Ceknricek.com -- Presiden Joko Widodo menanti langkah pelaku industri perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit. Sebelumnya, Bank Indonesia selaku bank sentral terlebih dahulu menurunkan suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) ke level 5 persen pada Oktober 2019.
"Saya mengajak serius memikirkan untuk menurunkan suku bunga kredit. Masa negara lain sudah turun turun turun, BI rate sudah turun, banknya belum? Saya tunggu," kata Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Indonesia Banking Expo (IBEX) 2019 di Jakarta, Rabu seperti dilansir Antara.
Jokowi_IBEX_2019. Sumber: antaranews
Tak hanya itu, Presiden juga meminta industri keuangan Indonesia bersiap menghadapi persaingan global yang semakin ketat dan sengit, khususnya di era digitalisasi, termasuk di sistem pembayaran. Presiden meminta bank dan non-bank untuk berkolaborasi, ketimbang bekerja secara individu.
“Saya ingat 5 tahun lalu saya perintahkan ke Menteri BUMN buat apa Bank Mandiri, BNI, BTN membuat ATM sendiri-sendiri? Investasinya bukannya besar kalau bikin sendiri-sendiri? Buat 1 saja cukup tapi bisa dipakai 4-5 bank, sekarang bikin ATM yang bisa dipakai semua bank, zaman sekarang jangan menghambur-hamburkan investasi," jelas Presiden.
Jokowi juga meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator dan pengawas kegiatan jasa keuangan dapat memperkuat kebijakan insentif dan disinsentif. Dengan dukungan OJK dan perbankan, menurut Presiden, target-target pemerintah dapat lebih cepat tercapai, menghasilkan langkah konkrit dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
"Regulasinya sederhana tapi memberikan kebijakan insentif dan disinsentif terkait yang saya sampaikan, kalau bank mau buka cabang di Wamena berikan insentifnya apa. Tepuk tangan kurang kuat, kelihatan kurang serius," ungkap Presiden.
Kondisi Solid
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah menyampaikan bahwa industri perbankan tanah air saat ini berada dalam kondisi solid. Hal ini tercermin dari berbagai indikator keuangan yang masih baik.
LPS_DPR. Sumber: Antaranews
“Risiko kredit industri perbankan terpantau terkendali dengan rata-rata gross Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet sebesar 2,66 persen, relatif sama dengan capaian pada periode yang sama tahun lalu,” kata Halim saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (6/11).
Baca Juga: Presiden: Yang Enggak Serius, Bisa Saya Copot di Tengah Jalan
Selain itu, rata-rata rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) industri perbankan per September 2019 berada di kisaran 23,28 persen dengan rentang permodalan per kelompok Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) berada pada 22,07-25,37 persen. Adapun angka risiko kredit yang tertuang dalam Non Performing Loan (NPL) ditambah kredit restrukturisasi industri perbankan cenderung meningkat 9,2 persen pada Desember 2018 menjadi 10,5 persen pada September 2019.
Adapun Loan to Deposit Ratio (LDR) atau rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber cenderung stabil dari 93,39 persen pada September 2018, menjadi 93,76 persen pada September 2019. Halim mengklaim, angka LDR ini menunjukkan bahwa kegiatan intermediasi perbankan tetap tumbuh dengan baik.
“Secara umum kondisi stabilitas sistem keuangan dan perbankan dari perspektif LPS berada dalam kondisi stabil dan tetap terkendali. Ekonomi Indonesia diperkirakan masih tetap tumbuh dengan kondisi stabilitas sistem keuangan yang terkendali,” ujar Halim.
LPS sendiri tetap meminta industri perbankan mewaspadai ketidakpastian global dan munculnya beberapa risiko. Diantaranya kondisi defisit neraca transaksi berjalan, risiko perlambatan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK), dan peningkatan credit at risk atau kualitas aset.
BACA JUGA: Cek HEADLINE Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini
Editor: Farid R Iskandar