Ceknricek.com - TAK sampai seminggu lagi. KPU segera mengumumkan hasil penghitungan resmi pilkada 2018. Salah satu yang paling ditunggu: pemenang pemilihan gubernur (pilgub) Jawa Barat. Provinsi dengan populasi pemilih terbesar secara nasional. Sekitar 31,7 juta pemilih.
Mungkinkah pasangan Asyik (Mayjen Sudrajat-Ahmad Syaikhu) bernasib seperti pasangan Trump-Pence di AS dua tahun lalu? Pemilih Asyik berharap-harap cemas, bisa begitu. Yang jelas, drama yang muncul setelah pemberian suara di kedua pemilihan itu memang agak mirip.
Di AS, Trump-Pence didukung Partai Republik. Sedangkan Hillary-Kaine didukung Partai Demokrat. Sebelum pemberian suara Trump-Pence diprediksikan kalah. Tapi pasca pemberian suara, mereka tampil sebagai pemenang.
Di Jabar, pasangan Asyik didukung Partai Gerindra, PKS dan parpol aliansi lainnya. Mereka berhadapan dengan tiga pasangan lain. Salah satunya pasangan Rindu (Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Uluk) yang didukung Partai Nasdem, PPP dan partai koalisi lainnya. Sebelum pencoblosan, pasangan Rindu—juga pasangan Deddy-Dedi—menurut lembaga survei, selalu unggul jauh dari pasangan Asyik.
Kurang lebih sama posisinya seperti dialami Trump-Pence dua tahun silam. Malah, sehari sebelum hari pemberian suara di AS pada 8 November 2016, hampir semua lembaga survei/polling utama di AS mengunggulkan Hillary Clinton sebagai calon presiden pengganti Barrack Obama.
Tak kurang, sembilan lembaga polling ternama. Sebutlah, antara lain, Reuters, ABC, CBS, Bloomberg, Economist/You Gov dan Fox News menjagokan Hillary akan memenangkan pilpres dengan kemenangan antara 1-6% atas Donald Trump.
Situs web milik wartawan senior Nate Silver, pendiri situs Fivethirtyeight.com—daring ini dikenal akurat dalam mengolah dan merilis data pilpres di AS — sempat mempridiksi. Hillary akan memenangkan pilpres dengan perbandingan 71,4% :28,6% atas Trump. Hillary juga diprediksi bakal memenangkan popular vote (suara rakyat) sekitar 3% atas Trump. Lalu, Five thirtyeight.com juga memperkirakan Hillary akan memperoleh electoral vote (suara elektoral) sebanyak 303 sedangkan Trump cuma 235.
Tapi warga AS dan masyarakat dunia kemudian terkejut. Semua prediksi itu meleset. Hasil quick count Hillary vs Trump di hari pemberian suara, ternyata terus berkejar-kejaran. Nyaris berimbang. Di penghitungan resmi Trump-Pence kemudian diumumkan kalah tipis dalam meraup suara rakyat dari Hillary-Kaine. Trump cuma meraih 47,30%. Sedangkan Hillary memperoleh 47,75%.
Tapi, Trump ternyata merebut lebih banyak suara elektoral: 56,88% dibandingkan Hillary yang hanya memperoleh: 43, 12% dari total 538 suara elektoral.
Dengan demikian, Trump dinyatakan terpilih sebagai pemenang pilores. Ia kemudian dilantik menjadi Presiden AS yang ke-45.
Sebuah kejutan besar. Sebab sebelumnya, Trump, pebisnis flamboyan dengan reputasi tercatat negatif itu, sama sekali tidak diunggulkan. Apalagi, dia berhadapan dengan Hillary Clinton. Wanita sosialita dengan segudang predikat terhormat. Ia sarjana hukum lulusan Yale University. Pernah jadi senator. Menlu. Dan isteri presiden AS dua periode, Bill Clinton.
Benar-benar istimewa buat Amerika— it’s realy American Dream— jika Hillary terpilih. Ia akan menjadi presiden perempuan pertama Amerika. Juga, isteri mantan presiden pertama yang menjadi presiden AS.
Toh, itu rupanya bukan keinginan mayoritas pemilik suara di AS. Hanya keinginan banyak warga Amerika yang dijaring suaranya oleh lembaga polling.
Pendapat seperti itulah—yang bernada mencurigai lembaga survei—sontak muncul begitu hasil quick count pilgub Jabar digelar. Maklum, suara Asyik sebelum pilgub selalu jauh di bawah dua rivalnya. Yakni, pasangan Rindu dan Deddy-Dedi (Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi) yang didukung Partai Demokrat, Golkar dan partai koalisi lainnya.
Setidaknya, sembilan lembaga survei beken, di antaranya, SMRC, LSI, Indo Barometer, Indikator, Charta Politika, sebelum pencoblosan selalu memprediksi elektabilitas pasangan Asyik hanya berkisar 6%-10%. Waktu itu ada faktor penyebab. Yakni, Cagub Sudrajat yang tidak begitu popular di Jabar.
Tapi, di hari pencoblosan orang kaget. Quick count semua lembaga survei itu menampilkan suara yang diperoleh pasangan Asyik meloncat ke angka berkisar 29 %. Asyik malah membayangi perolehan pasangan Rindu yang disebutkan unggul lebih 3%-4% dari mereka.
Realitas, perolehan pasangan Asyik yang meningkat amat tajam—naik lebih 200% dari angka perkiraan sebelumnya semua lembaga survei—itulah yang sampai kini terus jadi topik bahasan publik.
