Ceknricek.com -- Asosiasi sutradara IFDC (Indonesian Film Directors Club) merilis pernyataan sikap sebagai respons atas kasus penolakan film Kucumbu Tubuh Indahku di bioskop.
IFDC menyebut kasus ini mengulang keprihatinan yang sudah terjadi sekian kali, yaitu penghakiman atau persekusi massal tanpa menonton film dan tanpa dialog dengan pembuatnya lebih dulu.
Dalam tulisan panjang yang juga disebarkan di media sosial, IFDC merinci delapan kasus persekusi film sebelumnya. Menurut IFDC, film-film itu telah diproduksi dan diedarkan melalui prosedur hukum sah, termasuk kualifikasi usia Lembaga Sensor Film (LSF).
Penghakiman massal seperti terjadi pada film Kucumbu Tubuh Indahku dan sejumlah film lain sama saja dengan "mematikan keterbukaan daya pikir dan kualitas apresiasi masyarakat".
Contoh kasus delapan film sebelumnya meliputi Pocong (Rudi Soedjarwo, 2006), Suster Keramas (Helfi Kardit, 2009), Cin(T)a (Sammaria Simanjuntak, 2009), Perempuan Berkalung Sorban (Hanung Bramantyo, 2009), Cinta tapi Beda (Hanung & Hestu Saputra, 2012), Tanda Tanya (Hanung, 2011), dan Naura & Genk Juara (Eugene Panji, 2017).
"Kami adalah pembuat film yang berani membawa tanggung jawab setiap karya yang kami buat. Untuk itu, kami bersedia membuka dialog dengan pihak mana pun yang merasa dirugikan oleh karya kami," tulis IFDC.
Selain penghakiman massal, IFDC juga prihatin adanya pernyataan sikap dari pejabat terkait filmnya, yang cenderung menekan kebebasan berekspresi.
Mereka menilai tanggapan sejumlah pejabat publik, yang sering dikutip sejumlah media massa, justru berlawanan dengan semangat pemerintah untuk menguatkan rasa persatuan dalam keberagaman.
IFDC berharap media massa juga melakukan pemberitaan berimbang agar mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait film.
Dalam akhir tulisan, IFDC menyatakan sikap dukungan mereka atas empat tindakan berikut.
1. Adanya dialog antara pembuat film dengan pihak yang dirugikan oleh film tersebut sebelum membuat pernyataan;
2. Para pejabat publik menyaksikan filmnya terlebih dulu sebelum membuat pernyataan sikap;
3. Media massa memberitakan secara berimbang;
4. Masyarakat tidak melakukan penghakiman pada karya sebelum menonton filmnya;
IFDC adalah asosiasi bentukan para sutradara yang telah aktif setidaknya sejak 2012 dan hingga kini telah punya anggota lebih dari 60 orang. Kongres pertama digelar pada 2013 dan memilih Lasja F. Susatyo sebagai ketua periode 2013-2018. Periode ini, Ifa Isfansyah dipilih sebagai ketua IFDC.