Ketika Anjing Bikin Gara-Gara | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
sumber: Istimewa

Ketika Anjing Bikin Gara-Gara

Ceknricek.com--Konon, anjing adalah “sahabat terjitu manusia”. Paling tidak begitulah suka disebut dalam budaya Barat, terutama Inggris. Dalam Al Qur’an pun ada ayat tentang seekor anjing yang menemani sejumlah pemuda yang tertidur di dalam gua.

“Dan engkau mengira mereka bangun, pada hal mereka tidur. Kami balikkan mereka ke kanan dan ke kiri sedang anjing mereka terbentang kedua kaki depannya di muka pintu gua…” (QS 18:18).

Cuma anjing juga sering dijadikan makian alias sumpah serapah, hampir dalam setiap budaya. Dan bagi banyak atau umumnya Umat Islam anjing dianggap najis. Oleh sebab itulah meledak kehebohan ketika Menteri Agama Yaqut Kholil Qoumas dikatakan telah mempersamakan suara adzan dengan gonggongan anjing.

Pemimpin Turki sekuler Mustafa Kemal dikatakan “sebel” dengan suara adzan karena mengganggu  bunyi musik yang mengiringinya berdansa terutama di malam hari (maghrib/isa).

Dalam salah satu karya besarnya, pujangga hebat dari Inggris William Shakespeare juga menggunakan “metafora” anjing untuk menggambarkan kekacauan dan keonaran.

Dalam “Julius Caeser”, melalui salah seorang tokohnya, Marcus Antonius, Shakespeare mengatakan: “Cry Havoc and Let Slip the Dogs of War”. Arti harfiahnya memang sederhana, yaitu ‘kumandangkan kekacau balauan dan lepaskan anjing-anjing perang.’

Namun arti sesungguhnya kira-kira adalah: Agar seorang komandan member perintah kepada anak buahnya supaya menimbulkan kekacau-balauan dengan cara membiarkan tentaranya melakukan penjarahan dan penghancuran sesuatu tempat.

Alhasil anjing memang jadi korban: dianggap sangat setia dan patuh, namun juga konon dapat dijadikan alat untuk mengobarkan kekacau-balauan…

Di Australia anjing atau “siulan anjing” (dog whistle) dianggap sebagai suatu kiat politik oleh seorang pemimpin atau politisi untuk mengirimkan pesan yang berbeda- beda kepada pendukungnya. Jangan salah, dog whistle bukan berarti anjing yang pandai bersiul. Memang anjing termasuk binatang yang cerdik dan mudah dilatih/diajari.

Bagi orang keturunan Anglo-Saxon, yang jumlahnya masih cukup banyak di Australia ini, anjing punya nilai tersendiri, dan merupakan binatang yang sangat disayangi. Bukanlah sesuatu yang mengherankan apabila ada orang Australia atau Inggris/Amerika yang dalam surat wasiatnya mewariskan harta bendanya/pusakanyak epada anjing kesayangannya.

Mungkin karena tampangnya begitu menyeramkan (sebenarnya jelek) orang Inggris bangga menyebut dirinya sebagai  “The Bulldog Breed”. Bagaimana pun harus diakui bahwa di zamannya Inggris memang pernah menjadi adhikuasa. Dan anjing jenis bulldog dikesankan handal, tangguh, jitu dan lain-lain.

Dan dalam bahasa Inggris perkataan “doggedly” - juga dari asal kata anjing – berarti sangat gigih. Mungkin maksudnya adalah anjing yang kalau sudah menggigit tidakakan melepaskan, kalau belum diberi aba-aba oleh pemiliknya.

Di banyak bandar udara di dunia anjing digunakan sebagai pelacak yang jauh lebih jitu dari manusia, karena penciumannya yang begitu tajam. Anjing dikatakan kurang tajam penglihatannya, tidak seperti elang, namun sangat peka pendengaran dan penciumannya. Itulah sebabnya diperkirakan bahwa di zaman batu, manusia menjadikan anjing sebagai “mata dan telinga keduanya”, yang menyelamatkannya dari serangan binatang buas, khusus di malam hari ketika keadaan gelap gulita, kecuali kalau bulan bersinar.

Cuma, kenapa orang Inggris kalau sudah marah suka sekali memaki seseorang dengan menggunakan perkataan “anjing”  (untuk perempuan disebut bitch dan lelaki son of a bitch). Di sinilah letak keanehannya. Bahkan seorang suami yang “dihukum” oleh istrinya atau atasannya akan dikatakan telah “dikirim ke kandang anjing” dog house).

