Direktur Eksekutif IDI: Tidak Benar RUU Cipta Kerja Rugikan Pekerja Baru | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Istimewa

Direktur Eksekutif IDI: Tidak Benar RUU Cipta Kerja Rugikan Pekerja Baru

Ceknricek.com--Upah Minimum Regional dan Provinsi menjadi salah satu topik hangat yang dibahas dalam Rancangan Undang Undang Cipta Kerja. Pasalnya isu ini menjadi sangat krusial karena mempengaruhi hajat hidup para buruh dan pekerja di Indonesia, terutama bagi karyawan baru. Institute for Digital Democracy (IDD) menggelar diskusi publik terkait hal tersebut dengan tajuk “Nasib RUU Cipta Kerja dan Upah Minimum Regional”,Rabu (29/7/20), di Jakarta.

Dalam diskusi ini menghadirkan Direktur Eksekutif IDD, yakni Bambang Arianto, MA, M,.Ak yang dipandu oleh Arief Noviadri selaku moderator. Diskusi yang digelar di kantor IDI ini mencoba mengelaborasi sisi upah minimum provinsi yang berkeadilan bagi para pekerja baru dalam RUU Cipta Kerja. Bambang, selaku pengamat RUU Cipta Kerja, menilai bahwa hingga saat ini masih banyak isu beredar mengenai hilangnya upah minimum bagi para pekerja dalam RUU Cipta Kerja.

“Untuk pembahasan upah minimun, memang harus diakui ada sedikit revisi. Tapi tidak serta merta revisi ini menguntungkan pihak investor apalagi kaum kapitalis,” papar Bambang.

Baca Juga : RUU Cipta Kerja Mampu Tingkatkan Pertumbuhan Investasi Syariah di Indonesia

Bambang menjelaskan bahwa penyamarataan upah minimum dalam RUU Cipta Kerja hanya untuk karyawan baru yang masa kerjanya 1-12 bulan pertama. Bukan untuk semua karyawan, apalagi karyawan lama.

“Karena karyawan baru itu kan masih masuk dalam masa training dan pemantauan. Biasanya, perusahaan memiliki SOP yang mengevaluasi para karyawan baru ini. Dalam banyak kasus, banyak perusahaan yang menurunkan gaji atau bahkan memberhentikan mereka tanpa pesangon apabila kinerjanya dinilai rendah atau tidak memuaskan,” jelas Bambang.

Persoalannya, bagaimana agar tidak terjadi pemecatan secara semena-mena oleh perusahaan terhadap karyawan baru berdasarkan evaluasi sepihak dari perusahaan? Menurut Bambang, untuk mengantisipasi itu maka perlu ada aturan sebagai jaring pengaman bagi para buruh.

“Untuk itulah, kita minta agar kasus pemecatan karyawan atau tidak diberikannya pesangon bagi karyawan baru harus juga dipikirkan oleh pemerintah. Maka, saya pikir peran RUU Cipta Kerja bisa menjadi jaring pengaman bagi para pekerja baru agar mereka diberikan jaminan gaji atau upah minimum yang sepantasnya selama 12 bulan pertama,” jelasnya.

Dengan demikian, menurut peneliti LPPM Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta ini,  bagi para pekerja baru, meskipun performace-nya jelek,perusahaan tentu tidak boleh semena-mena menurunkan gajinya apalagi seenaknya memberhentikan mereka. Artinya, karyawan baru tersebut harus tetap diberikan gaji yang setimpal dengan upah minimun yang telah ditetapkan.

Baca Juga : Selaraskan Kemajuan Ekonomi dengan Kelestarian Lingkungan, RUU Cipta Kerja Perlu Didukung

“Tapi, ada yang mengatakan, upah minimum kecil dan dibawah standar? Kalau soal besar kecilnya jumlah upah minimun itukan akan dikorelasikan dengan pendapatan perkapita provinsi dan tentu juga disesuaikan dengan kemampuan perusahaan masing-masing. Lagipula, tidak mungkin toh, perusahaan kecil atau UKM yang baru berkembang harus memberikan upah minimum sekelas daerah Jakarta misalnya. Inikan bisa-bisa bikin perusahaan baru terutama UKM akan gulung tikar karena terlalu berat membayar upah minimum,” kata Bambang melanjutkan.

Bambang mengatakan bahwa dalam RUU Cipta Kerja ada ketentuan yang meminta perusahaan untuk bisa memberikan standar atau jaring pengaman perihal besaran upah minimum bagi karyawan baru melalui upah minimum provinsi.

Tapi, apakah selamanya gaji karyawan baru akan sebesar itu?

“Tentu tidak. Dikarenakan karyawan baru yang memasuki usia bekerja pada bulan ke-13 harus diberikan upah minimun regional yang sama dengan karyawan lainnya. Semisal begini, bagi pekerja di daerah Bekasi yang memasuki usia bekerja pada bulan ke-13 tentu harus diberikan upah minimum regional yang sama dengan karyawan lainnya,” jelasnya lebih lanjut.

Baca Juga :Soal RUU Cipta Kerja, Ini Suara Mahasiswa

“Jadi tidak benar itu, bila ada yang mengatakan bahwa upah minimum regional akan dihapus. Artinya bagi yang menilai adanya penghapusan upah minimun regional, itu hanya orang-orang yang tidak memahami isi draf RUU Cipta Kerja semata,” kata Bambang.

Bagaimana bila ada perusahaan yang melanggar dan tidak mau memberikan upah minimum regional pada bulan ke-13? Menurut Bambang, itu bisa dipidanakan. Karena RUU Cipta Kerja telah hadir sebagai tameng bagi para pekerja untuk mendapatkan hak yang sama di mata perusahaan.

“Jadi logikanya, RUU Cipta Kerja hadir untuk mengawal para pekerja terutama pekerja yang baru bekerja selama 12 bulan untuk mendapatkan upah minimun yang layak sesuai perkapita daerah masing-masing,” pungkas Bambang Arianto.

BACA JUGA: Cek BREAKING NEWS, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini



Berita Terkait