Ceknricek.com — Studi terbaru perusahaan keamanan siber dunia, Kaspersky, mencatat empat dari sepuluh orang tua di Asia Tenggara percaya bahwa anak-anak menjadi lebih pemarah dari biasanya akibat bermain game.
Dalam studi bertajuk ”More Connected Than Ever Before: How We Build Our Digital Comfort Zones”, survei terbaru Kaspersky pada 760 responden di Asia Pasifik mengonfirmasi bahwa anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu online karena situasi pandemi Covid-19.
Stephan Neumeier, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky menyebutkan para orang tua saat ini sedang membesarkan anak-anak digital natives, yakni, anak-anak yang terlahir dengan perangkat digital, dan internet.
“Kesenjangan generasi tersebut sering menyebabkan miskomunikasi dan skenario ini umum terjadi ketika seorang anak mengetahui lebih banyak tren dan trik online daripada sang ibu atau ayah,” kata Stephan dalam siaran pers di Jakarta pada Senin (12/10/20) dikutip dari Antara.
Menurutnya, ketakutan orang tua terhadap kebiasaan anak-anak bermain game online terkadang cukup objektif namun juga sedikit berlebihan. Dia menyebut melarang anak bermain game dianggap bukanlah keputusan tepat karena anak-anak disebut akan merasa diperlakukan tidak adil.
“Seperti banyak situasi lainnya, pelarangan bukanlah suatu pilihan. Orang tua tidak boleh melarang aktivitas anak dalam video game, tetapi secara efektif mengontrolnya, menggunakan perangkat lunak khusus dan pengaturan perangkat, serta berkomunikasi dengan anak dalam menjelaskan aturannya,” kata Stephan.
Lebih lanjut, Stephan juga mengatakan bahwa perilaku agresif seorang anak tidak didorong oleh video game yang mereka mainkan, tetapi oleh alasan yang lebih luas. Dia pun memberikan beberapa tips bagaimana menghadapi hal tersebut.
1. Orang tua bisa melarang kegiatan sang anak main game online jika anak memiliki kecenderungan yang merugikan kesehatan misalnya ada gangguan penglihatan dan mengganggu postur tubuh.
“Misalkan Anda tidak menunjukkan video game pada Anak sama sekali, tapi mereka akan tetap berkompetisi kung fu dengan teman-temannya, menembak musuh yang tak terlihat dengan busur, pistol, peluncur granat atau peledak. Baik anak laki-laki maupun perempuan melakukan ini, meskipun diyakini bahwa bermain peperangan adalah hak prerogatif anak laki-laki,” kata Stephan.
2. Disarankan orang tua untuk menggunakan peringkat usia (rating) dalam video games.
“Ingatlah bahwa peringkat usia bahkan mengalami penyimpangan kecil, jika cukup yakin bahwa game dengan peringkat 12+ itu bagus, mengapa tidak menginstalnya untuk putra Anda yang berusia sepuluh tahun?” Kata Stephan.
3. Cegah anak bermain game yang tidak sesuai dengan usianya (misalnya, yang dibeli untuk Anda sendiri, atau yang mereka unduh dari Internet).
4. Gunakan perangkat lunak untuk membatasi kemampuan peluncuran game atau konten apa pun yang didasarkan pada peringkat usia.
“Hal terpenting adalah selalu ingat bahwa setiap kali mencoba membatasi akses anak ke permainan, pertama-tama Anda perlu berbicara dengan mereka dan menjelaskan mengapa tindakan tersebut penting dilakukan,” tandas Stephan.
Baca juga: Lewat Lagu, Afgan Semangati Anak-Anak Hadapi Pandemi COVID-19
