Pemerintah Diminta Terapkan Regulasi Tepat untuk Industri Vape | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Ashar/Ceknricek.com

Pemerintah Diminta Terapkan Regulasi Tepat untuk Industri Vape

Ceknricek.com -- Industri rokok elektrik atau vape sedang mengalami perkembangan signifikan secara global. Tren vaping atau penggunaan personal vaporizer ini juga sedang menjamur di Indonesia. Sekadar informasi, industri vape juga sudah menyumbangkan penerimaan negara melalui cukai likuid tembakau yang termasuk kategori hasil pengolahan tembakau lainnya. Untuk itu, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) berharap agar pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan juga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bisa memberikan perlakuan yang sama dan regulasi kepada industri vape.

"Kami ingin memberi pesan kepada pemerintah agar kami bisa mendapat perlakuan sama dan regulasi kepada industri vape. Kami melakukan pergerakan konsolidasi dengan berkumpul bersama memberikan masukan terkait regulasi yang tepat," kata Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto dalam gelaran kampanye #sayapilihvape di Cerita Rasa, Jalan Raya Ampera Cilandak, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (9/10).

Menurut Aryo, gelaran kampanye vape ini dimaksudkan untuk mendapat hak memilih untuk hidup lebih baik dari perokok aktif sebenarnya. Produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik sejatinya memang dibuat untuk memberi produk pengganti dari rokok konvensional, yang mengandung banyak zat berbahaya yang menyebabkan penyakit.

Adapun berdasarkan beberapa penelitian, penggunaan rokok elektrik sebagai produk tembakau alternatif relatif lebih aman ketimbang produk rokok konvensional. Seperti hasil penelitian dari Public Heatlh England, lembaga di bawah Kementerian Kesehatan Inggris yang sudah menemukan bahwa vape 95 persen lebih aman ketimbang produk konvensional.

"Kami setuju apabila vape diregulasi, seperti penggunaan dan peredarannya harus jauh dari anak-anak dan remaja, serta bagaimana perlindungan konsumen supaya produk ini terhindar dari produk-produk ilegal seperti likuid mengandung narkoba. Kami ingin pemerintah mengatur regulasi yang tepat," ucapnya.

Foto: Ashar/Ceknricek.com

Sebelumnya, Kemenkes dan BPOM sempat memperingatkan tentang bahaya penggunaan vape. Mengenai hal itu, Dimasz Jeremia dari Ministry of Vape Indonesia (MOVI) menilai untuk membuktikan vape itu berbahaya harus ada proses penelitian yang objektif dan independen.

"Kami sendiri siap berkoordinasi dan membagikan informasi yang benar terkait vape. Kami ingin berkerja sama dan membantu Kemenkes dan BPOM," kata Dimasz.

Kemenkes sebelumnya khawatir dengan penggunaan produk oleh kalangan remaja. Belum lagi adanya pemberitaan terkait kematian dan penyakit paru-paru yang dikaitkan dengan penggunaan rokok elektrik di Amerika Serikat. Menurut Dimasz, amatlah terburu-buru hanya apabila kasus di AS menyimpulkan bahwa vape itu berbahaya dan tidak boleh beredar di Indonesia.

"Padahal otoritas kesehatan di AS mengumumkan kasus kematian terkait rokok elektrik (vape) merupakan penyalahgunaan narkotika akibat transaksi pasar gelapItu sudah dijelaskan di media-media di AS. Sudah jelas penggunaan rokok elektrik yang menyebabkan kematian dan penyakit paru-paru itu terkait penggunaan rokok elektrik dengan likuid ganja. Itu yang jadi masalahnya dan tidak banyak diungkap media-media di Indonesia," papar Dimasz.

Baca Juga: Bukan Vape, Kematian di AS Akibat Penyalahgunaan Cairan

Sebelumnya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (Centers for Disease Control and Prevention atau CDC) mengungkapkan penelitian awal terkait kasus penyakit paru-paru yang menyebabkan sekitar 1000 orang dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan kematian lebih dari 20 orang warga AS. Di antara 578 pasien yang diwawancarai, sekitar 78 persen mengaku menggunakan produk yang mengandung Tetrahidrokanabinol atau THC. Zat terakhir ini merupakan senyawa bahan aktif dalam ganja.

Saat ini, beberapa negara sudah mengakui penggunaan produk tembakau alternatif sebagai solusi mengurangi jumlah perokok aktif itu. Dimasz pun berharap pemerintah bisa terbuka dengan informasi yang akurat jadi hak kita mendukung Kemenkes dan BPOM untuk memberikan informasi yang akurat.

Verifikasi Usia

Sementara itu, Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), Ariyo Bimmo mengatakan, asosiasi industri maupun konsumen vape siap bekerja sama dengan pemerintah, terkait penyusunan regulasi vape. "Seluruh Asosiasi mau terbuka bekerja sama dengan pemerintah untuk memberikan informasi sekaligus regulasi yang benar untuk vape," ujar Bimmo yang juga merupakan praktisi hukum.

Regulasi ini diperlukan khususnya untuk mencegah jatuhnya produk ke kalangan anak-anak dan remaja. Salah satunya dengan menetapkan batas minimum usia penggunaan produk vape, yakni 18+.

Foto: Ashar/Ceknricek.com

"Produk tembakau seharusnya dijauhkan dari anak-anak dan remaja. Untuk itu, verifikasi usia itu perlu. Seperti di Inggris, yang melakukan penjualan dengan pengecekan kartu identitas (KTP). Mereka yang belum cukup umur tidak mungkin membeli karena tidak punya kartu," papar Ariyo Bimmo.

Sebelumnya, Kemenkes melalui Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Cut Putri Arieni mengatakan bahwa penggunan rokok elektrik atau vape berbahaya dan tidak akan mendiskusikan hal tersebut lebih lanjut. Namun, Putri tidak menampik penelitian mengenai vape dan rokok elektrik di dalam negeri belum banyak. 

Baca Juga: Penelitian di Inggris, Vape Efektif Bantu Perokok Berhenti

Industri vape di Indonesia mulai muncul di era awal 2013. Tujuan dari Industri Liquid vape ini yaitu menyelamatkan orang yang sudah terjangkit dengan pengguna rokok aktif maupun pasif.

Data dari asosiasi mengungkapkan sejak periode 2013-2018, diperkirakan omzet industri ini mencapai Rp500 miliar. Angka pertumbuhan penjualan mencapai 28 kali lipat dan memberikan efek cukai pemasukan pemerintah yang besar.



Berita Terkait