Close Menu
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
Tentang Kami Kontak Kami
  • APP STORE
  • GOOGLE PLAY
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
CEK&RICEKCEK&RICEK
Trending:
  • Atiek CB Taklukkan Puncak Gunung Rinjani di Usia 62 Tahun
  • Aespa Akan Rilis Album Baru pada September 2025
  • Resmi! Luka Modric Gabung AC Milan
  • Pilkada Gado-Gado
  • Kuatnya MRC Selama ini Karena Diduga Dibekingi Jokowi
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
Home»Opini
Opini

Pancasila…Ramai Dibicarakan, Sepi Diterapkan!

Juni 1, 20225 Mins Read

Ceknricek.com–Setiap menjelang dan pada hari lahirnya Pancasila, 1 Juni, di seluruh penjuru Tanahair Pancasila ramai dibahas, dibicarakan, dan diseminarkan. Badan yang mengurusi pernak pernik seputar masalah Pancasila pun, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), extra dibentuk atas nama negara. Selanjutnya, Pancasila pun dengan perwajahan kosmetika yang indah, ditampilkan di atas panggung kehidupan berbangsa dan bernegara lewat berbagai perhelatan seremonial yang begitu marak memukau.

Pendek kata, menjelang 1 Juni dan di hari H perayaan kelahiran Pancasila ini, ia disanjung, dipuja, dan menjadi primadona dan tema sentral setiap pembicaraan maupun pidato para pemimpin lewat sejumlah retorika politik seputar Pancasila. Tapi ada satu hal yang mengagumkan, seluruh perhelatan selalu saja berakhir dengan hasil yang konsisten, sama! Yakni; dikurungnya Pancasila di dalam sangkar emas sebagai hiasan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sangat disakralkan.

Saking suksesnya pensakralan Pancasila yang dikurung rapih dalam sebuah sangkar emas poitik kekuasaan, Pancasila pun menjadi tak tersentuh dan terjamah. Apalagi tumbuh hidup dan berkembang dalam kehidupan rakyat sehari-hari. Kewajiban yang ditekankan oleh para pemimpin kepada rakyatnya hanyalah menghafal dan lancar melafal Pancasila secara tekstual. Oleh karenanya dalam kerangka kontekstual, kehidupan keseharian kita sebagai bangsa berjalan dalam banyak hal tak sejalan dengan apa yang diamanatkan oleh setiap sila dari kelima sila sebagai pandangan hidup kita sebagai bangsa.

Salah satu penyebab utama mungkin karena hingga hari ini belum ada cara yang ditawarkan oleh para pemimpin kita; bagaimana cara menumbuhkembangkan Pancasila di atas tanah yang sepenuhnya disuburkan oleh Liberalisme, Individualisme, dan Kapitalisme. Menumbuhkembangkan Pancasila dalam kenyataan yang paradoksal ini, sama saja seperti memaksa rakyat untuk mempercayai bahwa di atas gurun pasir sangat bisa di sana ditumbuh-kembangkan pohon-pohon pisang yang subur. Jawaban pastinya tentu: impossible alias sing mboten-mboten mawon.

Dalam kaitan ini, agar kita sebagai bangsa tidak terperosok jauh ke dalam kehidupan yang dipenuhi oleh kaum munafikun, Pancasila dalam Praktek sebagaimana yang diajarkan dan diamantkan oleh para pendiri Republik, perlu dijabarkan operasionalisasinya dalam kehidupan nyata rakyat sehari-hari. Pertama yang harus dilakukan, para pemimpin harus siap hadir sebagai kelompok manusia panutan dan percontohan. Mereka perlu dan wajib tampil di barisan paling depan. Para pemimpin yang di sakunya tidak selalu menyimpan kalkulator politik dan ekonomi yang orientasinya melulu soal untung rugi politik-ekonomi (saya, kelompok kami, untung apa..dapet apa?). Selanjutnya, hadirkan pemimpin yang jauh dari feodalisme maupun gaya populis yang pada dasarnya melulu hanya untuk memenangkan pencitraan.

Kecenderungan seremonial dalam pemasyarakatan Pancasila niscaya berujung pada formalisme semata. Apalagi jika diserahkan penuh kepada pendekatan formal birokratis, yang melulu dilakukan oleh para birokrat hanya sekedar untuk memenuhi dalih penyerapan anggaran oleh masing-masing instansi. Kecenderungan seremonial dan formalisme ini pada ujungnya hanya melahirkan keterjebakan menuju Pancasila Sloganistik.

Ketiadaan panutan dalam tokoh masyarakat yang mampu menggambarkan sosok Pancasilais yang mendekati idealisme bangsa dan negara, membuat Implementasi Pancasila seakan kehilangan leidstar (bintang penunjuk). Ketiadaan panutan ini pula yang menciptakan kebingungan dan disorientasi dalam pemahaman Pancasila. Apalagi kemudian Pancasila dimaknai seakan hanya milik kelompok masyarakat tertentu, partai tertentu, keluarga tertentu.

