Pengamat: PSBB di DKI Jakarta Terancam Gagal | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Pengamat: PSBB di DKI Jakarta Terancam Gagal

Ceknricek.com -- Agus Pambagio, pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen, bersuara keras terhadap pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan di Jakarta. Hal itu berdasar pengamatan langsung di lapangan. Agus pun mengkritik dualisme kebijakan yang membingungkan publik.

Menurut Agus, berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No. 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Penanganan Corona Disease 2019 (Covid 19), PSBB di wilayah DKI Jakarta dimulai pada tanggal 10 April 2020.

“Sehingga terhitung tanggal tersebut di wilayah DKI Jakarta sudah tidak ada lagi perkantoran, industri, sekolah dan lain-lain yang masih buka serta memunculkan kerumunan apapun alasannya. Begitu juga keberadaan semua angkutan umum, angkutan pribadi dan fasilitas umum (minimarket/supermarket, warung dsb) sekarang masih beroperasi bebas,”kata Agus,dalam siaran pers yang diterima redaksi Ceknricek.com.

Agus mengaku masih memonitor, baik langsung maupun melalui sarana nirkabel dengan berbagai sektor dan Pemprov DKI Jakarta. Sampai Kamis (16/4/2020), lalu lintas jalan di beberapa tempat masih ramai. Penumpang KRL dari semua jurusan menurun dibanding kemarin tetapi masih ramai dan masih berdempetan di dalam KRL Jabodetabek.

“Pengaturan jarak masih belum efektif. Kemarin 15 April 2020, penumpang yang tap in di gate masuk seluruh stasiun yang ada hingga jam 08.00.00 pagi berjumlah 64.649 orang. Pagi ini  16 April 2020 berjumlah 53.284 orang. Ada penurunan tetapi masih padat untuk implementasi kebijakan PSBB,”ungkapnya.

Baca juga: Gubernur Banten Tetapkan PSBB Tangerang Mulai 18 April hingga 3 Mei 2020

Agus pun menyoroti munculnya dualisme kebijakan di tingkat Peraturan Menteri yang membingungkan publik dan pelaksana lapangan termasuk pemerintah daerah. Ada ambiguitas regulasi antara PM Kesehatan No. 9 Tahun 2020 dengan PM Perhubungan No. 33 Tahun 2020.

“Ambiguitas kebijakan pemerintah bertambah rumit lagi setelah munculnya Surat Edaran (SE) Menteri Perindustrian No. 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik Dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019. Berkat SE Menperin, banyak pabrik/industri termasuk 200 industri non esensial   tetap  beroperasi,”ujar Agus.

Ambigunya peraturan perundangan pemerintah berakibat semua pihak saling menyalahkan, publik bingung, tingkat ODP-PDP-Meninggal terus bertambah di zona merah. Anehnya,menurut Agus, sumber kesalahan gagalnya sistem regulasi PSBB yang kena getahnya sektor transportasi, khususnya KRL Jabodetabek.

“Bagaimana penumpang KRL Jabodetabek akan bisa atur jarak jika kepadatan penumpang masih ratusan ribu di peak hour sebagai akibat sektor lain tidak berhenti beroperasi. Bagaimana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengenakan sanksi untuk menutup industri jika industri tersebut masih beroperasi karena ada izin dari Menteri Perindustrian. Jangan salahkan KRL Jabodetabek di sektor hilir jika sektor hulunya masih beroperasi,”tegas Agus.

Agus pun memprediksi PSBB tidak akan berhasil menekan jumlah Covid-19. Itu sebabnya sampai hari ini mayoritas Pemerintah Daerah belum mengajukan PSBB ke Kementerian Kesehatan. Tanpa sanksi penegakan hukum dan banyaknya pasal pengecualian, Agus pesimis Covid-19 bakal hengkang dari bumi Indonesia.

“Apa sebaiknya penanganan Covid-19 ini tidak perlu diatur saja karena terlalu banyaknya pengecualian  di berbagai Kebijakan Kementerian?”sindirnya.

BACA JUGA: Cek SOSOK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini



Berita Terkait