Bagi para peternak di Australia, peranan anjing (sheep dog) memang sangat dihargai, karena kemampuannya untuk melaksanakan perintah tuannya dalam mengembala ternak domba. Dan perintah yang diberikan kepada anjing-anjing pengembala itu adalah dalam bentuk siulan dari tuannya/pemiliknya. Menarik sekali menyaksikan bagaimana 2 atau bahkan 3 ekor anjing pengembala yang dimiliki seorang peternak, bisa membedakan siulan mana yang merupakan perintah yang ditujukan kepadanya dan mana yang ditujukan bukan kepadanya.

Bagi yang belum pernah menyaksikan anjing-anjing pengembala ini beraksi, ada baiknya mengunjungi “The Royal Melbourne Show” yang diselenggarakan setiap bulan September di ibukota Negara Bagian Victoria, Australia ini. Biasanya di antara atraksi yang disajikan adalah tehnik pengembalaan ternak domba dengan menggunakan anjing. Di tempat-tempat yang banyak dikunjungi wisatawan asing di sekitar Melbourne juga ada yang menggelar pengembalaan ternak domba dengan mengerahkan anjing-anjing terlatih ini.

Namun zaman berlalu dan keadaan berubah. Kini istilah “dog whistle” sudah tidak lagi terbatas pada penggunaan dalam industry ternak, melainkan sudah memasuki lahan politik.

Pemimpin politik yang dikatakan menggunakan siasat “dog whistle” adalah tokoh yang mampu menyampaikan satu pesan yang menimbulkan multitafsir. Pada masyarakat umum makna dari pesannya itu adalah A sedangkan pada para pendukungnya, pesan tersebut sebenarnya berarti B - semua pihak akhirnya puas.

Pada hal menurut salah seorang Presiden Amerika yang sangat dikagumi oleh rakyatnya sampai sekarang ini, Abraham Lincoln: “Kamu tidak bisa selamanya memuaskan semua orang. Kamu hanya bisa memuaskan sebagian orang dari waktu ke waktu.”

Kecuali, barangkali, kalau lihai menggunakan “siulan anjing”. Di Italia pernah dikeluarkan undang-undang yang mewajibkan pemilik anjing membawa jalan-jalan peliharaannya itu setiap hari. Dikatakan oleh para ahli “ilmu jiwa anjing” binatang peliharaan ini lebih saying kepada orang yang suka mengajaknya bermain-main daripada orang yang saban hari memberinya makan.

Ternyata oleh anjing yang menyenangkan jiwanya lebih dihargai daripada yangmengenyangkan perutnya. Pada hal orang kita suka mengatakan yang terpenting adalah “perut sejengkal.”

Dalam budaya Arab konon ada kisah yang dimaksudkan untuk mencerminkan bagaimana anjing melakukan pembenaran terhadap perbuatan konyolnya.

Syahdan seekor anjing begitu asyik dan tekunnya menggigit-gigit tulang. Dan segala itu terus  diperhatikan oleh musuh bebuyutannya, seekor kucing. Akhirnya sang kucing tidak dapat menahan diri dan membuat komentar yang dimaksudkan untuk menghina anjing itu.

“Untuk apa kamu menggigit-gigit tulang yang sudah sama sekali tidak ada lagi daging yang menempel padanya. Bukankah itu perbuatan yang sia-sia?” kata kucing.

Anjing tadi terus saja menggigit-gigit tulang itu sampai akhirnya gusinya berdarah dan darah itu mewarnai liurnya yang menitis keluar. Melihat warna liurnya begitu merah, anjing tadi dengan bangga mengatakan kepada kucing: “lihat itu darah, yang keluar dari daging yang masih menempel pada tulang ini.”

Itulah rasionalisasi anjing menurut budaya Arab.

Dalam peribahasa kita salah satu perumpaan tentang orang tamak ditamsilkan sebagai: “Bagai anjing berebut tulang.” Maksudnya “orang tamak hendak memiliki harta orang lain, tetapi hartanya sendiri malahan habis.” Mungkin dalam budaya kita anjing dianggap kurang terhormat, sebagaimana disebutkan dalam peribahasa:

“Anjing itu meskipun dirantai dengan rantai emas sekalipun niscaya berulang juga ke tempat najis.”

Artinya, orang yang pada dasarnya jahat atau hina takkan dapat mengubah tingkah lakunya meskipun ia mendapat tempat yang baik dan layak. Dan orang Turki (?) menasehatkan: “Biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu.”

Jangan pedulikan ocehan yang tidak berdasar, mari kita maju terus dengan amal yang baik. Wallahu a’lam.#


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait