Ceknricek.com--Tingginya 196 cm. Usianya baru 22 tahun. Tapi bawah mistar gawang, ketika dia mengepakkan tangannya menghadapi algojo penalti lawan, pastinya akan membuat lawan gentar. Lawan akan nervous dan berusaha menembakkan bola di sudut terjauh gawang dan karenanya rawan unforced error, membentur tiang gawang, atau malah keluar sama sekali. Itu yang terjadi dengan penembak Inggris, Rashford, semalam.
Kalau bola tidak terlalu memojok dan agak tanggung jaraknya, sekali lompatan bola itu akan bisa ditepis olehnya. Lagipula, insting Donnarumma sangat tajam. Dia bisa membaca arah bola yang akan ditembakkan lawan, lalu dengan tenang buang badan menjangkau bola. Alhasil, tendangan Jadon Sancho dan Bukayo Saka ditepis dengan mudah, Italia pun menang adu penalti melawan Inggris. Skor total 4-3, setelah sama kuat 1-1 hingga selesai perpanjangan waktu.
Sebenarnya, Inggris cukup dominan menguasai bola semalam, dan bahkan unggul lebih dahulu berkat gol cantik Shaw di menit ke dua. Apalagi dukungan penonton di Stadion Wembley juga memberi semangat. Sayang, di babak kedua Italia bisa menyamakan kedudukan. Padahal, kalau Inggris ingin menang haruslah di dalam waktu permainan, baik reguler dan perpanjangan waktu. Dan jumlah 120 menit Itu seharusnya cukup untuk memastikan kemenangan.
Jika skor seri tetap bertahan, maka Inggris akan berhadapan dengan Donnarumma. Dan satu orang penjaga gawang ini bisa menaklukkan seluruh Tim Inggris. Sementara itu, kiper Inggris, Pickford, walaupun lincah, tampak kecil dibandingkan dengan Donnarumma. Dan itulah yang terjadi semalam. Dia menggentarkan lawan, membuatnya melakukan kesalahan atau tembakan yang lemah, dan menepisnya dengan mudah. Sudah sepantasnya Donnarumma menjadi pemain terbaik Euro 2020 ini.
Tentu saja penghargaan ini tidak mengecilkan pemain Italia lainnya. Semalam, koboi-koboi Italia ini tidak henti-hentinya menyerang dan bertahan bersama-sama, bagaikan total football ala Johan Cruyff dulu. Gol balasan di babak kedua itu lahir dari tekanan yang bertubi-tubi ke gawang Inggris sembari bertahan bertubi-tubi juga dari serangan Inggris. Bedanya, Tim Italia tahu, Pelatih Mancini tahu, mereka hanya membutuhkan hasil seri. Setelah itu serahkan sepenuhnya ke Donnarumma.
Saya pernah menjadi kiper tim sekolah waktu SMA dulu. Waktu itu, idola para penjaga gawang adalah kiper PSSI, Ronny Pasla. Sehingga, ketika harus menghadapi tendangan penalti biasanya saya berteriak "Ronny Pasla," untuk menggentarkan lawan sambil meyakinkan diri sendiri bagaikan sang idola. Setelah generasi saya kiper idola tampaknya sudah go internasional. Ada Gianluigi Buffon, ada Peter Cech. Tapi sepertinya para kiper muda sekarang sudah menemukan idola baru: "Donnarumma...!!!"
Editor: Ariful Hakim