Ceknricek.com -- Wafatnya KH. Salahudin Wahid atau biasa disapa Gus Sholah,Ahad (2/2), menjadi kehilangan besar KH. Said Aqil Siradj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Kyai Said bahkan mengabarkan kepergian Gus Sholah lewat rekaman suara,dengan nada bergetar, mendoakan Gus Sholah dengan mengutip QS. Al-Fajr ayat 27-30.
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku”
Respon Kyai Said atas berpulangnya Gus Sholah menjadi menarik,mengingat perseteruan keduanya yang hingga Gus Sholah wafat,belum benar-benar mencair. Terakhir,seminggu lalu, lewat tulisannya di harian nasional, Gus Sholah secara tersirat masih mengkritik pedas Kyai Said, dalam sebuah opini menyambut hari lahir ke-94 Nahdlatul Ulama.
Sumber:Istimewa
“Titik lemah NU justru terletak pada organisasinya. Ketua Umum PBNU pasca-KH Wahid Hasyim (wafat April 1953) bukan tokoh yang sadar organisasi, termasuk aspek keuangan. Banyak tokoh PBNU pada posisi strategis adalah politisi atau bersikap politis. Paradigma dan praksis organisasi menjadi seperti parpol: pragmatis dan menghalalkan segala cara. Muktamar Ke-32 NU (Makassar) dan Muktamar Ke-33 (Jombang) jadi contoh nyata,”ujar Gus Sholah.
Berawal di Muktamar Jombang
Jika mau dirunut, kemarahan Gus Sholah berawal setelah Muktamar ke-33 tahun 2015 di Jombang yang memilih Kyai Said sebagai Ketua Umum (Ketum) PBNU periode kedua, setelah menang di Muktamar Ke-32 di Makassar. Gus Sholah menuduh, Kyai Said berlaku curang soal tata cara pengambilan suara. Kala itu, Gus Sholah sampai mengundurkan diri sebagai salah satu kandidat Ketum PBNU.
Baca Juga:In Memoriam KH Salahuddin Wahid
Buntut lanjutannya, sejumlah pengurus wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur menggugat hasil muktamar Ke-33. Mereka membawa persoalan ini ke pengadilan dan berharap ada keputusan pengadilan agar diadakan muktamar ulang. Muktamar di Jombang dianggap cacat hukum karena tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU. Belum lagi persoalan laporan pertanggungjawaban (LPJ) ketua umum. Pengurus wilayah tidak diberi kesempatan untuk menanggapi atau memberi catatan dalam LPJ.
Kyai Said sendiri menghadapi semuanya dengan santai. Ia mempersilahkan pihak yang tidak puas untuk menggugat. Kyai Said mengaku sangat menghormati Gus Sholah. Bahkan, ia blak blakan tidak berani mengkritik Gus Sholah. Ia hormat pada Gus Sholah sebagai cucu KH Hasyim Asyari,pendiri NU. Dalam perjalanan waktu,konflik itu tak kunjung menemui titik temu,dan gugatan para penentang Kyai Said jalan ditempat.
Gus Sholah pun tetap mengkritik kepemimpinan Kyai Said,dengan bahasa yang terang dan apa adanya.Misalnya saat peringatan haul ke-enam tahun wafatnya Gus Dur pada 26 Desember 2015. Menurut Gus Sholah, kepemimpinan Kyai Said kurang pandai memberikan manfaat kepada NU, tapi pandai sekali mengambil manfaat dari NU untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Bahkan Gus Sholah memohon doa agar mereka yang hanya memanfaatkan NU untuk kepentingan pribadi dan kelompok segera memperbaiki diri.
Sumber: Istimewa
Menariknya, Kyai Said tak pernah memberi respon atas kritik pedas Gus Sholah. Bahkan saat haul Gus Dur pada 29 Desember 2018, ia bersama istri, anak-anak, dan cucu-cucunya, menemui Gus Sholah. Padahal sebelumnya, Gus Sholah masih mengkritik keras Kyai Said, yang tidak konsisten. Gus Sholah menyesalkan dukungan Kyai Said ke Gus Ipul,saat Pilgub Jawa Timur, yang dimenangkan Khofifah, rival Gus Ipul.
Jauh sebelum hubungan panasnya dengan Kyai Said muncul, Gus Sholah sendiri pernah jadi salah satu ketua PBNU di era 1999-2004. Senioritas dan fakta mendiang sebagai cucu pendiri NU,rupanya membuat Kyai Said masih mengedepankan adab, hingga ia tetap kalem dan tidak membalas apapun kritik dari Gus Sholah. Saat Gus Sholah berpulang, Kyai Said bahkan menyebut Gus Sholah merupakan sosok yang berakhlak mulia, pembawaannya tenang, dan pribadi sangat sederhana.
"Gus Sholah pribadi yang sangat sederhana. Enggak glamor, enggak mewah, sangat sederhana," kata Kiai Said, Ahad (2/2).
Menurut Kiai Said, kemajuan Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur tidak bisa dilepaskan dari Gus Sholah. Dalam hidupnya, Gus Sholah memiliki perhatian bagaimana mengembangkan pesantren yang didirikan oleh Kakeknya, Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari itu. "Semua perjuangannya, pemikirannya, upayanya untuk Pesantren Tebuireng, bukan untuk pribadinya," kata Kyai Said, yang rupanya menerapkan prinsip Ahlussunah Waljamaah yang dianut NU dalam bermasyarakat, yaitu tasamuh (toleran terhadap perbedaan pandangan).
BACA JUGA: Cek HEADLINE Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini
Editor: Farid R Iskandar