Ceknricek.com--Saya kenal baik, bisa japrian geguyonan bahkan diselingi hujatan, tapi ndak tau riwayat hidupnya yang lalu-lalu.
Kenal saat jumpa di rumah patronnya: Habib (kalau ndak mau sebut habib ya abah sebagaimana dia disapa pengikutnya, red.) Lutfi Pekalongan, pada suatu malam nan pekat.
Da'i parlente, begitu pikir saya. Gaya mirip polisi reskrim muda yang brand minded: sepatu, tas kempit etc. Rambut gondrong diiket. Ngomong ceplas-ceplos, tapi begitu Abah dateng dia salim, menundukkan muka. Terdiam. Bilang punya pesantren khusus anak yatim yang semua makan minumnya dia tanggung. Gratis. Luarbiasa, saya belum bisa...
Pernah curhat kalau bunda (isteri satu-satunya) yang sangat dia sayangi, kena sakit serius, mohon doanya gus. Carikan donatur bla bla bla. Sedih, perih, dia berkisah dengan suara lirih. Saya lirik bola matanya yang selalu ditutupi kacamata, berkaca-kaca.
Diundang jadi tamu saya di eTalkshow di TVOne-saat dia beken sebagai pendakwah di kalangan hostess (ini istilah punah), di klub malam. Unik, mengajak perempuan penghibur ingat Tuhan. Saya tak sanggup.
Jadwalnya mengisi ceramah TKW juga padat. Fansnya para buruh migran di Hongkong, Taiwan, Korea, luarbiasa membludak. Saya juga tak bakalan bisa melakukan dakwah beginian.
Lalu ketemu lagi saat saya dampingi Menteri Trenggono haji akbar, 3 th lalu. Ketemu di lokasi Sa'i ngobrol sambil berlari tipis-tipis. Mas Treng yang mencukur tahallul rambutnya. Di hotel, eh ketemu lagi. Rupanya dia saban tahun hajian. Undangan.
Lalu tetiba ngedolop dan dekat Prabowo. Ikutan mendukung saat kampanye sampai bagi-bagi duit di Madura yang videonya viral dan terus terang bagi saya sangat menggelisahkan. Tapi sekaligus juga lega: mungkin problem domestiknya, juga urusan ponpes, beres. Aman. Rezekinya mengalir tajir.
Sampai akhirnya jadi utusan khusus presiden yang keren. Satu-satunya peserta training Magelang yang gondrong. Lalu mencuatlah kejadian menggoblokkan, serasa menghina Pak Sonhaji penjaja es teh spesialis pengajian.
Ia sudah dihukum berat. Didera sanksi sosial bertubi yang bisa merontokkan reputasi. Konten kontra berisi permintaan maafnya plus hadiah umroh sekeluarga berikut mertua Sonhaji rasanya belum cukup menghapus keteledoran lisannya yang berbuntut ditegor presiden.
Kita tak bisa mengukur isi hatinya di balik candaan yang keterlaluan itu. Semoga dia benar insyaf, istighfar, tobat. Segera memperbaiki diri. Sadar, bahwa sejatinya dia, juga kita semua, sama-sama manusia biasa. Nestapa bak butir-butir pasir di laut.
Nilai luhur hanya karena kesalehan spiritual dan sosial. Takwa. Sedangkan yang kita sebut sebagai kemuliaan, yang kita dapat lewat jabatan dan penghargaan, semuanya fana. Bahkan bisa tercerabut tak cuma kerana maut. Tapi lantaran kalimat busuk dari mulut.
*Gus Bakiak ( Bukan Gus Baha')
Editor: Ariful Hakim