Oleh Redaksi Ceknricek.com
03/17/2022, 11:21 WIB
Ceknricek.com-- Kremlin marah setelah Presiden AS Joe Biden menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai penjahat perang. Pernyataan Biden tersebut merupakan kecaman paling keras dari pejabat AS mana pun sejak perang di Ukraina dimulai tiga pekan lalu.
"Saya pikir dia adalah penjahat perang," kata Biden menjawab pertanyaan wartawan setelah memberikan pidato di Gedung Putih, sebagaimana dilansir CNN, Rabu (16/3/22).
Biden menyampaikan kecaman keras tersebut setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berpidato di depan Kongres AS melalui virtual. Kremlin dengan cepat menyerang balik melalui Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, sebagaimana dilansir CGTN. "Kami percaya retorika seperti itu tidak dapat diterima dan tidak dapat dimaafkan dari pihak kepala negara, yang bomnya telah menewaskan ratusan ribu orang di seluruh dunia," kata Peskov kepada kantor berita negara Rusia TASS.
Rusia melancarkan invasinya di Ukraina sejak 24 Februari hingga saat ini. Putin menyebut invasi tersebut sebagai mengumumkan operasi militer khusus. Sejak invasi dimulai, Rusia dan Ukraina telah mengadakan empat putaran pembicaraan damai dan pertemuan antara menteri luar negeri. Pada Rabu, Zelensky mengatakan bahwa negosiasi menjadi lebih realistis. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan proposal yang sedang dibahas mendekati kesepakatan.
Namun, pertempuran terus berlanjut di berbagai bagian Ukraina, seperti daerah dekat Kyiv dan kota selatan Mariupol. Dalam pidato virtual kepada Kongres AS pada Rabu, Zelensky kembali meminta Washington untuk memberlakukan zona larangan terbang di Ukraina.
Rusia pada Selasa (15/3/22) mengumumkan bahwa mereka akan menjatuhkan sanksi kepada Biden dan sejumlah pejabat senior AS lainnya termasuk Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, dan Kepala Staf Gabungan AS Mark Milley. Langkah itu merupakan balasan terhadap sanksi AS yang dijatuhkan kepada sejumlah pejabat senior Rusia, kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan.
Editor: Ariful Hakim