Ceknricek.com -- Industri teh diklaim tengah mengalami keterpurukan karena gempuran impor dan di sisi lain ekspor komoditas ini tak kunjung mampu diangkat. Keterpurukan ini diakui oleh Asosiasi Teh Indonesia (ATI) telah berlangsung lebih dari 10 tahun terakhir.
"Sekitar 15 atau 20 tahun lalu industri teh dalam negeri itu kondisinya masih bagus tapi kurun waktu 10 tahun terakhir, teh Indonesia mengalami kelesuan yang nyata," kata Ketua Dewan Pembina Asosiasi Teh Indonesia, Wahyu, pada acara "National Tea Competition 2019" di Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (18/10), seperti dilansir Antara.
Gempuran impor disinyalir merupakan akibat dari penggunaan teh luar negeri yang kerap disajikan oleh hotel bintang 4 dan bintang 5 di Indonesia. Dimana level hotel tersebut biasanya menyajikan teh yang berasal dari Pakistan dan Singapura. Wahyu mengaku miris karena setiap hotel bintang empat dan lima yang ada di Indonesia menyajikan teh dari negara lain.
Penggunaan teh dari luar negeri cukup menjadi ironi bagi ATI. Pasalnya, industri teh dalam negeri juga mempunyai jenis teh dengan level serupa. Ia mencontohkan, hotel bintang 4 dan 5 kerap menggunakan teh jenis TWG seharga Rp2 juta per kilogram. Padahal, Indonesia memiliki teh sejenis hanya dengan harga Rp50-60 ribu per kilogram. “Kalau kita cek, teh kita kualitasnya sama,” ujarnya.
Foto: Antaranews.com
Sebagai informasi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total volume teh impor yang masuk ke Indonesia pada tahun 2018 saja menyentuh angka 14,92 ribu ton. Nilai impornya sendiri mencapai angka US$29,43 juta. Dari volume sebanyak itu, teh impor ke Indonesia paling banyak dikirim dari Vietnam. Kontribusinya mencapai 62,4 persen dari total impor atau setara dengan 9,31 ribu ton.
Gempuran Teh Impor
Gempuran kencang teh impor tak ayal membuat teh lokal menjadi kurang dihargai. Kondisi tersebut menurutnya, menjadi awal jatuhnya harga teh nusantara sampai di bawah harga pokok yang ditetapkan. “Kondisi ini bukan hanya terjadi di perkebunan teh yang dikelola oleh PTPN saja tapi juga perkebunan swasta, perkebunan rakyat. Hal ini sangatlah berat bagi kami," keluhnya.
Baca Juga: DKI Jakarta Punya Toko Tani Indonesia Center
Ketua Umum Asosiasi Teh Indonesia (ATI) Dede Kusdiman menambahkan penurunan perkembangan industri teh tak hanya dari segi luas area saja, melainkan jumlah produksi. Posisi saat ini, kata Dede, luas area perkebunan teh Indonesia hanya 119 ribu hektare. "Begitu pun dengan produksi teh-nya yang juga berkurang. Dulu kita itu posisi ketiga di dunia sebagai negara penghasil teh tapi sekarang turun menjadi ketujuh,” ucap Dede.
Foto: Antaranews.com
Dengan luasan areal tersebut, produksi teh nasional pada 2017 tercatat berada di angka 140.423 ton. Jumlah produksi tersebut paling banyak disumbang perusahaan perkebunan negara sebesar 37,6 persen. Sumbangan lainnya berasal dari perusahaan perkebunan swasta sebesar 27,87 persen dan produksi perkebunan rakyat sebanyak 34,54 persen.
Penurunan produksi tak ayal membuat ekspor seret. Di mana hanya dalam 7 tahun terakhir, besaran ekspor teh Indonesia mengalami penyusutan lebih dari 40 persen. “Sekitar 7 tahun terakhir kita bisa mengekspor 70 ribu ton, sekarang hanya mampu 40 ribu ton saja," ujarnya.
BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.
Editor: Farid R Iskandar