Ceknricek.com - Simbolisasi janur kuning sendiri sebenarnya telah berlangsung selama berabad silam di Nusantara, terutama pada suku Jawa, Bali, dan Sunda. Bukan hanya berfungsi sebagai penghias semata, janur ternyata juga mengandung makna filosofis tertentu.
Ketika mendengar kalimat janur kuning, maka konotasinya akan tertuju pada acara pernikahan. Padahal, janur kuning tidak hanya digunakan untuk acara pernikahan. Contohnya pada saat hari Kemerdekaan Indonesia, pemasangan ornamen janur bisa dilihat pada setiap sudut bagian depan Istana Negara.
Dari penggunaan bahasa, kata janur berasal dari bahasa Arab, yang artinya cahaya surga, sedangkan kuning di ambil dari bahasa Jawa yang berarti suci.
Sama halnya dengan masyarakat Jawa yang mengartikan janur sebagai ‘sejating nur’ yang berarti cahaya sejati. Janur memiliki makna bahwa sejatinya manusia membutuhkan cahaya dari Tuhan Yang Maha Esa untuk dapat melihat jelas hal yang baik dan buruk.
Secara filosofi, janur memiliki makna dan pengharapan bahwa orang yang memiliki acara akan bersinar sama seperti arti yang terkandung didalamnya.
Sedangkan warna kuning yang menjadi khas pada janur, memiliki arti sendiri yang terkandung didalamnya, yakni mengharap setiap semua yang dikatakan berasal dari hati dan jiwa yang bening serta akan terwujud.
Sehingga makna filosofi dari janur kuning yakni sebagai isyarat pengharapan yang tinggi dari hati yang suci untuk mendapatkan cahaya Tuhan, agar segala tindakan serta aktivitas yang dilakukan berjalan dengan baik dan berakhir pada kebahagiaan.
Janur kuning sendiri merupakan daun muda dari beberapa jenis tumbuhan palma besar, terutama kelapa, enau dan rumbia, yang biasanya akan menjadi rangkaian yang menjulang ke atas menyerupai umbul-umbul.
Namun ternyata bukan hanya di jawa saja yang menggunakan janur kuning sebagai simbolis acara, ada beberapa wilayah lain yang juga menggunakan janur sebagai suatu penanda sebuah acara. Salah satunya pualu dewata, bali.
Dibali rangkaian janur yang disebut penjor ini biasanya digunakan dalam upacara adara penduduk setempat. Biasanya penjor dipasang dipinggi jalan sebagai penanda adanya kegiatan upacara adat. Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, penjor merupakan sesuatu yang sangat sacral.
Biasanya masyarakat bali memanfaatkan janur yang dilengkapi bunga, daun-daunan, buah-buahan, jajanan pasar, serta wewangian (dupa) sebagai sebuah sajen atau persembahan untuk Yang Maha Kuasa. Penjor dibuat untuk mengungkapkan rasa syukur atas anugerah yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta.
Ada tiga teknik utama dalam membuat rangkaian janur, yaitu melipat, mengiris atau memotong, dan menganyam. Teknik khusus ini dapat dipadukan dengan inovasi baru, yaitu memadukan teknik tradisional janur pada rangkaian bunga tren masa kini.
Dalam merangkai janur kuning pun, daun-daun yang dipasang harus menggunakan teknik yang baik dan tidak boleh digunting, karena dipercaya janur dengan rangkaian tersebut akan membuat mempelai mampu menghadapi segala persoalan hidup.