Klaim kepemilikan atas Pancasila ini kian ruwet, karena pada saat yang bersamaan terasakan ada upaya proxy yang sejak rezim Orde Baru berupaya membenturkan dan saling meniadakan dalam tafsir menafsir Pancasila. Proxy itu pula yang melahirkan seolah ada 3 tafsir utama Pancasila. Yaitu pertama versi 1 Juni 1945, yang berbeda dengan versi 22 Juni 1945. Kedua versi inipun dianggap tidak murni bahkan dinyatakan bertentangan dengan versi 18 Agustus 1945. Padahal secara time line ketiganya muncul secara dialektis, berurutan dan saling melengkapi satu sama lain, sesuai genekologi asal muasal perumusan Pancasila.

Lebih cilaka lagi dinamik simbol kekuatan aspiratif politik, seolah 1 Juni itu hanya Pancasilanya Sukarnois, 22 Juni juga hanya Pancasilanya Islamis, 18 Agustus seolah mutlak Pancasilanya Soehartois alias Orbais. Padahal Pidato Sukarno 1 Juni 1945, Perumusan 22 Juni 1945 oleh Panitia 9 yang dipimpin Sukarno, dan Perumusan final 18 Agustus 1945 dalam Pembukaan UUD 1945 harus dibaca dalam satu tarikan nafas yang sama.

Tarikan nafas yang mampu menjernihkan pemahaman filosofis atas Pancasila, agar jangan ditilik dari perspektif kepentingan politis sesaat yang bisa berujung kepada disorientasi. Sebagaimana disorientasi yang direkayasa oleh sejarahwan militer Orde Baru dengan menciptakan hoax bahwa ada dua orang lagi penggali Pancasila yang berpidato di BPUPK sebelum Sukarno. Yaitu Soepomo dan Mohamad Yamin. Dengan maksud bisa menggusur posisi pidato 1 Juni 1945 Sukarno.

Hoax politik sejarah ini, ternyata cukup efektif. De-sukarnoisme berjalan mulus dan rakyat bangsa Indonesia sampai saat ini terus berkutat dalam polemik dan debat soal Pancasila di berbagai seminar dan perhelatan akademis. Pancasila dalam wacana, Pancasila dalam berbagai perdebatan, Pancasila dalam hiruk pikuk perayaan seremonial, marak menggelora. Terus berlanjut walau miskin substansi karena tanpa perwujudan nyata dalam kehidupan sehari-hari perilaku manusia Indonesia.

Para pemimpinnya riang ber-Pancasila ria, dan rakyatnya pun larut dalam keseolah-olahan telah menjalankan kehidupan di atas relnya Pancasila (1 juni) sebagai pandangan hidup bangsa. Yang berWestern ria merasa sudah berPancasila, begitu pun yang sedang mabuk berArab ria. Berjalan tanpa beban perasaan bersalah berada di jalur dan pemahaman dan penjiwaan yang salah! Karena dituntun oleh situasi dan kondisi yang memang serba salah. Sebuah hasil akhir ketika bangunan Pancasila hari ini, fondasinya nyata-nyata salah dan teramat salah: Liberalisme, Individualisme, dan Kapitalisme.

Masih mau terus berlanjut dan dilanjutkan? Sebaiknya berhentilah mempermainkan Pancasila! Sudah saatnya masa berwacana dan berseremoni ria seputar Pancasila disudahi. Sebagai gantinya Pancasila dalam praktek bukakan pintu lebar-lebar agar hadir nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-hari. Ini lah salah satu cara menyudahi pembodohan, pemiskinan, dan ‘pandemi’ korupsi yang dimotori pejabat bermental korup dengan dukungan para Oligarki!

#Erros Djarot, budayawan, Ketua Umum Gerakan Bhinneka Nasionalis (GBN)

Penulis: Cek&Ricek.com

Editor: Cek&Ricek.com

#errosdjarot #Pancasila haripancasila
Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp

Related Posts

Pilkada Gado-Gado

Kuatnya MRC Selama ini Karena Diduga Dibekingi Jokowi

Sajak Empat Baris dalam Amplop Cokelat

Noda Sejarah yang Perlu Ditulis Ulang

Nasution yang Pernah Kukenal

Oleh Ahmadie Thaha

Korupsi Dibilang Rezeki

Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

Sedang Tren

Atiek CB Taklukkan Puncak Gunung Rinjani di Usia 62 Tahun

Ceknricek.com — Penyanyi legendaris Atiek CB kembali jadi sorotan publik. Di usianya yang menginjak 62…

Aespa Akan Rilis Album Baru pada September 2025

Juli 15, 2025

Resmi! Luka Modric Gabung AC Milan

Juli 15, 2025

Pilkada Gado-Gado

Juli 15, 2025

Kuatnya MRC Selama ini Karena Diduga Dibekingi Jokowi

Juli 15, 2025

Riza Chalid Dicekal ke Luar Negeri Usai Ditetapkan Jadi Tersangka

Juli 15, 2025

Prabowo Hadiri Peringatan Bastille Day 2025 di Paris

Juli 15, 2025

Sajak Empat Baris dalam Amplop Cokelat

Juli 15, 2025
logo

Graha C&R, Jalan Penyelesaian Tomang IV Blok 85/21, Kav DKI Meruya Ilir, Jakarta Barat. redaksi@ceknricek.com | (021) 5859328

CEK & RICEK
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
575/DP-Verifikasi/K/X/2020

Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
© 2017-2025 Ceknricek.com Company. All rights reserved.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.