"Teman-teman kita ini melakukan pengukuran ke lapangan. Dari jumlah tersebut pada umumnya merupakan sampah dengan jenis styrofoam," kata Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko, usai rapat peluncuran baseline data nasional sampah laut di Jakarta, Kamis (12/12), seperti diwartakan Antara.
Namun yang mengejutkan, dari hasil penelitian tersebut ditemukan styrofoam menjadi sampah yang mendominasi pencemaran di laut dibandingkan jenis sampah lain. Sampah-sampah ini masuk melalui jalur sungai atau muara menuju laut lepas, bukan akibat dari transportasi kapal.
Menurut Tri Handoko, hal ini disebabkan karena sampah plastik botol masih memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
"Jadi oleh pemulung, botol dan plastik diambil karena masih bisa didaur ulang sedangkan styrofoam tidak bisa," katanya.
Handoko mengatakan, berdasarkan penelitian sampah tersebut sebaiknya pemerintah dan lembaga terkait segera memprioritaskan larangan penggunaan styrofoam karena volumenya sangat tinggi di lautan.
Baca Juga: Pemprov DKI Akan Bentuk Lembaga Pengelolaan Sampah
Meski demikian, pemerintah saat ini menurutnya sedang mengupayakan 0,27 juta hingga 0,59 juta ton sampah yang masuk ke laut Indonesia selama kurun waktu 2018 bisa dikurangi hingga 70 persen.
Untuk mencapai target 70 persen tersebut, LIPI pun merekomendasikan agar masyarakat dan lembaga pemerintah maupun swasta untuk mengubah perilaku, terutama dalam menekan penggunaan sampah sekali pakai khususnya styrofoam dalam aktivitas sehari-hari.
"Masyarakat jangan buang sampah sembarangan dulu karena itu merusak ekosistem," katanya.
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.