Ceknricek.com - Atik Dyat Prastuti adalah seorang guru honorer yang sudah 14 tahun mengabdi di SDN 02 Cawet, Watukumpul, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.
Ia dikaruniai dua anak hasil perkawinan dengan Ahmad Komaruddin seorang pekerja lepas.
Sebagai pegawai tidak tetap, Atik mendapat honor Rp255 ribu per bulan. “Saya mengabdi dari usia anak saya yang pertama baru 4 tahun hingga kini sudah lulus SMA dan mau menginjak ke perguruan tinggi. Alhamdililah anak kami diterima lewat jalur SNMPTN bahagia bercampur haru,” katanya kepada Ceknricek.com lewat telepon.
Dengan gaji sejumlah itu, ia masih ragu apakah bisa membiayai kuliah anaknya. “Nasib baik belum berpihak kepada saya yang sudah bekerja 14 tahun. Sampai kini gelar PNS belum saya dapat,” ujarnya.
Bersama suami dan dua anak, Atik tinggal di desa Luragung, kecamatan Kandangserang, kabupaten Pekalongan. Dari rumah ke sekolah, ia harus menggunakan ojek karena sepedanya ia jual untuk menyambung kebutuhan hidup.
Sayangnya, sejak 4 bulan.lalu, jembatan penghubung antara tempat tinggal dan tempat bekerja roboh terbawa banjir. Atik harus jalan kaki dari rumah merangkak diantara puing puing jembatan yang roboh. Usai menyebarangi sungai, ia kemudian naik ojeg sampai ke sekolah.
Itulah salah satu gambaran kehidupan seorang pekerja honorer yang sudah sekian lama tidak diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Saat ini ada ratusan ribu tenaga honorer yang tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah bersama komisi 2 DPR pernah mendata jumlah honorer pada 15 September 2015 bersama Menteri Pendayagunaan Apatur Negara saat itu Yuddy Chrisnandi.
“Jumlah honorer saat itu ada 440 ribu orang,” kata Hamdi Zaenal yang didaulat menjadi Ketua II Dewan Pimpinan Pusat Tenaga Honorer Kategori Dua Indonesia Bersatu (DPP THK2IB). Ini adalah kelompok pegawai honorer yang bekerja sejak 1 Januari 2005/2006.
Menurut Hamdi, mereka masuk dalam roadmap pengangkatan menjadi pegawai negeri sipil. “Tapi rencana ini distop 2016 karena kurang anggaran.” kata Hamdi.
Mereka sudah mengajukan berbagai usaha termasuk berkorespondensi dengan banyak pihak tetapi belum mendapatkan hasil. “Kami melihat banyak tenaga honorer yang memiliki prestasi bagus tetapi belum mendapat penghargaan yang layak, “ katanya kepada Ceknricek.com.
Ceknricek mencoba menghubungi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abrur tetapi belum ada jawaban.
Sebelumnya, laporan Ombudsman menyatakan puluhan ribu Pegawai Pemerintah Non PNS belum mendapatkan hak atas jaminan sosial ketenagakerjaan (BPJS TK). Alasannya belum ada Peraturan Pemerintah yang menjadi dasar, karena prosesnya masih dalam pembahasan dan belum tuntas sejak tahun 2015.
Ironisnya, pada sisi lain Pemerintah kerap mendorong perusahaan swasta untuk melindungi para pekerjanya dengan berbagai jaminan sosial yang menjadi kewajiban perusahaan pemberi kerja. Tetapi Pemerintah sendiri abai terhadap para pekerjanya.
Komisioner Ombudsman Laode Ida memandang Pemerintah telah melakukan maladministrasi berat berupa pembiaran dan pengabaian kewajiban hukum.
“Ombudsman meminta Pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah terkait Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi Pegawai Pemerintah Non PNS, termasuk di dalamnya tenaga honorer/tidak tetap,” Laode Ida .
Ia juga meminta pemerintah membuat aturan tentang standarisasi penghasilan para pejabat negara setingkat kementerian/lembaga.