Ceknricek.com -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis nilai neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 mengalami defisit sebesar US$2,5 miliar. Angka ini disebabkan defisit sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar US$1,49 miliar dan US$1,01 miliar dolar AS.
Kepala BPS Suharyanto dalam paparan di Jakarta, Rabu (15/5), mengatakan pada April 2019, ekspor mencapai US$12,6 miliar, turun 10,80 persen dibandingkan Maret 2019 senilai US$14,12 miliar.
"Kalau dibandingkan posisi April 2018, ekspor mengalami penurunan sebesar 13,10 persen dari US$14,5 miliar," katanya.
Sementara itu, impor April 2019 yang tercatat US$15,10 miliar, naik dari Maret 2019 sebesar 12,25 persen senilai US$13,45 miliar.
Kenaikan terjadi di impor migas sebesar 46,99 persen dan nonmigas sebesar 7,82 persen. Meski demikian, Suharyanto menyebut capaian impor April 2019 itu masih lebih kecil dibandingkan dengan nilai impor April 2018 sebesar US$16,16 miliar
"Ada beberapa komoditas yang dapat dikendalikan impornya sehingga total nilai impor April 2019 lebih kecil dibandingkan April 2018," katanya.
Secara kumulatif, neraca perdagangan sepanjang Januari-April 2019 mengalami defisit sebesar US$2,56 miliar. Defisit terjadi karena migas defisit US$2,7 miliar karena hasil minyak yang menurun. Sementara nonmigas mengalami surplus sebesar US$204,7 juta.
"Tentu kita berharap ke depan neraca perdagangan akan membaik," katanya.
Meski tidak mengamini secara gamblang, defisit neraca perdagangan pada April 2019 ditengarai menjadi yang terdalam setelah Juli 2013 dengan defisit US$2,3 miliar.
"Kalau data yang ada, Juli 2013 memang defisit mencapai US$2,3 miliar," katanya.
Sejumlah hal yang mempengaruhi kondisi saat ini di antaranya perekonomian global yang masih cenderung melambat, harga komoditas yang masih berfluktuasi, perang dagang antara AS dan Tiongkok yang semakin memanas, juga faktor geopolitik yang berpengaruh.