Mengenang Benyamin Sueb; Si Biang Kerok yang Melegenda | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto : Kwikku.com

Mengenang Benyamin Sueb; Si Biang Kerok yang Melegenda

Ceknricek.com - Billy Ball (Benyamin S) bersama Charles Dongo (Eddy Gombloh) terpaksa harus ngungsi dari ranch-nya yang terkena gusur dikarenakan di kawasan itu akan dibangun pabrik joint venture oleh pemerintahan Bodong City. Tidak puas dengan rencana pemerintah Bodong City, Billy Ball bersama Charles Dongo yang sedang meriang terpaksa harus menuntut ganti rugi kepada Marshall Bodong City (Hamied Arief). 


“Ok Charles kita obral Ini semua, mari kita ngungsii..”, ucap Billy Ball sambil mengangkat tangan kanannya. Dan dengarkanlah lirik lagu yang membuka aegan-adegan lucu berikutnya ini; “…Selalu senang tak pernah susah, walau hidupnya sedih  sekali, kudanya lapar  ia tertawa, perutnya lapar  ia nyengir kuda…” (Koboi Ngungsi 1975).

Memang, menyikapai Benyamin Sueb adalah menyikapi hidup dalam balutan tawa, alih-alih dapat dikatakan nyengir kuda dalam deru pembangunan yang kian semrawut. Bang Ben selalu mewakili  masyrakat Betawi yang kian terpinggirkan, ia nggak ada duanya, alias tak tergantikan.

 

Seniman Serba Bisa

Hari ini, tepat 80 tahun lalu, 5 Maret 1939, lahirlah seorang seniman besar yang melegenda, dan namanya diabadikan menjadi jalan di bilangan Kemayoran Jakarta. Benyamin Sueb atau kita kenal dengan nama Bang Ben, lahir di Kampung Bugis, Kemayoran, Jakarta Pusat, Sejak kecil putra bungsu dari delapan bersaudara pasangan Sukirman alias Sueb dan Siti Aisyah itu sudah menekuni dunia seni. Cita-citanya jadi pilot urung ia gapai karena, “Takut pesawatnya jatuh” kata ibunya.

Berbekal kecerekan dan goyang asoy ala cacing kepanasan Ben kecil senang menghibur orang-orang di kampungnya. Tetangganya pun tak pernah segan menyelipkan uang receh mampir ke sakunya. Bakat seni Ben mengalir dari kakek dan neneknya: Haji Ung dan Saiti. Haji Ung pernah menjadi pemain teater rakyat di zaman kolonial, sedangkan Nyak Saiti peniup klarinet. Berkat jasanya membuat jembatan kelapa yang melintasi Kali Sentiong nama Haji Ung kini diabadikan sebagai nama jalan di bilangan Kemayoran.

Pernah menjadi kondektur PPD jurusan Lapangan Banteng-Manggarai, dan pegawai sipil Kodam Jaya. Ben kemudian mantap memilih jalan hidupnya dengan terjun ke dunia seni. Ben melakukan lebih dari apa yang engkongnya capai. Ia masuk ke dunia seni peran sampai tarik suara. Semua dijalaninya dengan penuh totalitas. Kiprah Ben di dunia tarik suara—dan musik—mendapati masa keemasannya kala ia berkolaborasi dengan Bing Slamet. Wahyuni dalam Kompor Mleduk Benyamin S (2007) menjelaskan, pertemuan pertama Ben dengan Bing terjadi pada awal 1970-an. Waktu itu, perkenalan Ben dan Bing difasilitasi pelawak Ateng. Mereka lantas bertemu di studio rekaman miliki DimitaRecord.



Pembuat Lagu Jenaka

Benyamin memang seniman sejati. Ia mampu membuat dan membawakan berbagai aliran musik dengan karakter vokal yang nyaris sempurna. Tapi anehnya justru kesenian “cap kampung” macam gambang keromong yang kemudian menjadi kredo musiknya.

Pilihan Benyamin terhadap musik khas betawi ini sempat mendatangkan cibiran kepadanya tapi Benyamin tidak patah arang. Titik lonjak terpenting karier musik Benyamin terjadi pada tahun 1968 saat ia diminta Bing Slamet menyerahkan lagu ciptaanya yang berjudul “Nonton Bioskop” ke studio Dimita Records.

Ledakan  pertama terjadi lewat Si Jampang (1969), disusul Kompor Meleduk (1970), dan Ondel-ondel (1971). Kekuatan musik gambang kromong Benyamin terletak pada daya kreativitasnya yang mampu memadukan unsur musik modern ke dalamnya. Maka, lagu gambang versi modern Benyamin tidak saja disukai warga Betawi, tapi juga masyarakat luas.

 

Muka Kampung  Rezeki Kota

Tidak hanya piawai dalam bernyanyi dan membuat lagu Bang Ben juga seorang jago akting di layar film, Beberapa film yang ia bintangi antara lain Ambisi (1970) dan Bing Slamet Setan Djalanan (1972)—dua-duanya dibuat bersama Bing. Lalu ada Benyamin Biang Kerok (1972), Biang Kerok Beruntung (1973), Cukung Blo'on (1973), Tarzan Kota (1974), Si Doel Anak Modern (1976), hingga Betty Bencong Slebor (1978).

Sumber : MalangToday

Di fase inilah Bang Ben dikenal publik lewat karakternya sebagai laki-laki dengan tampang pas-pasan atau kampungan—ia pernah mengidentifikasi diri dengan istilah "muka kampung, rejeki kota"—yang penuh akal bulus. Gambaran tersebut terekam jelas dalam Benyamin Biang Kerok di mana Ben memerankan tokoh bernama Pengki, sopir pribadi keluarga kaya yang seringkali mengerjai majikannya.

Kepiawaian Bang Ben sebagai aktor sebenarnya teruji di film Intan Berduri (1972) arahan Turino Djunaidi. Benyamin beradu akting dengan Rima Melati dalam film di mana dalam film ini ia memerankan orang kecil yang tiba-tiba menjadi kaya lantaran menemukan intan dalam bubu mereka. Bang Ben  diganjar Piala Citra tahun 1973 sebagai pemeran utama pria terbaik atas perannya dalam film ini. Banyak orang terkaget-kaget lantaran Benyamin sebelumnya hanya dipandang sebelah mata di dunia peran. Namun tuduhan ini terbukti terbantahkan ketika ia menyabet Piala Citra untuk ke dua kalinya dalam film Si Doel Anak Modern (1976) sutradara Sjuman Djaya.

 

Sumber : Kwikku.com

Selasa, 5 September 1995, sang seniman besar tersebut meninggal dalam usia 55 tahun akibat serangan jantung. Hampir semua stasiun televisi, untuk beberapa jam, menunda program dan menggantinya dengan acara in memoriam Benyamin Sueb.

Hal itu seakan meneguhkan sebuah pameo: seseorang baru berarti ketika dia mati.  Bang Ben adalah seorang yang sangat berarti bagi orang betawi, pencipta nama ondel-ondel ini telah menjadi milik kita semua,  dan ia akan abadi dalam banyolan-banyolannya.

Bang Ben dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Hal Ini dilakukan sesuai wasiat yang dituliskannya, agar dia dimakamkan bersebelahan dengan makam Bing Slamet yang dia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang sangat memengaruhi hidupnya. Selamat Berulang tahun Bang Ben.



Berita Terkait