Ceknricek.com -- Kemajuan ekonomi dapat diraih tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan. Fakta ini tercermin dalam pemeringkatan Indeks Kinerja Lingkungan (Environmental Performance Index, EPI) 2020 dari Universitas Yale, Amerika Serikat. Didominasi negara-negara ekonomi maju Eropa di jajaran teratas, EPI 2020 menempatkan Jepang sebagai satu-satunya negara maju Asia di antara 15 peraih skor EPI tertinggi.
‘’Dalam hal ini, RUU Cipta Kerja membawa semangat menyelaraskan kemajuan ekonomi dengan kelestarian lingkungan, sehingga perlu didukung,’’ kata Nanang Sunandar, Direktur Eksekutif Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks), Senin (13/7/20).
Foto: Istimewa
Lebih jauh Nanang berujar, kemajuan ekonomi yang selaras dengan kelestarian lingkungan seperti terjadi di negara-negara Eropa lahir dari ekosistem ekonomi yang bebas, di mana terdapat jaminan perlindungan hukum terhadap properti pribadi, kebebasan berinvestasi, kebebasan berusaha, dan kebebasan ketenagakerjaan. Laporan Indeks Kebebasan Ekonomi (Economic Freedom Index, EFI) 2020 dari Yayasan Heritage menunjukkan bahwa, secara agregat, skor Indeks Kebebasan Ekonomi yang tinggi berkorelasi dengan skor Indeks Kinerja Lingkungan yang tinggi.
“Secara substansial unsur-unsur kebebasan ekonomi ini terkandung dalam RUU Ciptaker. Melalui penguatan sistem perlindungan properti pribadi dan kerjasama multipihak antara pemerintah, korporasi, dan komunitas, termasuk organisasi masyarakat sipil, ancaman kerusakan lingkungan, khususnya terkait aktivitas bisnis pengelolaan sumberdaya bersama dapat ditanggulangi,’’kata Nanang.
Dalam diskusi daring “Isu-isu Lingkungan dan Tanggung Jawab Korporasi dalam RUU Cipta Kerja,” yang diselenggarakan Indeks pekan lalu, Guru Besar Universitas Gadjah Mada, San Afri Awang juga mengatakan bahwa perlindungan properti masyarakat yang kuat di negara-negara maju menjadi kunci keselarasan kemajuan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.
Baca juga: Soal RUU Cipta Kerja, Ini Suara Mahasiswa
Di Amerika Serikat, misalnya, sebagian besar kawasan hutan adalah hutan rakyat yang dilindungi oleh hukum. Upaya memajukan ekonomi melalui RUU Ciptaker, kata Awang, harus diiringi penguatan sistem perlindungan properti masyarakat, termasuk hak masyarakat adat atas tanah adat, dan fungsi perhutanan sosial.
RUU Ciptaker, menurut Awang, memang memiliki pendekatan berbeda. Dalam hal Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), misalnya, RUU Cipta Kerja menggunakan pendekatan berbasis tingkat risiko, sehingga tidak setiap aktivitas bisnis membutuhkan AMDAL. Dia menambahkan, RUU Cipta Kerja memiliki niatan untuk kemajuan ekonomi. Metode omnibus law diperlukan untuk menyederhanakan peraturan yang tumpang tindih.
Karena itu, Awang mengajak elemen-elemen masyarakat sipil mau terlibat dalam pembahasan RUU Cipta Kerja untuk memperkuat substansi-substansi yang dianggap masih lemah. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum lama ini, Awang mengaku telah memberikan masukan untuk memperkuat aspek-aspek terkait perlindungan lingkungan dalam RUU Cipta Kerja.
Dalam diskusi yang sama, Direktur Eksekutif Yayasan Belantara Sri Mariati menyatakan bahwa saat ini semakin banyak korporasi yang peduli terhadap kelestarian lingkungan. Karena itu, harapannya, RUU Cipta Kerja dapat meningkatkan kerjasama multipihak antara pemerintah, korporasi, dan masyarakat melalui pelibatan organisasi masyarakat sipil, sehingga kelestarian lingkungan dapat terwujud seiring kemajuan ekonomi yang dicita-citakan oleh RUU Cipta Kerja.
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini