Gempa Bertubi, Dua Dandim, Satu Komando (3) | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Gempa Bertubi, Dua Dandim, Satu Komando (3)

Lacak Tengah Malam

Pukul 23.00, kondisi masih hujan, telepon berdering. Nama Doni Monardo muncul di layar HP. “Waktu itu saya di Kantor Kodim setelah selesai mendampingi bu menteri. “Tri, kamu di mana. Saya di Jalan Nomor 5,” kata Doni. Ia menangkap sinyal perintah, untuk segera meluncur ke sana. Mendekati titik pertemuan, ia melihat Doni Monardo berdiri di pinggir jalan dalam kegelapan, karena aliran listrik padam.

Malam itu saya ikut menemani Doni. Rombongan pun mengecek sebuah bangunan yang runtuh di dekat Doni berdiri. Di rumah itu, pagi hari tadi viral seorang anak tertimpa reruntuhan dan diberi minum oleh penolong. Sementara ibunya meninggal tak jauh darinya.

“Tri, di mana anak yang tadi pagi masih tertimbun di rumah ini,” tanya Doni.

“Siap, kebetulan tadi pagi yang bertugas di area ini teman-teman dari Paskhas TNI-AU. Menurut informasi, anak itu sudah berhasil dievakuasi,” jawab Tri.

“Yakin?”

“Yakin!” 

“Kalau yakin, cari di mana sekarang. Saya mau ketemu. Tapi kalau ternyata masih ada, itu pembiaran namanya. Besok pagi saya mau ketemu dia,” kata Doni.

Dengan basah kuyup Doni dan Tri kembali ke tempat masing-masing.

Terus Mencari

Malam pertama Doni dan rombongan BNPB melantai istirahat di rumah dinas gubernur. Sementara Tri kembali ke markas Kodim. Ia masih harus menuntaskan tugas mencari keberadaan si anak kecil yang selamat dari reruntuhan tadi.

Hingga fisik letih dan mata lelap, kabar itu belum juga didapat. Pagi-pagi sekali, ia kembali ke lokasi reruntuhan rumah yang semalam ia datangi bersama Doni Monardo. “Jam tujuh saya harus lapor. Wah, gawat kalau belum dapat info,” kata Tri, mengenang.

Tuhan maha baik. Seorang lak-laki yang rupanya tetangga korban, sedang berada di situ, melihat dan mencoba mengambil barang-barang di reruntuhan rumah yang masih bisa diambil dan diselamatkan. Nah, bapak-bapak itu yang memberi nomor HP orang yang menolong korban.

Tri segera menghubungi nomor telepon itu dan menanyakan keberadaan si anak. Info pun didapat, bahwa anak itu sudah selamat dan saat ini sudah berada di RS Palu untuk mendapat perawatan. Jarak Mamuju ke Palu lebih 400 km, dan jika lewat jalan darat harus ditempuh dalam waktu sekitar 10 jam. 

Tri pun melapor ke Doni. “Jadi saya tidak bisa bertemu dia?” Tri spontan menjawab, “Bisa komandan, pakai helikopter!” Dan Doni menutup telepon dengan kalimat, “Ya sudah, pastikan dia baik-baik saja. Itu artinya tidak ada pembiaran terhadap korban.”

Apakah tugas selesai? Oh, belum. Doni memerintahkan Tri Aji untuk menyiapkan stadion bagi penampungan pengungsi. “Tri, siapkan stadion untuk menampung pengungsi yang layak dikunjungi Presiden,” perintah Doni.

Sejak itu, Tri fokus menata Stadion Manakarra menjadi lokasi pengungsian yang representatif dan tertata dengan baik. Manajemen terkelola dengan baik. Tidak saja terbangun tenda-tenda yang memadai, tetapi juga dilengkapi fasilitas kesehatan, dapur umum, serta gudang logistik dan sarana lain.

 


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait