Kenapa Langka Kebanggaan Atas Keunggulan Jawa dari Mongol? | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Istimewa

Kenapa Langka Kebanggaan Atas Keunggulan Jawa dari Mongol?

Ceknricek.com--Barangkali memang ada yang aneh tentang sikap atau pendirian bangsa ”kita”. Maksudnya, melalui  kemampuan strategi dan ketangkasan menggunakan senjata perang di abad ke-13 – tepatnya dalam tahun 1293 Era Bersama, para prajurit warisan Raja Kertanegara dan Kediri, ternyata mampu menghalangi sekitar 30 ribu laskar Mongol pimpinan KubIlai Khan meraih kemenangan mutlak (telak).

Harap direnungkan sebentar sebelum melanjutkan membaca tulisan ini: para prajurit dan hulubalang Jawa di abad ke-13 mampu menggagalkan cita-cita Kerajaan Mongol untuk menaklukkan musuh mereka di Jawa.

Ini bukan khayalan. Ini adalah kenyataan sejarah yang sayangnya terkesan kurang begitu diminati, dan kurang dianggap membanggakan, oleh bangsa kita (sekarang tentunya dapat disebut bangsa Indonesia).

Menggagalkan upaya Kerajaan Mongol di zamannya untuk menaklukkan hanya sebagian dari Jawa, pada hal di kancah peperangan lainnya, termasuk bahkan di Eropa dan apa yang kini dikenal sebagai Timur Tengah, bala tentara Mongol tidak ada yang mampu membendungnya.

Kenapa Raja Mongol marah kepada Raja Jawa?

Ada ungkapan “power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely” begitu dirumuskan oleh bangsawan Inggris Lord Acton di abad ke-19. Maksudnya kekuasaan cenderung membuat pemangkunya menjadi jahat dan kekuasaan yang mutlak menimbulkan kejahatan yang mutlak pula.

Begitulah dengan Kubilai Khan – penguasa Mongol di abad ke-13. Karena kekuasaannya, dia menuntut agar penguasa-penguasa lainnya di sekitar kerajaannya mengakui kekuatannya, dan bukan saja tunduk padanya melainkan juga membayar upeti.

Maka di abad ke-13 itu, Kubilai Khan mengutus anak buahnya ke Singhasari, sebuah Kerajaan waktu itu yang dipimpin Kertanegara.Bukannya tunduk kepada tuntutan Kubilai Khan itu, Singhasari malahan mencap dengan besi panas wajah utusan Kubilai Khan itu, yang ketika kembali ke hadapan Kubilai Khan untuk melaporkan kegagalan misinya itu, juga menampilkan wajah yang sudah berbeda dari yang dimilikinya ketika berangkat untuk menjalankan amanat sang raja yang dikenal memang sangat berkuasa itu.

Mungkin Kertanegara berbekal petuah orang tua-tua di kala itu “gajah teko gajah tak pangan opo meneh kue rempeyek  – gajah datang gajah kusantap apalagi kamu sekadar rempeyek."

Tidak mengherankan kalau Kubilai Khan naik pitam dan mengerahkan sampai 30 ribu bala tentaranya ke Jawa tetapi ternyata gagal menuntut balas dan praktis kembali terbirit-birit ke pangkalan dengan tangan hampa.

Bukankah ini suatu kemenangan luar biasa oleh bala tentara Jawa waktu itu? Kenapa tidak ada peringatan khusus? Ini patut sangat membanggakan, namun seakan berlalu seakan angin bertiup tanpa membawa pesan.

Kehebatan Mongol di Tempat Lain: Kalau menang melawan ayam mati, itu patut kalau tidak dibanggakan. Namun mengalahkan ayam jago yang tajam tajinya?

Mungkin benar kita memang adalah bangsa yang pemaaf dan pelupa. Sementara di antara kita lebih memilih untuk memaafkan dan melupakan kekejaman Belanda menjajah selama ratusan tahun, dan sebaliknya terkesan sangat berburuk sangka terhadap para pendatang dari Yaman. (Tapi ini cerita lain yang insya Allah akan diulas di lain waktu).

Sementara itu mari kita camkan keganasan bangsa Mongol terhadap berbagai bangsa lainnya.Konon, satu dari tiap-tiap 200 lelaki di permukaan bumi ini memiliki benih DNA Genghis Khan (juga dikenal dengan nama Chinggis Khan) pendiri dan sekaligus Khan (Penguasa) pertama kekaisaran Mongol. (Lahir  31 Mei 1162 dan mangkat 25 Agustus 1227).

Apa sebab musabab satu dari tiap-tiap 200 lelaki di permukaan bumi ini memiliki DNA Genghis Khan?

Ternyata laskar Mongol yang dikerahkan untuk menaklukkan berbagai bangsa lain waktu itu, tidak pernah mandi. Ini disebabkan keyakinan mereka akan kekeramatan air hingga hanya boleh diminum; begitu menurut sementara ahli. Bayangkan, 20 ribu (ke Jawa Kubilai Khan mengerahkan sampai 30 ribu) laskar Mongol yang berkuda, yang di bawah pelana tunggangan mereka itu biasanya diselipkan sepotong daging sapi mentah. Karena tergesek-gesek antara pelana dengan punggung kuda itu, daging tadi akhirnya menjadi lembut dan siap dimakan tanpa harus dimasak. Itulah asal usul hidangan Prancis yang masyhur bernama “Steak Tartar” (Tartar adalah bentuk nama dalam Bahasa Turkic untuk bangsa Mongol).

Kalau seorang laskar Mongol ketika menunggang kuda dalam ekspedisi ke sarang lawan, merasa lapar atau haus, maka ia akan menusuk dengan belatinya kuduk kudanya itu dan meminum darahnya.

Bayangkan 20 ribu laskar Mongol yang tidak pernah mandi menghampiri sebuah kota (waktu itu umumnya yang ada ialah kota dengan tembok-tembok tinggi, bukan negara wilayah seperti sekarang ini) dan angin bertiup dari belakang mereka. Begitu angin tadi memasuki kota bertembok batu itu, maka penduduk kota akan kalang kabut disebabkan bau badan laskar Mongol yang tidak pernah mandi. Pintu-pintu kota dibuka agar angin pembawa bau badan itu cepat berlalu, dan bala tentara Mongol pun dengan mudah menguasai kota tersebut dan “menaklukkan” penduduknya.

Langsung putri-putri tercantik dalam kota tersebut akan dikerahkan untuk memuaskan hawa  nafsu kejantanan  Genghis Khan. Begitulah terus menerus. Sebagian besar dari puteri-puteri itu kemudian hamil dan melahirkan bayi yang dalam darahnya mengalir DNA Genghis Khan, hingga kini dikatakan satu dari tiap-tiap 200 lelaki di permukaan bumi ini memiliki DNA Genghis Khan.

Juga sejarah akan mengungkapkan kepada kita, antara lain, bahwa:Dalam abad ke-13 (sebelum  Kubilai Khan mengerahkan pasukannya ke Jawa), laskar Mongol pimpinan Genghis Khan telah melakukan kebejatan yang sangat luar biasa, di sementara wilayah di Eropa, dan juga di apa yang kini kita kenal sebagai Timur Tengah.

Di antara sasaran yang mereka luluh lantakkan termasuk ribuan masjid.Mereka melakukan keganasan yang sungguh sangat luar biasa, mungkin seperti apa yang kini dialami penduduk Gaza di Palestina, ketika mereka memasuki dan menguasai kota Baghdad yang waktu itu terkenal sebagai sumber dari segala  ilmu pengetahuan yang dilambangkan oleh Baitul Hikmah.

Ribuan manusia, penduduk Baghdad, lelaki, perempuan, anak-anak, bayi, para ilmuwan dan cerdik cendikiawan, para perawat dan pasien, para dokter dan profesor, para siswa dan guru, dipenggal dan ditusuk. Kota yang waktu itu diakui sebagai pusat ilmu pengetahuan dari berbagai jurusan tamat riwayatnya. Puluhan juta buku yang tidak ternilai kandungan ilmunya hangus dan akhirnya menjadi abu.

Seorang pengamat Barat Will Durant mengakui bahwa itu adalah untuk pertama kalinya suatu peradaban punah sampai ke akar-akarnya dalam jangka waktu yang begitu cepat.

Seluruhnya di Baghdad saja, sekitar 800 ribu orang terbunuh. Semua perguruan tingginya, observatory nya, rumah sakitnya, perpustakaannya dan ke 3.000 masjidnya lenyap dari permukaan bumi.

Air dari kedua sungai kota Baghdad yang terkenal, Eufrat dan Tigris, menjadi hitam legam karena dicemari darah para korban. Ketika 100 tahun kemudian Ibnu Batutah menjenguk Baghdad, ia mendapati hanya reruntuhan yang masih tersisa.

Namun segala itu ternyata masih ada hikmahnya.Hulugu, cucu Genghis Khan akhirnya menyadari bahwa Islam adalah suatu ajaran yang lebih masuk akal, toleran, rapi dan  merupakan tata cara hidup yang lebih“beradab” daripada ajaran-ajaran lain yang pernah dikenalnya. Ini mungkin dikarenakan Islam bukanlah hanya agama semata-mata, melainkan suatu tata cara hidup (addin), yang dilengkapi (oleh Allah swt dan sunnah  Rasulullah (saw) dengan sistem dan aturan serta tata tertib.

Sebagaimana disimpulkan oleh mantan biarawati Inggris Karen Armstrong dalam bukunya tentang Islam, “Al Qur’an mengamanatkan kepada Muslim agar membentuk sebuah masyarakat yang adil dan beradab dalam mana setiap anggotanya diperlakukan dengan hormat.”

Dan ternyata Hulugu akhirnya membangun sebuah observatorium astronomi di Baghdad mirip seperti yang pernah diluluhlantakan oleh para pendahulunya. Wallahu a’lam.


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait