Ceknricek.com -- Polemik pengembalian penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komisaris Rossa Purbo Bekti, terus berlanjut. Dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/2), Ketua Wadah Karyawan (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap menyatakan, pihaknya telah melaporkan kontroversi itu ke Dewan Pengawas KPK.
"Tanggal 4 Februari 2020, setelah kami melakukan investigasi mengonfirmasi data-data yang ada terkait polemik pengembalian Mas Rossa, kami pun melaporkan secara resmi kepada Dewas agar diambil tindakan minimal untuk hentikan dulu proses pengembalian Mas Rossa ke Mabes Polri," kata Yudi.
Sekadar mengingatkan, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan Rossa sudah tak lagi bekerja di komisi anti korupsi, karena sudah dikembalikan ke kepolisian. Menurut mantan Kapolda Sumatera Selatan itu, Rossa dikembalikan pada 22 Januari 2020, sesuai keputusan pimpinan KPK. Surat keputusan pemberhentian ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal KPK dan Kepala Biro Sumber Daya Manusia.
Sumber: CNN
Menurut Firli, Rossa diberhentikan bersama Komisaris Indra, penyidik KPK yang juga berasal dari kepolisian. Keduanya diberhentikan pada 1 Februari 2020 dan telah dihadapkan ke Mabes Polri sejak 24 Januari 2020.
Baca Juga: Ketua KPK Sebut Tak Ada Target Waktu Penangkapan Harun Masiku
Pernyataan Firli bertolak belakang dengan keterangan yang disampaikan Mabes Polri. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Argo Yuwono mengatakan, lembaganya tak pernah menarik Rossa. "Dia tetap di KPK karena masa penugasannya masih sampai September tahun ini," kata Argo, 31 Januari 2020.
Akibatnya, status kepegawaian Rossa menjadi tidak jelas antara dipekerjakan di KPK atau menjadi polisi aktif. Karena ketidakjelasan itu, Rossa disebut-sebut tidak mendapatkan gaji untuk Februari 2020.
Wadah Pegawai KPK bahkan sampai berencana urun dana untuk membantu Rossa. "Pegawai KPK siap urunan membantu untuk biaya sekolah anak, biaya berobat, transportasi dan biaya lainnya yang mendesak," kata Yudi.
Janggal
Yudi menilai penarikan Rossa yang tiba-tiba terasa janggal. Rossa adalah penyidik yang ikut dalam tim operasi tangkap tangan komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan. Kader PDIP Harun Masiku juga menjadi incaran dalam operasi itu. Namun, Harun tidak berhasil ditangkap dan hingga kini masih buron.
Menurut Yudi, Rossa juga tak pernah menerima surat pemberhentian dari KPK atau diantarkan kembali ke Mabes Polri untuk dikembalikan. "Saya selaku Ketua WP sudah ketemu dengan lima orang Dewas langsung di ruang kerja mereka dan mereka sudah dengarkan apa yang menjadi perhatian WP agar KPK tetap independen dan KPK tidak dilemahkan," tuturnya.
Yudi menduga ada tindakan yang tidak sesuai prosedur, bahkan berpotensi melanggar etik, khususnya jaminan agar KPK dapat menjalankan fungsi secara independen.
"Kronologisnya sebagai berikut. Pada tanggal 7 sampai 8 Januari 2020 terjadi upaya penyelidik dan penyidik KPK sesuai surat penyelidikan dan surat tugas untuk menangkap beberapa oknum yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi yang melibatkan komisioner KPU serta salah satu caleg dari salah satu partai," ujar Yudi.
Sumber: Jawapos
Pada operasi itu, Kompol Rossa merupakan pegawai negeri yang dipekerjakan dari unsur Kepolisian dan merupakan salah satu penyidik sekaligus penyelidik yang saat itu mendapatkan surat tugas untuk ikut dalam proses penangkapan.
Kedua, dalam penangkapan Komisioner KPU tersebut, seharusnya diapresiasi karena merupakan capaian untuk mengatasi korupsi politik yang menjadi salah satu prioritas KPK. "Karena korupsi politik merupakan salah satu penyebab mahalnya biaya demokrasi di Indonesia dan tentu saja mencederai nilai-nilai demokrasi karena uang yang berbicara," ungkap Yudi.
Yang ketiga, Yudi mengatakan alih-alih mendapatkan apresiasi, Kompol Rossa malah "dikembalikan" ke kepolisian.
Keempat, pengembalian Kompol Rossa menimbulkan banyak kejanggalan mengingat tidak ada permintaan sendiri dari yang bersangkutan untuk kembali ke Kepolisian.
Baca Juga: Harun Masiku dan Gigi Tanggal KPK
"Masa tugasnya masih panjang hingga 23 September 2020 untuk periode yang pertama empat tahun pertama. Jadi, kalau di KPK penyidik maksimal 10 tahun bahkan dapat diperpanjang hingga tahun 2024 serta diperpanjang lagi sampai akhir 2026," papar Yudi.
Yudi memastikan, Kompol Rossa tidak pernah menerima sanksi apapun dari KPK. Ia dikenal baik dan tidak pernah melakukan perbuatan-perbuatan di luar prosedur yang berlaku.
Sumber: Istimewa
Yang kelima, pihak Mabes Polri juga tidak ingin melakukan penarikan Kompol Rossa. "Dua kali surat pembatalan penarikan Kompol Rossa, yaitu surat Kepolisian RI tanggal 21 Januari 2020 kepada pimpinan KPK perihal pembatalan penarikan petugas Polri, karena Kompol Rossa ternyata masa penugasannya sampai 23 September 2020. Hal ini untuk mengoreksi surat sebelumnya, tanggal 13 Januari 2020," kata Yudi.
Ia mengapresiasi adanya surat pembatalan penarikan tersebut, namun tidak ditanggapi. KPK malah mengirimkan surat pimpinan KPK tanggal 21 Januari 2020 perihal penghadapan kembali penyidik pada KPK atas nama salah satunya Indra Saputra dan Rossa Purbo Bekti.
Namun, surat KPK itu dimentahkan kambali oleh surat kepolisian tanggal 29 Januari 2020. Intinya bahwa Kompol Rossa Purbo Bekti tetap melaksanakan tugas di KPK karena massa penugasannya belum usai.
"Artinya, Kepolisian tetap menyatakan bahwa Mas Rossa tetap pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK, bekerja sebagai penyidik atau penyelidik KPK," ungkap Yudi.
BACA JUGA: Cek BREAKING NEWS, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini
Editor: Farid R Iskandar