Ceknricek.com--Sebagaimana kita ketahui bersama, baru-baru ini melalui Permenkes 12/2024, menkes secara paksa menguasai alias membajak alias merampas institusi Kolegium Ilmu Kedokteran yang sudah berkiprah selama lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun sebagai mitra pemerintah dalam mendidik dan menghasilkan Dokter Spesialis dan Subspesialis. Berkat hasil kerja yang tulus untuk negeri, bahkan tanpa dukungan anggaran negara, serta jauh dari perilaku koruptif dan penyalahgunaan kekuasaan, Kolegium pelbagai Disiplin Kedokteran Spesialis tersebut telah bisa menghasilkan sekitar 2700 dokter spesialis baru setiap tahun dengan kualitas yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh World Medical Association (WMA).
Sesuai dengan UU No 29-2004 Pasal 1 butir 13, Kolegium adalah badan otonom yang dibentuk oleh Organisasi Profesi (OP) untuk masing-masing cabang disiplin ilmu, yang bertugas mengampu pendidikan bidang ilmu tersebut. Kolegium memiliki tugas utama untuk menjaga baku mutu pendidikan profesi dokter, dokter spesialis, dan dokter subspesialis. Keberadaan kolegium juga mengacu pada UU No. 20-2013 tentang Pendidikan Kedokteran, yang menyebut Fakultas Kedokteran sebagai penyelenggara program pendidikan bersama dengan Rumah Sakit Pendidikan berkoordinasi dengan Kolegium sebagai bagian dari Organisasi Profesi (OP).
Pada Muktamar IDI tahun 2000 di Malang, disepakati pembentukan Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) atau Indonesian College of Medicine sebagai induk dari semua Kolegium Bidang Ilmu, dan merupakan badan otonom dalam kepengurusan Pengurus Besar (PB) IDI, selain MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) dan MPPK (Majelis Pengembangan Praktik Kedokteran). Dalam wadah MKKI inilah diselesaikan dan dilakukan harmonisasi kompetensi banyak bidang spesialisasi yang saling beririsan/ overlapping.
Fakta sejarah ini tidak bisa dihapus maupun diputar-balikkan begitu saja oleh siapapun termasuk menkes yang baru lahir kemarin sore, bahwa Kolegium Kedokteran dan Kolegium Dokter Spesialis merupakan sebuah lembaga independen/ mandiri (self regulating body) yang dibentuk oleh OP Dokter dan Dokter Spesialis, yang berperan amat penting sebagai mitra pemerintah dalam menjaga Baku Mutu Pendidikan, sampai pada menjaga Standar Kompetensi Praktek Dokter Spesialis.
Bahkan Keberadaan Kolegium dan MKKI ini telah dikukuhkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dalam amar putusan No. 10/PUU-XV/2017. MK berpendapat bahwa Kolegium Kedokteran dan/ atau MKKI merupakan unsur yang terdapat dalam IDI dan bukan merupakan organisasi yang terpisah dari IDI. Kolegium Kedokteran Indonesia/ MKKI merupakan unsur dalam IDI yang bertugas melakukan pengaturan dan pembinaan pelaksanaan sistem pendidikan profesi kedokteran. Jadi Kolegium dan/ atau MKKI adalah sebuah Academic Body Profesi Kedokteran.
Keanggotaan kolegium adalah para Guru Besar Disiplin Ilmu terkait dan para pengelola pendidikan bidang ilmu yang terdiri atas Ketua Program Studi dan ketua Departemen pada Institusi Pendidikan Dokter Spesialis. Rasanya tidak mungkin dibantah bahwa kelompok Guru Besar Disiplin Ilmu inilah yang paling pantas mengampu dan mengelola pendidikan spesialis, yang tidak mungkin tergantikan oleh siapapun, apalagi seorang menkes yang sama sekali tidak memiliki latar belakang pendidikan kedokteran. Saat ini dalam wadah MKKI setidaknya ada 38 Kolegium Disiplin Ilmu yang semua anggotanya adalah orang-orang yang terpilih dari setiap perhimpunan dokter spesialis, yang dianggap paling mampu dan credible dalam mengampu pendidikan spesialis.
