Close Menu
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
Tentang Kami Kontak Kami
  • APP STORE
  • GOOGLE PLAY
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
CEK&RICEKCEK&RICEK
Trending:
  • Dari Masa ke Masa Pemeran Lois Lane di Film Superman
  • Ini Kata Kapolri soal Kematian Janggal Diplomat Kemlu
  • Serba Serbi Pernikahan Anak Dedi Mulyadi
  • Lukisan Minyak Langka Mahatma Gandhi Terjual Rp3,3 Miliar
  • Lisa Mariana Penuhi Panggilan Bareskrim untuk Diperiksa Terkait Laporan Ridwan Kamil
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
Home»Berita»JURNALISTIK
JURNALISTIK

AJI: Omnibus Law Merugikan Pekerja dan Mengancam Demokratisasi Penyiaran

Oktober 8, 20205 Mins Read

Ceknricek.com — Dewan Perwakilan Rakyat, 5 Oktober 2020, mengesahkan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja menjadi undang-undang meski pembahasannya mendapat kecaman luas publik. Pengesahan yang berlangsung saat Indonesia masih di bawah tekanan pandemi ini didukung mayoritas fraksi di DPR, yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahannya.

Undang-undang sapujagat ini berusaha mengubah sejumlah undang-undang sekaligus. Semula akan mencakup 79 undang-undang, belakangan ada yang dikeluarkan dari pembahasan namun ada juga yang dimasukkan lagi menjelang akhir. Undang-undang yang berhubungan dengan jurnalis dan media yang diubah adalah Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Undang Undang Ketenagakerjaan. Undang Undang Pers kemudian dikeluarkan dari pembahasan.

Kritik terbesar publik terhadap pembahasan ini adalah pada soal prosedur pembahasan yang cenderung mengabaikan aspirasi publik yang terdampak langsung oleh regulasi ini. Meski Indonesia dilanda pandemi, yang itu diikuti dengan adanya sejumlah pembatasan bergerak untuk mencegah penyebaran virus, pemerintah dan DPR tetap meneruskan pembahasan. Ada tekanan kuat agar pembahasannya dihentikan agar negara ini fokus pada penanganan Covid-19 dan mengurangi kegaduhan publik, namun aspirasi itu tak didengarkan pemerintah dan DPR.

Selain dari aspek prosedur pembahasan, penolakan publik terutama pada substansi dari Omnibus Law yang dinilai sangat merugikan buruh dan kepentingan negara dalam jangka panjang. Pemerintah merevisi cukup banyak pasal Undang Undang Ketenagakerjaan, yang semangatnya terlihat untuk memberikan kemudahan kepada pengusaha tapi itu justru merugikan pekerja. Undang-undang baru ini juga melonggarkan kebijakan untuk mendorong investasi namun akan memiliki implikasi yang membahayakan lingkungan dalam jangka panjang.

Menyikapi pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJi) dalam siaran persnya memberikan pernyataan sikap. Berikut petikannya:

1. Mengecam pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja karena dilakukan secara tergesa-gesa, tidak transparan dan mengabaikan aspirasi publik. Pembahasan undang-undang dipersoalkan sejak awal karena rendahnya partisipasi publik dalam pembahasannya, terutama dari kelompok yang terdampak langsung dari regulasi tersebut, di antaranya adalah buruh. Pertanyaan soal partisipasi itu makin besar karena DPR dan pemerintah ngotot tetap melakukan pembahasan pada saat negara ini menghadapi pandemi. Saat undang-undang ini disahkan, kasus infeksi sudah lebih dari 311.000 dan lebih dari 11.000 meninggal.

Sikap ngotot pemerintah dan DPR ini menimbulkan pertanyaan soal apa motif sebenarnya dari pembuatan undang-undang ini. Kami menilai bahwa pembahasan yang cenderung tidak transparan dan mengabaikan aspirasi kepentingan publik ini karena pemerintah ingin memberikan insenstif yang besar kepada pengusaha agar investasi makin besar meski mengorbankan kepentingan buruh dan membahayakan lingkungan hidup. Pemerintah Joko Widodo sendiri sejak awal memang menggadang-gadang Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja ini untuk menggenjot investasi.

2. Mengecam pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja karena merevisi pasal-pasal dalam Undang Undang Ketenagakerjaan yang justru mengurangi kesejahteraan dan membuat posisi buruh lebih lemah posisinya dalam relasi ketenagakerjaan. Hal ini ditunjukkan dari revisi sejumlah pasal tentang pengupahan, ketentuan pemutusan hubungan kerja, ketentuan libur dan pekerja kontrak. Omnibus law ini membolehkan PHK dengan alasan efisiensi, perusahaan melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan. Padahal putusan Mahkamah Konstitusi pada 2012 melarang PHK dengan alasan efisiensi.

Omnibus Law juga menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak dan menyerahkan pengaturannya melalui Peraturan Pemerintah. Praktek ini tentu saja bisa merugikan pekerja media yang cukup banyak tidak berstatus pekerja tetap. Ketentuan baru ini membuat status kontrak semacam ini akan semakin luas dan merugikan pekerja media. Omnibus law juga mengurangi hari libur, dari semula bisa dua hari selama seminggu, kini hanya 1 hari dalam seminggu. Pasal soal cuti panjang juga dihapus dan menyebut soal pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

Ketentuan soal ini juga disebut harus diatur dalam perjanjian kerja bersama. Padahal kita tahu bahwa mendirikan serikat pekerja di media itu sangat besar tantangannya sehingga sebagian besar media kita tidak memiliki serikat pekerja. Omnibus Law juga menghapus pasal sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan. Ini bisa menjadikan kesejahteraan jurnalis makin tidak menentu karena peluang pengusaha memberikan upah layak semakin jauh karena tidak ada lagi ketentuan soal sanksi.

3. Mengecam pengesahan Omnibus Law karena merevisi Undang Undang Penyiaran dengan ketentuan baru yang tidak sejalan dengan semangat demokratisasi di dunia penyiaran. Omnibus Law ini akan membolehkan dunia penyiaran bersiaran secara nasional, sesuatu yang dianggap melanggar oleh Undang Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Padahal, larangan siaran nasional ini justru untuk mendorong semangat demokratisasi penyiaran, yaitu memberi ruang pada budaya dan ekonomi lokal bertumbuh.

Omnibus Law juga memberi kewenangan besar kepada pemerintah mengatur penyiaran. Sebab, pasal 34 yang mengatur peran KPI dalam proses perijinan penyiaran, dihilangkan. Dihapusnya pasal tersebut juga menghilangkan ketentuan batasan waktu perizinan penyiaran yaitu 10 tahun untuk televisi dan 5 tahun untuk radio dan juga larangan izin penyiaran dipindahtangankan ke pihak lain. Ketentuan penting lain yang diubah Omnibus Law adalah diberikannya wewenang migrasi digital sepenuhnya kepada pemerintah. Padahal migrasi digital bukan hanya semata alih teknologi tetapi juga perubahan tata kelola penyiaran yang selayaknya diatur negara pada tingkat UU, bukan di Peraturan Pemerintah.

Baca Juga: Antisipasi Demo Massa Omnibus Law, Polisi Lakukan Rekayasa Lalu Lintas

Baca Juga: Polda Metro Jaya Amankan 20 Remaja Diduga Perusuh dalam Demo Omnibus Law

Penulis: Cek&Ricek.com

Editor: Cek&Ricek.com

#DPR #partaidemokrat aji omnibuslaw
Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp

Related Posts

Teguh: Jurnalisme Berkualitas Harus Menjadi Arus Utama

Forum Pemred-BSI Luncurkan Charity, Bantu Insan Pers yang Membutuhkan

Booknesia dan JMSI Teken MoU, Dukung Buku Sebagai Mahkota Wartawan

BPPA Umumkan 18 Nama Calon Anggota Dewan Pers Periode 2025-2028

Sekali Lagi, Hendry Ch Bangun Bukan Anggota PWI Lagi, Publik Jangan Terpedaya

Peringati Hari Pers Nasional 2025, Forum Pemred Kampanyekan Lawan Misinformasi dan Disinformasi

Add A Comment

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Sedang Tren

Dari Masa ke Masa Pemeran Lois Lane di Film Superman

Selama bertahun-tahun, Lois Lane diperankan oleh berbagai aktris berbakat di film dan serial layar lebar sejak era 1950-an.

Ini Kata Kapolri soal Kematian Janggal Diplomat Kemlu

Juli 17, 2025

Serba Serbi Pernikahan Anak Dedi Mulyadi

Juli 17, 2025

Lukisan Minyak Langka Mahatma Gandhi Terjual Rp3,3 Miliar

Juli 17, 2025

Lisa Mariana Penuhi Panggilan Bareskrim untuk Diperiksa Terkait Laporan Ridwan Kamil

Juli 17, 2025

V dan Jungkook BTS Ikut Tren “Aura Farming” Pacu Jalur, Fans Heboh!

Juli 17, 2025

Panggung Utama Tomorrowland di Belgia Terbakar Hebat

Juli 17, 2025

Ini Respons PWNU Jatim Soal Fatwa Haram Sound Horeg dari MUI

Juli 17, 2025
logo

Graha C&R, Jalan Penyelesaian Tomang IV Blok 85/21, Kav DKI Meruya Ilir, Jakarta Barat. redaksi@ceknricek.com | (021) 5859328

CEK & RICEK
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
575/DP-Verifikasi/K/X/2020

Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
© 2017-2025 Ceknricek.com Company. All rights reserved.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.