Mantan staf khusus Menteri ESDM Said Didu termasuk yang merespon kritis realitas itu. Dalam cuitan panjang di twitternya, Said Didu menyebutkan, hasil lembaga survei memang bisa bias. Dan super bias. Setidaknya karena beberapa kemungkinan. Pertama, karena hasil rekayasa atau survei pesanan. Kedua, kesalahan metodologi. Ketiga, kepentingan subyektif lembaga survei. Keempat, terjadi perubahan drastis perilaku pemilih.
Apa pun, kalau keempat faktor itu sampai terjadi, pastilah akan menjatuhkan kredibilitas lembaga survei. Itulah bentuk atau tindak pelacuran intelektual. Seperti mulai ditudingkan beberapa pendukung Asyik di media sosial.
Sorotan curiga atas kemungkinan rekayasa lembaga survei pada pilkada 2018 memang agak mencuat. Itu karena di pilgub Jawa Tengah pun, seperti disebutkan Said Didu, realitas perbedaan tajam hasil survei juga terjadi. Pasangan Sudirman Said-Ida Fauziah sebelum pencoblosan, menurut beberapa lembaga survei, elektabilitasnya hanya belasan persen saja. Selalu kalah jauh dari pasangan Ganjar Pranowo- Taj Yassin.
Tapi, di hari pencoblosan, semua lembaga survei menyebut angka perolehan Sudirman Said naik tajam sampai di atas 30%. Quick count terakhir menampilkan Ganjar memperoleh sekitar 58 % suara sedangkan Sudirman memperoleh 42 %. Hanya kalah tak sampai 10 % dari sang petahana Ganjar Pranowo di kantung suara utama PDIP, dinilai orang sebagai hasil luar biasa Tim Sudirman Said-Ida Fauziah.
Merasa “dikalahkan” lebih dulu oleh lembaga survei, itulah kesan penting kedua kubu peserta pilgub. Sudirman di Jateng dan Sudrajat di Jabar. Mereka tetap menolak mengaku hasil hitungan lembaga survei. Kubu Asyik, seperti dikemukakan Sudrajat, bersikap menunggu hasil penghitungan resmi KPU. Sudrajat malah menyatakan dari hasil perhitungan sendiri dan hitungan beberapa lembaga survei lain, merekalah sejatinya pemenang pilgub Jabar.
Tim pemenangan Gerindra yang membentuk dua tim survei internal menyimpulkan Asyik menang tipis dari Rindu.
Hasil survei tim pertama, menyebutkan pasangan Rindu memperoleh 30,44 persen dan Asyik 30,69 persen. Sedangkan tim kedua menyebut, Asyik memperoleh suara 31.72% sedangkan Rindu memperoleh 30,6%.
Di lain pihak, pasangan Rindu pun bersikukuh memastikan bahwa merekalah pemenang pilgub Jabar. Tim Rindu berpatokan pada hasil quick count terakhir lembaga survei yang mengunggulkan mereka atas Tim Asyik. Angkanya berselisih 4,6 %. Rindu mendapat 32,9 % dan Asyik 28,3 %.
Obyektifitas dan kejujuran hasil penghitungan KPU—dijadwalkan 9 Juli nanti—sangat diharapkan. Terutama bisa ikut menyelesaikan dan menjernihkan tuduhan miring terhadap lembaga survei.
Jika akhirnya Tim Rindu yang menang, maka lembaga survei boleh dianggap telah bekerja obyektif dan profesional.
Tapi, mengapa belakangan elektabilitas Asyik bisa melonjak amat tajam? Said Didu mengatakan salah satunya, karena ada perubahan drastis sikap atau perilaku pemilih. Tambahan kampanye tagar# 2019.Ganti Presiden, Tim Asyik menjelang putaran akhir masa kampanye, di antaranya, ikut mendorong perubahan sikap perilaku pemilih Asyik. Jawa Barat sama juga dengan Sumatera Barat memang bukan wilayah kemenangan Jokowi sejak pilpres 2014. Dan Tim Asyik memagut pemilih itu menjelang hari H. Membandingkan terjadinya juga lonjakan amat tajam suara para pendukung Trump di hari pemberian suara di pilpres AS tahun 2016, Pew Research Center, lembaga riset dan penghimpunan pendapat umum di Washington, antara lain, juga berpendapat faktor penyebabnya adalah perilaku dan sikap pemilih Trump. Mereka kecewa dengan media utama dan lembaga polling tenar di sana, yang sejak awal terus menyuarakan pendapat dan analisis yang pro Hillarry. Makanya, mereka menghindari polling atau memang tidak menjawab jujur pertanyaan lembaga polling. Bahwa mereka sejatinya adalah pemilih Trump. Mereka baru mengatakan sejujurnya di kotak suara.
Balik ke Jabar. Bagaimana jika pasangan Asyik yang menang? Ini tentu sebuah kejutan besar. Pasti disambut dengan pesta kemenangan luar biasa oleh kubu Gerindra-PKS dengan aliansi partainya. Termasuk bakal dielu-elukan dengan meriah oleh para pendukung tagar #2019. Ganti Presiden.
Sebaliknya, kemenangan Asyik itu juga berarti pukulan kekalahan telak bagi PDIP dengan koalisi partai pendukung presiden petahana. Makin berat perjuangan mereka untuk meneruskan masa jabatan Presiden Jokowi sampai tahun 2024.