Ceknricek.com -- Seperti yang sudah diduga sebelumnya, keinginan Kapolri Jenderal Tito Karnavian agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipimpin anggota Polri terkabul sudah. Inspektur Jenderal Firli Bahuri terpilih sebagai Ketua KPK periode 2019-2023. Firli dipilih seluruh anggota Komisi III DPR RI, Jumat (13/9) dini hari.
Anak buah Tito ini mendapatkan 56 suara atawa seluruh anggota Komisi III. Selain Firli, terpilih juga pimpinan KPK yang lain. Mereka adalah Alexander Marwata (pimpinan KPK), Irjen Pol Firli Bahuri (Polri), Lili Pintauli Siregar (advokat), Nawawi Pomolango (hakim), dan Nurul Ghufron (dosen).
Terpilihnya Firli menambah deretan kader Polri di lembaga penting negara. Ada Komjen Heru Winarko, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), sejak 1 Maret 2018. Lalu ada Komjen Suhardi Alius yang menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sejak 20 Juli 2016.
Sumber: Kompas
Baca Juga: Perlawanan Pimpinan KPK: Cicak Vs Komodo!
Pensiunan polisi lebih banyak lagi. Kepala Badan Intelijen Negara atau BIN dipimpin Jenderal (Purn) Budi Gunawan. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Komjen Pol. (Purn.) Drs. Syafruddi juga kader Polri. Bahkan Kepala Bulog, Komjen (Purn) Budi Waseso juga Polri.
Firli adalah polisi aktif dan boleh tetap seperti itu. Menurut Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, Firli tak harus keluar dari kepolisian kendati terpilih menjadi Ketua KPK. Dasarnya, Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 4 tahun 2017 tentang Penugasan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU Aparatur Sipil Negara. "Penugasan khusus tidak harus mundur," katanya, Jumat (13/9).
Sementara itu, pada Pasal 123 ayat (1) UU ASN menyebut bahwa pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi ketua, wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak kehilangan status sebagai PNS. "Kalau penugasan enggak (harus mundur), atau ditempatkan di lembaga-lembaga dengan tugas-tugas kepolisian," jelas Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Tasdik Kinanto. Ia berdalih KPK memiliki fungsi, tugas-tugas kepolisan.
Hanya saja, banyak pihak berpendapat Firli seharusnya mundur dari Polri. Karena, sesuai UU nomor 34 tahun 2004 bahwa perwira aktif TNI/Polri tidak mengisi jabatan di instansi publik. “Harus mundur” ujar Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti.
Pendapat Ray masuk akal. Soalnya, jika Firli tidak mundur maka ia bisa berada di bawah bayang-bayang Kapolri. Jika begitu, KPK bisa menjadi cabang Polri.
Bermasalah
Firli adalah calon kontroversial yang banyak mendapat sorotan publik. Saat ia lolos calon pimpinan, banyak pihak yang keberatan. Bahkan ada 500 pegawai KPK yang menolak dirinya. Persoalannya, pegawai KPK tak punya hak pilih. Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Pansel membawa 10 nama ke Presiden Joko Widodo, di dalamnya ada ama Firli. Selanjutnya Presiden mengirim 10 nama itu ke DPR tanpa revisi sedikit pun. DPR pun memilih 5 pimpinan KPK dari 10 nama tersebut. Firli yang banyak ditentang itu justru menjadi pilihan wakil rakyat.
Mereka yang menentang Firli karena menganggap sang irjen ini bermasalah. Saat menjabat Deputi Penindakan KPK, Firli kedapatan berfoto bersama Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi. Padahal kala itu, TGB menjadi salah satu terperiksa dalam perkara yang diselidiki KPK. Pertemuan itu dinilai melanggar kode etik. Kasus ini sempat diusut KPK. Sayangnya, kasus foto-foto tersebut tak berlanjut karena Firli ditarik Mabes Polri. Ia dilantik menjadi Kapolda Sumsel.
TGB punya hubungan istimewa dengan Jokowi. Bekas Gubernur Nusa Tenggara Barat itu memilih keluar dari Partai Demokrat demi mendukung Jokowi dalam Pilpres 2019. TGB loncat pagar pada saat dirinya dibidik KPK dalam kasus dugaan korupsi divestasi Newmont. Banyak pihak menduga kasus itu menjadi timbal jasa dari Jokowi.
Baca Juga: Revisi UU KPK, Siapa yang Mau Diselamatkan Pemerintah & DPR?
TGB bertemu dengan Firli dalam acara perpisahan komandan Korem 162/Wira Bhakti di Mataram pada 13 Mei 2018. Kala itu, Firli yang bekas Kapolda NTB sudah ditunjuk menjadi Deputi Penindakan KPK. Kabar itu bikin Firli dilaporkan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke KPK. ICW menuntut Firli mendapatkan sanksi lantaran pertemuan itu berpotensi membuat penyidikan kasus divestasi Newmont terganggu.
Dugaan ICW tak meleset. Pada 14 September 2018, Tempo merilis bahwa Firli sebagai salah satu pihak yang mencoba "mengulur ekspos" kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan. Beberapa penyidik menyebut tindakan ini sebagai penghambat kerja KPK.
Sumber: Katadata
Firli, misalnya, memerintahkan penyidik mendapatkan hasil audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK. Langkah ini tak biasa lantaran pada tahap penyelidikan, tim hanya butuh komitmen mengenai kerugian negara.
Keterkaitan antara kasus divestasi Newmont dan dukungan TGB kepada Jokowi inilah yang diduga menjadi jalan mulus bagi Firli lolos sebagai Capim KPK. Sekalipun begitu, sampai saat ini belum ada bukti konklusif yang mengaitkan kasus TBG dan langkah mulus Firli ke kursi KPK.
Serahkan Mandat
Anggota Komisi III DPR toh memilih Firli. Mereka tak mau mendengar protes dari rakyat. KPK pun punya cara sendiri dalam menyambut keputusan DPR itu. Penasihat KPK periode 2017-2020, Mohammad Tsani Annafari, langsung mengajukan surat pengunduran diri sebagai pimpinan KPK. "Saya keluar untuk menjaga semangat, dan sebelum pimpinan dilantik maka saya akan langsung mundur," katanya.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang, juga menyampaikan pesan senada. Ia mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK periode 2015-2019. Pernyataan itu disampaikan Saut lewat surat elektronik ke jajaran pegawai KPK. Saut mengatakan pengunduran dirinya sebagai pimpinan KPK berlaku terhitung sejak Senin (16/9).
Sumber: Alinea
Baca Juga: Presiden Tolak Empat Poin Revisi UU KPK Usulan DPR
Bukan hanya mereka berdua yang begitu. Ketua KPK, Agus Rahardjo, juga menyerahkan mandat pengelolaan lembaga antirasuah itu ke Presiden Jokowi. "Oleh karena itu setelah kami mempertimbangkan situasi yang semakin genting, maka kami pimpinan sebagai penanggung jawab KPK dengan berat hati, kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK ke Bapak Presiden," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers, Jumat (13/9).
Foto: Istimewa
Agus mengatakan, pimpinan KPK menunggu tanggapan Presiden apakah mereka masih dipercaya memimpin KPK hingga akhir Desember atau tidak. "Mudah-mudahan kami diajak Bapak Presiden untuk menjawab kegelisahan ini. Jadi demikian yang kami sampaikan semoga Bapak Presiden segera mengambil langkah penyelamatan," katanya.
Agus merasa, saat ini KPK diserang dari berbagai sisi, khususnya menyangkut revisi Undang-Undang KPK. Ia menilai KPK tidak diajak berdiskusi oleh pemerintah dan DPR dalam revisi tersebut.
Kini pemerintah dan DPR benar-benar mengarahkan lahirnya KPK baru. KPK yang menurut istilah Wapres Jusuf Kalla bukan aparat yang main ciduk. Selamat tinggal KPK.
BACA JUGA: Cek HUKUM, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini