Ceknricek.com--Banyak mitos tentang micin alias MSG beredar di masyarakat Indonesia. Mereka yang awam menganggap bahwa mitos yang turun-temurun itu adalah sebuah kebenaran. Padahal faktanya, berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan di berbagai negara selama puluhan tahun, tak satupun dari mitos-mitos seputar micin itu benar adanya.
Kondisi sosial tersebut membuat P2MI (Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat Indonesia), menggelar acara Sharing Time “MSG untuk Masakan Lezat, Sehat, Halal, Bergizi dan No Worries”. Senin (29/1/24) di Jakarta. Acara tersebut dihadiri berbagai komunitas yang kegiatannya berhubungan dengan ekosistem bahan pangan di Indonesia. Acara ini berlangsung hangat di Wajik Resto, Hotel Luminor Mangga Besar-Jakarta.
Narasumber yang hadir dalam sharing session itu, terdiri dari dua pakar gizi; Prof. Hardinsyah MS, PhD., dan dr. Sheena M.Gz, SpGk, AIFO., dua ahli masak ; Chef Muto dan Chef Ajis serta Ir Satria Gentur Pinandita selaku Ketua P2MI.
Dalam acara tersebut, para pakar membahas secara obyektif dan faktual tentang MSG dan manfaatnya bagi tubuh manusia. Sekaligus membeberkan kebenaran dari berbagai mitos yang berkembang di masyarakat Indonesia, tentang MSG yang biasa dikenal sebagai Micin atau Vetsin, penyedap masakan yang sering kita temui saat menikmati Bakso, Nasi Goreng serta berbagai jenis makanan lainnya.
MSG (MonoSodium Glutamat) atau Bumbu Umami telah digunakan selama lebih dari satu abad untuk meningkatkan dan menyeimbangkan rasa gurih makanan. Meskipun penggunaannya tersebar luas dan banyak manfaatnya, kesalahpahaman konsumen tentang MSG cukup umum, dengan banyaknya mitos tentang MSG yang beredar di berbagai media
“Kondisi sosial tersebut, membuat P2MI yang berdiri sejak 15 September 1971, merasa berkepentingan untuk membongkar mitos tentang Micin atau MSG. P2MI berkepentingan untuk memajukan dunia usaha pangan khususnya bahan tambahan pangan MSG (monosodium glutamat) dan turunannya diseluruh wilayah Indonesia,” terang Ir Satria Gentur Pinandita, Ketua P2MI, yang anggotanya adalah perusahaan yang memproduksi MSG, yaitu; PT. Ajinomoto Indonesia, PT. Ainex Internasional, dan PT Daesang Ingredients Indonesia. Tentu saja, perusahaan-perusahaan tersebut telah memiliki sertifikat halal dari MUI dan izin edar dari BPOM.
Satria pun menjelaskan bahwa Visi P2MI adalah untuk menjadi asosiasi yang memberikan informasi yang benar dan faktual tentang MSG dan turunannya kepada masyarakat dan instansi terkait, serta memajukan Industri MSG dan GA di Indonesia, agar dapat berdaya saing tinggi.
Sementara itu menurut Satria, Misi P2MI adalah; memperjuangkan kepentingan industri MSG dan GA dalam hubungannya dengan pemangku kepentingan yang terkait, mengusahakan penyediaan produk pangan yang berkualitas tinggi, sesuai dengan ketentuan perundangan, serta menguatkan kemampuan anggotanya dan masyarakat dengan program-program yang bermanfaat bagi anggota dan masyarakat Indonesia
Sejumlah mitos yang tumbuh subur dimasyarakat Indonesia, antara lain adalah; bahwa MSG menyebabkan reaksi alergi.
Faktanya, menurut Prof. Hardinsyah MS, PhD., bahwa “Asam glutamat merupakan salah satu asam amino yang paling umum serta bahan yang membangun protein dalam makanan dan tubuh kita. Ini adalah penambah rasa alami dan banyak ditemukan pada makanan seperti jamur, keju parmesan, dan tomat. Tubuh kita memperlakukan asam glutamat dalam bumbu MSG dan glutamat alami dari banyak makanan yang kita nikmati sehari-hari dengan cara yang sama tanpa membedakan asal-usulnya. Karena alasan tersebut, maka kecil kemungkinan orang alergi terhadap MSG”.
Mitos lainnya, menyebutkan bahwa MSG menyebabkan efek negatif di otak. Faktanya, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa MSG tidak memiliki efek negatif pada sistem saraf pusat otak. Bahkan dalam satu penelitian di mana glutamat plasma dinaikkan 10 kali lipat di atas normal, yang mana tidak pernah benar-benar terjadi di kehidupan nyata, tidak ada glutamat yang masuk ke otak.
“Pada kenyataannya jika sejumlah MSG yang sesuai telah ditambahkan ke makanan, hal itu sudah cukup. Faktanya, menambahkan terlalu banyak MSG justru dapat mengurangi kelezatan dari makanan tersebut,” jelas Prof. Hardinsyah MS, PhD.
Ada pula Mitos yang mengatakan bahwa MSG dapat menyebabkan sakit kepala atau migrain. Faktanya, MSG tidak memicu sakit kepala. Beberapa makanan memang telah dikaitkan dengan migrain, tetapi baik asam glutamat maupun MSG tidak terbukti menjadi penyebab langsung, bahkan setelah dilakukannya penelitian ekstensif dengan dosis glutamat yang besar.
“Jadi setelah mengetahui berbagai fakta-fakta di atas yang telah dijabarkan oleh para narasumber, masyarakat tidak perlu khawatir lagi untuk menggunakan MSG dalam makanannya,” jelas Ahli Gizi, dr. Sheena M.Gz, SpGk, AIFO.
Terbukti, pada Januari 2018, International Headache Society menghapus MSG dari daftar faktor penyebab sakit kepala. Sebelumnya, MSG telah terdaftar sebagai zat yang dikaitkan dengan sakit kepala di International Classification of Headache Disorders (ICHD) Society. Sekarang, dalam ICHD edisi ke-3, berdasarkan bukti ilmiah terbaru, MSG telah dihapus dari daftar ini.
Terakhir, ada mitos yang bilang bahwa MSG mengandung sodium yang tinggi. Faktanya, Monosodium glutamat, atau MSG, adalah bentuk asam glutamat murni, yang bergabung dengan natrium (sodium). MSG memiliki kandungan natrium yang lebih rendah daripada garam meja dan sering digunakan untuk membantu meningkatkan rasa pada makanan yang rendah natrium. Mengganti garam dengan MSG dalam resep masakan akan mengurangi kandungan natrium pada masakan tersebut. Hal ini dikarenakan MSG memiliki natrium dua pertiga lebih sedikit daripada garam meja.
Dalam sebuah penelitian, yang diterbitkan dalam British Journal of Nutrition (April 2010), para peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Provinsi Jiangsu menilai asupan glutamat makanan pada hampir 1.300 orang Tiongkok. Para peneliti mengamati bahwa selama penelitian 5 tahun, tidak ada hubungan antara konsumsi MSG dan penambahan berat badan, bahkan pada orang dengan asupan MSG yang relatif tinggi.
Editor: Ariful Hakim