputus semata karena tidak berasal dari kelompoknya. Yang lebih parah, setiap kekuasaan baru justru sibuk merombak sistem demi memuaskan ambisi dan kepentingan kelompoknya sendiri.

Tidak ada kontinuitas, tidak ada arah besar, dan tidak ada visi Indonesia dalam 30 atau 50 tahun ke depan.

Di tengah kekacauan itu, premanisme merajalela. Bukan hanya di jalanan, tetapi juga merasuk ke dalam sistem kekuasaan. Preman politik, preman hukum, preman ekonomi semuanya bersinergi dalam satu jaringan gelap yang menjamin keberlangsungan korupsi.

Di pengadilan, calo perkara menjadi aktor penting dalam “memainkan” nasib seseorang. Di tingkat daerah, para preman lokal menjadi “mitra” penguasa dalam mengamankan proyek dan suara. Ini adalah wajah gelap negara yang secara formal tampak demokratis, namun dalam praktiknya sangat feodal dan penuh kekerasan.

Jika kita meminjam teori tata surya, keteraturan dan keindahan kosmos terjadi karena setiap benda langit berada dalam orbitnya masing-masing. Matahari tidak mencoba menjadi bulan. Bumi tidak ikut mencampuri urusan Jupiter. Segalanya berjalan secara teratur, penuh disiplin, dan dengan harmoni.

Namun negeri ini justru dipenuhi oleh “meteor” aktor-aktor yang tak tahu posisi dan perannya. Mereka melanggar garis orbit, bertabrakan satu sama lain, dan merusak tatanan yang seharusnya terjaga.

Para pejabat yang seharusnya memikirkan kebijakan luar negeri sibuk memburu proyek infrastruktur lokal. Politisi yang semestinya merumuskan undang-undang malah mengatur tender pengadaan barang. Bahkan aparat penegak hukum pun terlibat dalam jual beli perkara.

Tidak itu saja, TNI Polri pun belakangan ini ditugaskan untuk bertani menanam jagung dan lain lain yang bukan menjadi tugas pokoknya. Semua seakan sibuk mengurus hal yang bukan tugasnya, karena di situ ada uang, ada kekuasaan, dan ada peluang.

Dalam sistem yang sehat, seseorang akan dihormati karena menjalankan perannya dengan baik. Dalam sistem yang amburadul, tampaknya orang justru dihargai karena berhasil merebut peran orang lain.

Maka tidak heran bila negeri ini tidak pernah benar-benar stabil. Setiap lima tahun adalah siklus kehebohan baru. Setiap pemilu adalah perang antar elite yang haus kekuasaan, bukan kontestasi gagasan. Demokrasi berubah menjadi industri politik yang memperjualbelikan suara rakyat.

Dalam kondisi seperti ini, tidak mungkin ada pembangunan jangka panjang. Tidak mungkin ada inovasi kebijakan. Yang ada hanyalah transaksi politik, pamer kekuatan, dan rebutan posisi.

Apa yang dibutuhkan bangsa ini bukanlah sekadar regenerasi politik, tetapi juga revolusi moral. Kita butuh elit-elit yang visioner, yang tidak hanya memikirkan lima tahun ke depan, tetapi 50 tahun ke depan. Kita butuh pemimpin yang mengerti bahwa kekuasaan adalah amanah,bukan alat untuk memperkaya diri dan kelompoknya.

Dan yang paling penting, kita butuh masyarakat yang cerdas dan berani berkata tidak kepada sistem yang busuk. Tanpa itu semua, negeri ini akan terus seperti meteor yang liar berkilau sejenak, lalu hancur, membakar dirinya sendiri dan merusak segala yang ada di sekitarnya.

Harapan kedepan juga terlihat cukup suram, harapan para elit untuk memikirkan nasib akar rumput , terpupus habis dari penampilan sehari hari yang nampak menyolok mata di jalan raya.

Mereka menembus kemacetan dengan sewenang wenang, menggunakan aparat dengan peralatan ”ngoeng ngoeng” untuk memaksa semua kendaraan untuk minggir karena mereka mau lewat dengan aman dan lancar. Alangkah egoisnya para elit ini. Kemana mereka yang tertindas untuk datang mengadu ?

Referensi (Opsional):

  1. Robert Klitgaard. Controlling Corruption. University of California Press, 1988.
  2. Chai, Sun-Ki. Choosing an Identity: A General Model of Preference and Belief Formation. University of Michigan Press, 2001.
  3. Transparency International Indonesia Reports (2022–2024).
  4. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan Tahunan dan Data Penindakan Korupsi

Penulis: Chappy Hakim

Editor: Ariful Hakim

#Negeri Indonesia kasuskorupsi tatasurya
Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp

Related Posts

Adakah Korupsi Rp 1,25 Triliun di ASDP?

Ketenangan di Tengah Kehidupan Sehari-hari

Impor GMO, Impor Penyakit

Mas Menteri Core Team

Hati-Hati dengan Gajah Putih

Kedaulatan Negara di Udara dan Ilmu Politik

Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply


Sedang Tren

Miris! Anak Jackie Chan Jadi Tunawisma di Kanada

Etta Ng, anak dari aktor legendaris Jackie Chan dan mantan Miss Asia Elaine Ng, kini dikabarkan hidup sebagai tunawisma di Kanada.

Fakta-Fakta Menarik Ozzy Osbourne

Juli 23, 2025

Negeri Para Meteor: Amburadulnya Republik dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Juli 23, 2025

Adakah Korupsi Rp 1,25 Triliun di ASDP?

Juli 23, 2025

Ketenangan di Tengah Kehidupan Sehari-hari

Juli 23, 2025

Ternyata Aktor Zhang Yiyang Telah Dieksekusi Mati

Juli 23, 2025

Netflix Umumkan “All of Us Are Dead” Musim Kedua Mulai Diproduksi

Juli 23, 2025

Dicibir Bangkrut, Sule Mengaku Tidak Masalah

Juli 23, 2025
logo

Graha C&R, Jalan Penyelesaian Tomang IV Blok 85/21, Kav DKI Meruya Ilir, Jakarta Barat. redaksi@ceknricek.com | (021) 5859328

CEK & RICEK
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
575/DP-Verifikasi/K/X/2020

Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
© 2017-2025 Ceknricek.com Company. All rights reserved.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.