Kolegium Palsu dalam UU No.17/2023, PP No. 28/2024, serta PMK No.12/2024
Terkait mekanisme seleksi anggota dan ketua Kolegium Kesehatan Indonesia, bahkan sampai penetapan ketua Kolegium Bidang Ilmu (PMK No. 12/2024, Pasal 18-22), semuanya diatur oleh menkes yang memposisikan diri sebagai Raja yang Otoriter, seorang Penguasa Tunggal alias Diktator bagi semua urusan mulai dari pendidikan, rekrutmen, sampai tatakelola seluruh tenaga kesehatan dan tenaga medis. Dalam PMK No.12/2024 Pasal 23, tentang tata kerja, tertulis “Kolegium Kesehatan Indonesia memiliki tugas melakukan koordinasi pelaksanaan peran, tugas, fungsi, dan kewenangan kolegium tiap disiplin ilmu kesehatan, sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh menkes. Di sini terlihat jelas sekali tidak adanya independensi Kolegium karena dikangkangi di bawah ketiak menkes.
Oleh karena itu, secara logika sederhana dan akal sehat, bisa dinyatakan bahwa Kolegium yang dibentuk atas dasar UU 17/2023, PP No.28/2024, serta PMK 12/2024 bukanlah sebuah Lembaga Ilmiah karena tidak mandiri, dikendalikan oleh penguasa, dan penuh dengan conflict of interest. Hal ini tampak jelas pada PP No. 28/2024 Pasal 1 Butir 44, Kolegium adalah Kumpulan Ahli dari setiap disiplin Ilmu Kesehatan…..yang menjalankan tugas dan fungsi secara independen dan merupakan alat kelengkapan Konsil. Tapi pada Pasal 707 tertulis, Kolegium dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang harus berkoordinasi dengan menkes dalam rangka menjamin kesesuaian dengan kebijakan yang ditetapkan menkes. Dalam hal pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang tidak sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh menkes, menkes dapat melakukan penyesuaian pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang.
Secara kasat mata UU No. 17/2023 serta PP No. 28/2024 dan PMK No. 12/2024 telah mengambil paksa alias merampok Lembaga Kolegium, dari tangan para putra terbaik bangsa dalam setiap bidang spesialis, dan menggantikannya dengan para pesuruh menkes yang bekerja dan tunduk pada perintah menkes, dengan kriteria yang sengaja dibuat absurd “Ahli di bidang Kesehatan”. Bisa jadi inilah kedunguan terbesar abad ini, yang akan menjadi awal kemunduran dan porak-porandanya sistem pendidikan dokter spesialis yang sudah baik saat ini kembali ke model Home Schooling (https://m.mediaindonesia.com/opini/628479/pendidikan-dokter-spesialis-bukan-home-schooling) seperti yang pernah kita alami 60-70 tahun yang lalu. Tentu saja langkah dungu ini akhirnya akan mengorbankan hak rakyat untuk memperoleh pelayanan kesehatan spesialistik yang berkualitas dan terjangkau.
Langkah menkes berikutnya: Hancurkan dan Aneksasi OP Dokter dan Nakes
Sebenarnya, langkah menkes untuk menghancurkan dan menguasai Organisasi Profesi Dokter dan Nakes ini sudah bisa dibaca sejak awal menkes mengusung RUU Kesehatan Omnibus. Semua tentu ingat pernyataan menkes dalam sebuah potongan video TikTok yang jadi viral (akun @drtonysetiobudi) sbb. “di Indonesia, perawat itu ‘pesuruh’, mirip dengan ‘pembantu rumah tangga’ -nya dokter, sedangkan di luar negeri perawat dan dokter itu sama kastanya, bekerja dalam sebuah tim”. Pernyataan ini bukan sebuah ketidak-tahuan seorang menkes yang bukan dokter, tapi ini sebuah fitnah keji yang dimaksudkan untuk memecah-belah OP perawat (PPNI) dengan OP Dokter (IDI). Upaya ini gagal total karena fakta yang ada membuktikan bahwa sebenarnya perbedaan kasta antara dokter dan nakes lain, adalah kasta ekonomi akibat ketidakmampuan pemerintah (baca: menkes) memberikan penghargaan kesejahteraan yang layak bagi sekitar satu juta nakes honorer di daerah.
Berikutnya ada pernyataan menkes, lagi-lagi lewat TikTok (akun @drtonysetiobudi) berjudul ‘Pemerasan Terselubung di Dunia Kedokteran’. Disini menkes mempertanyakan dan sekaligus menuduh “Mengapa harus ada STR dan SIP, kenapa tidak disatukan saja?, oh, ternyata ada pemerasan terselubung yang dilakukan IDI terkait pengurusan STR-SIP yang nilainya sebesar 6 juta rupiah dikalikan 77 ribu dokter spesialis, jadi total ada 430 M setiap tahun, oh pantes ribut”.
Narasi menkes terkait bisnis pengurusan STR-SIP yang menghasilkan Triliunan (Merdeka.com, 24 Maret 2023) ini jelas sebuah fitnah keji yang tidak pernah diklarifikasi kebenarannya, bahkan sempat dianggap sebagai hal yang benar oleh sebagian masyarakat yang tidak tahu. Faktanya pengurusan STR hanya berbiaya 300 ribu dan dibayarkan langsung ke negara sebagai PNBP melalui Konsil Kedokteran. Bahwa ada iuran anggota perhimpunan profesi (OP) spesialis yang besarannya 50-100 ribu per bulan adalah hak internal dan kesepakatan OP dengan anggota-nya.
Langkah sistematis menkes untuk menghancurkan OP dokter dan nakes tidak berhenti hanya lewat TikTok dengan memanfaatkan para buzzer dan para penjilat-nya saja. Upaya ‘devide et impera’ menkes ini bahkan lebih kasar dan lebih kejam dari langkah VOC dan Kumpeni dalam menguasai bumi pertiwi di masa penjajahan dulu. Terkait pembahasan RUU Kesehatan Omnibus, ada Surat Menkes RI No. UM.02.08/A.V/3935/2022, tg 13 Nov.2022 yang ‘mengajak’ PDUI (komponen terbesar dalam IDI), bukannya PB-IDI. Tentu saja undangan ini ditolak mentah-mentah oleh para Patriot Bangsa di PDUI dengan Surat No.203/PP-PDUI/B/XII/2022, tg. 13 Des.2022, karena berbeda dengan para penjilat dan buzzer menkes, anggota dan segenap pengurus PDUI punya integritas sebagai bagian dari IDI.
Bahkan dalam Raker dengan Komisi IX DPR RI, Selasa 24 Jan.2023, menkes jelas-jelas menuduh dan menyalahkan IDI sebagai ‘Biang Kerok’ kurangnya produksi dokter dan kegagalan distribusi dokter (DetikHealth, Minggu 29 Jan.2023). Sesungguhnya bagi kita yang memahami masalah, ini adalah cermin dari kegagalan menkes dan kemenkes dalam membuat perencanaan dan pemetaan tentang kebutuhan dokter di Indonesia, ibarat ‘Menepuk Air di Dulang, Terpercik Muka Sendiri’. Pernyataan menkes bahwa pemerintah tidak memiliki kewenangan dalam distribusi dokter adalah sebuah kebohongan publik karena faktanya dalam UU 36/2014 Pasal 13 dan 25, kewenangan distribusi dokter berada di tangan Pemerintah Pusat dan Pemda, bukan OP.
Langkah Kotor menkes tuntaskan Aneksasi OP melalui tangan Kolegium Palsu
Selama ini, semua dokter spesialis adalah anggota dari Perhimpunan Profesinya (OP) masing-masing, dan dalam OP itu ada berbagai Komisi atau Pokja yang membidangi pengembangan kompetensi. Sebagai OP maupun Ormas yang mandiri, semua OP Spesialis juga menjadi bagian/ anggota dari OP Spesialis yang sama di tingkat Regional (ASEAN, Asia, Asia-Oceania, Australia) dan di tingkat Dunia (misal World Federation of Neurosurgical Societies). Sebagaimana OP di tingkat Regional maupun Internasional, Penyelenggaraan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) adalah tanggung-jawab dari OP Spesialis bersama seluruh Komisi atau Pokja yang ada. OP Spesialis juga bekerja menyelesaikan masalah yang dihadapi para anggotanya dalam menjalankan profesinya. Bahkan banyak OP Spesialis yang bermitra dan membantu Pemda di wilayah 3T (Terluar, Terpencil, Termiskin) untuk merintis dan membangun pelayanan medis spesialistik di wilayah 3 T tersebut.
Langkah menkes melakukan pemilihan ‘Ketua Kolegium’ baru-baru ini, melalui cara voting ala ‘Indonesian Idol’ adalah sebuah lelucon yang kekanak-kanakan, yang bahkan membuktikan bahwa ‘kolegium kemenkes’ ini bukan dan bahkan jauh dari pantas untuk disebut sebagai lembaga pengampu ilmu atau scientific body. Tanpa dasar ketentuan yang jelas, menkes menggunakan haknya menunjuk Ketua Kolegium Kemenkes, satu orang untuk setiap Disiplin Kedokteran Spesialis. Di bawah ‘ketua kolegium’ ini, ada 5 (lima) ketua bidang yang terdiri atas Bidang 1 (Evaluasi dan Ujian); Bidang 2 (Kurikulum); Bidang 3 (Pengembangan Kompetensi); Bidang 4 (Mutu dan Akreditasi); dan Bidang 5 (Keanggotaan dan Kerjasama).
Kalau di dalam Kolegium milik OP Spesialis hanya ada 3 Komisi yaitu Komisi Ujian Nasional, Komisi Kurikulum, dan Komisi Akreditasi, hadirnya 5 bidang pada Kolegium Palsu kemenkes bukanlah sekedar sebuah kebetulan. Dibalik itu ada rencana yang amat jahat, terstruktur dan sistematis, dan masif yang nantinya pasti berujung pada aneksasi/ akuisisi OP Spesialis (yang selama ini merupakan OP atau Ormas yang mandiri, dengan AD/ART masing-masing, dengan Muktamar sebagai forum pengambilan keputusan organisasi yang tertinggi) menjadi sekedar sebuah organisasi tanpa fungsi di bawah Kolegium Palsu Kemenkes. Dengan kata lain, posisi OP Spesialis nantinya bukan cuma di bawah ketiak tapi lebih dari itu, di bawah kemaluan menkes.
Bidang 3 (Pengembangan Kompetensi), nantinya dengan Surat Edaran (SE) menkes/ dirjen akan mengambil alih semua kewenangan penyelenggaraan kegiatan penambahan kompetensi, termasuk PIT, dan tentu saja termasuk kekuasaan pemberian SKP yang diperlukan anggota untuk memperpanjang SIP. Dan berikutnya, juga lewat SE menkes/ dirjen, Bidang 5 (Keanggotaan dan Kerjasama), akan mewajibkan semua anggota OP Spesialis terdaftar sebagai anggota bidang ini sebagai syarat untuk bisa mendapatkan rekomendasi guna mengurus perpanjangan SIP, atau bahkan untuk bisa mendapatkan SKP kemenkes. Maka sempurnalah penguasaan menkes sebagai diktator atas semua OP Medis dan Tenaga Kesehatan.
Tulisan ini ditujukan kepada seluruh insan Profesi Medis (Named) dan Tenaga Kesehatan (Nakes) lain, khususnya kepada para Punggawa IDI dan Perhimpunan Dokter Spesialis, untuk mengingatkan dan menyadarkan kita semua, tentang bahaya dari semua langkah yang dilakukan menkes dan jajarannya, baik melalui berbagai medsos maupun Surat Edaran resmi, sejak akhir tahun 2022 sampai saat ini (termasuk isu Bullying dan Depresi dalam Pendidikan Spesialis yang diamplifikasi dan diorkestrasi oleh para buzzer dan para penjilat menkes). Semuanya adalah bagian dari agenda busuk menkes yang terstruktur, sistematis, dan masif, untuk menjadikan menkes sebagai Super Body bak Firaun yang menguasai dan mengambil alih institusi Pendidikan Dokter Spesialis dari Kemendikbud-Ristek, bahkan menguasai seluruh tata kelola Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan termasuk kemandirian Organisasi Profesi melalui institusi Kolegium Palsu yang terdiri atas para pesuruh menkes dan bekerja di bawah ketiak menkes.
Penguasaan semua tata-kelola Named dan Nakes dari hulu sampai hilir ini menjadi syarat penting untuk memuluskan agenda liberalisasi dan industrialisasi layanan medis dan produksi tenaga medis. Sungguh tidak bermoral kalau sampai kesehatan rakyat yang merupakan hak konstitusi dijadikan sekedar bisnis mencari untung bagi menkes dan jajarannya dengan orang sakit sebagai obyek bisnisnya (https://ceknricek.com/mobile/tidak-bermoral-kesehatan-rakyat-dan-orang-sakit-dijadikan-obyek-bisnis-oleh-kemenkes-39526) dan (https://www.youtube.com/watch?v=89R1TpQqSjA). Bila ini benar-benar akan terjadi maka ‘berdiam diri’ adalah selemah-lemahnya Iman, karena itu mari kita semua bersatu-padu untuk melawan agenda busuk menkes sebagaimana para pendahulu kita dahulu berjuang melawan VOC dan Kumpeni serta para penjilatnya. Maju Tak Gentar Membela Yang Benar.
# Zainal Muttaqin, Pengampu Pendidikan Spesialis, Guru Besar FK Undip
Editor: Ariful Hakim