Ceknricek.com -- Apa yang terjadi jika Bank Mandiri batal mengambil alih Bank Permata? Jawabnya bisa bermacam-macam. Misalnya, upaya memulangkan bank ini 100% kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi menjadi gagal karena boleh jadi saham Bank Permata akan dicaplok asing. Bank-bank Jepang sudah bakal masuk.
Kabar batalnya rencana akuisisi PT Bank Permata Tbk. (BNLI) oleh PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) ini diberitakan CNBC Indonesia, Senin (27/5). Media online ini memberitakan, kedua belah pihak tidak ada kesesuaian soal harga. "Diskusi terakhir dengan BMRI menunjukkan rencana mengakuisisi BNLI secara resmi batal setelah kedua pihak tak bersepakat soal harga," kata sumber CNBC Indonesia.
Tadinya, rumor yang sudah banyak diberitakan media massa menyebut, Bank Mandiri masuk dengan penawaran harga nilai buku atau price to book value (PBV) sebesar 1,8x. Konon, seiring dengan proses negosiasi, Bank Mandiri kemudian menarik penawaran lama dan menyampaikan penawaran harga baru dengan PBV pada 1,4x-1,5x. Angka tersebut dinilai harga paling wajar bagi Bank Mandiri.
Jika menengok data perdagangan saham, Senin (27/5), menunjukkan PBV Bank Permata yakni sebesar 0,98x dengan harga saham Rp805/saham.
PBV adalah penilaian harga saham dengan nilai buku perusahaan. Biasanya, saham yang memiliki rasio PBV besar, memiliki valuasi yang tinggi (overvalue) sedangkan saham yang memiliki PBV di bawah 1 memiliki valuasi yang rendah alias undervalue.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo sempat menangkis soal angka-angka bocoran tadi. "Semua omongan di publik mengenai valuasi segala macam itu rumor semua. Karena ini kami sama-sama perusahaan publik, kami tidak bisa sampaikan sebelum ada titik-titik tertentu," katanya, kepada sejumlah awak media, Selasa (9/4).

Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo. Sumber: asia.nikkei.com
Sebelumnya, dia juga tidak membantah namun juga tidak mengiyakan kabar batalnya bank pelat merah itu untuk mencaplok Bank Permata dari dua pemegang sahamnya.
Sekadar informasi, per akhir Desember 2018, komposisi pemegang saham Bank Permata adalah PT Astra International Tbk. (ASII) sebesar 44,56% atau sebanyak 12,50 miliar saham, kemudian Standard Chartered (SCB) 44,56% atau 12,50 miliar saham, dan masyarakat 10,88% atau 3,05 miliar.

Kesibukan pelayanan bank Permata. Sumber: Istimewa
Analis mengatakan, pembatalan akuisisi ini akan berdampak positif bagi Bank Mandiri karena akan menghapus sentimen negatif saham perseroan. Sebaliknya, bagi Bank Permata, ini akan menjadi kabar buruk. Harga saham berpotensi kembali ke level sebelum rencana akuisisi ini tersiar.
Selain itu, pembatalan ini bisa membuat pemegang saham Permata sulit melakukan divestasi lagi. Butuh waktu yang lebih lama untuk kembali bernegosiasi dengan calon pembeli baru. Di sisi lain, Mandiri tak perlu mengeluarkan dana besar hingga lebih dari Rp30 triliun untuk melakukan akuisisi tersebut. Capital Adequacy Ratio (CAR) masih akan kuat di atas 20%.
Soal duit, Bank Mandiri memang cukup siap. Kesiapan itu bisa dilihat dari laba yang berhasil dikantongi bank BUMN ini sepanjang 2018 sebesar Rp25,02 triliun. Capaian tersebut naik 21,2% dibandingkan capaian laba bersih pada tahun sebelumnya senilai Rp20,6 triliun. Jadi, jika total dari laba yang didapat ini digunakan untuk membeli 44,56% saham Bank Permata yang dimiliki Stanchart, angkanya masih lebih dari cukup.

Pelayanan Bank Mandiri. Sumber: Antara
Soalnya, jika Mandiri menawar 1,5x maka dana yang harus disiapkan untuk membeli saham Stanchart di Permata paling berkisar Rp15 triliun. Jika Mandiri juga hendak membeli kepemlilikan Astra di Permata maka total dana yang mesti disiapkan menjadi Rp30 triliun.

Sumber: CNBC
Dana sebesar itu sudah “disiapkan” oleh Bank Mandiri, jika harus mengambil alih juga saham Astra di Bank Permata. Soalnya, Bank Mandiri sendiri mengaku kelebihan modal sebesar Rp30 triliun. Kelebihan dana itu dialokasikan Mandiri untuk membiayai rencana ekspansi anorganik, termasuk mengakuisisi bank berskala menengah hingga besar.
Saudara Tua

Mitsubhisi UFJ Financial Group. Sumber: Istimewa
Persoalan lain adalah bahwa sejatinya bukan hanya Mandiri saja yang ngebet kepingin membeli saham Bank Permata. Sejumlah investor asing juga berminat membeli. Semua peminat itu adalah investor Jepang yakni Mitsubishi UFJ Financial Group, Japan Post Bank, Mizhuo Financial Group, dan Sumitomo Mitsui Financial Group.

Mizhuo Financial Group. Sumber: Kiyoshi Ota
Dari keempatnya, tiga nama sudah memiliki afiliasi dengan bank-bank Indonesia. MUFG sudah menjadi pemilik 40% saham PT Bank Danamon Tbk. (BDMN), sementara SMFG juga memegang 40% saham PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) dan akan segera melalukan merger antara BTPN dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia, sementara Mizuho juga sudah mendirikan PT Bank Mizuho di Indonesia.

Sumitomo Mitsui Financial Group. Sumber: Istimewa
Hanya Japan Post Bank (JPB) yang belum masuk ke perbankan Tanah Air. Makanya nama JPB sempat digadang-gadang sebagai calon kuat pembeli Permata dari Stanchart.

JP Bank. Sumber: Istimewa
Bank-bank Jepang ini menyatakan minatnya setelah Stanchart mengembuskan niatnya melepas saham Permata Februari kemarin. Bank asal Inggris tersebut mengumumkan strategi bisnisnya secara global dalam tiga tahun ke depan. Dalam rencana strategi bisnis periode 2019-2021, Stanchart akan meningkatkan target imbal hasil atas modal berwujud atau Return of Tangible Equity (RoTE) secara global menjadi 10% pada 2021, dari saat ini sebesar 5%.
Untuk mencapai target itu, salah satu langkah yang dilakukan adalah mengurangi aset-asetnya di beberapa negara yang dinilai memberikan imbal hasil rendah. Di antaranya adalah Indonesia, India, Korea Selatan, dan Uni Emirat Arab (UAE). Manajemen Stanchart juga mengungkapkan, rencana pelepasan saham itu merupakan upaya perseroan melakukan reklasifikasi atas kepemilikan saham perusahaan, dan mengurangi aset tertimbang menurut risiko sebesar US$9 miliar.
Asyiknya, saham Permata itu dilego pada saat kinerjanya mulai membiru. Selepas mengalami kerugian sebesar Rp6,48 triliun pada 2016, perlahan-lahan Bank Permata mulai bangkit dan membukukan keuntungan. Pada tahun 2017 bank ini membukukan untung sebesar Rp748 miliar. Tahun berikutnya laba naik lagi menjadi Rp901,2 miliar.
Nah, pada kuartal I 2019, Bank Permata mencatat kenaikan laba bersih yang signifikan menjadi Rp377 miliar. Penyebab utama birunya kinerja itu karena naiknya tingkat pemulihan kredit bermasalah. Rasio kredit bermasalah kotor (gross NPL) dan bersih (net NPL) bank. Masing-masing sebesar 3,8% dan 1,6% pada akhir Maret 2019, dibandingkan dengan 4,4% dan 1,7% pada akhir tahun 2018.
Berkurangnya kerugian penurunan nilai aset keuangan sebesar 46% menjadi Rp1,67 triliun dari tahun sebelumnya Rp3,12 triliun membuat beban operasional juga menyusut 19% menjadi Rp6,14 triliun. Alhasil, laba bank yang memiliki kode perdagangan BNLI tersebut pada 2018 tumbuh dari tahun sebelumnya.
Jadi, sangat mungkin jika melihat angka-angka itu, begitu Mandiri pergi maka masuklah bank-bank Saudara Tua kita itu.