Rangkaian Ngopi Imajiner: Antara Singapura dan Jakarta | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Rangkaian Ngopi Imajiner: Antara Singapura dan Jakarta

Ceknricek.com--‘’Bila Anda generasi jadul 1990-an pasti nggak asing dengan lagunya penyanyi jelita asal negeri jiran Sheila Madjid ‘Antara Anyer dan Jakarta’ Mas..lagu ini top banget kala itu, dikreasi oleh Oddie Agam mantan suami Cintami Atmanegara, ingat tho?’’ buka Gus Dur mengawali ngopi kita kali ini.

Saya tertegun sejenak, mencoba menebak arah pembicaraan beliau, ‘’Iya Gus, masih ingat, lagu itu enak sekali sekaligus romantis..tetapi maaf njih..apa hubungannnya dengan bahasan ngopi kita kali ini?’’ tukas saya sambil mengeryitkan dahi.

‘’Nah, itu dia..beberapa hari ini lagi hangat dibahas tulisan Profesor Kishore Mahbubani yang menilai Presiden Joko Widodo itu genius dan dimuat di laman Project Syndicate pertengahan minggu lalu. Seperti biasa, merebaklah kisruh pro dan kontra, termasuk suara si Rocky yang bukan Balboa dan nggak bisa tinju serta mengaku sebagai akademisi paling memakai akal sehat di seantero Nusantara..si Gerung yang terancam digusur dari tanah tempat dia tinggal itu lhoo..’’ 

Aha, saya mulai memahami arah pembicaraan Gus Dur kali ini, wah bakal menarik karena saya juga sedang mencermati secara saksama isu tersebut. Bukanlah kebetulan, saya termasuk rajin mengikuti tulisan dan buku-buku karya Mahbubani sejak masa kuliah dulu dan beliau adalah termasuk 100 tokoh pemikir kelas dunia yang diakui (distinguished global thinkers), tentu bukan sembarang ilmuwan atau pemikir apalagi beliau sudah lama menekuni karir sebagai diplomat sebelum menjadi pengajar di area kebijakan publik Lee Kuan Yew School of Public Policy.

‘’Kita semua sudah mahfum-lah sekelas apa sosok mister Kishore keturunan India yang warga negara Singapura tersebut, reputasi mondial dan diakui secara global..tentu agak njomplang bila dibandingkan apple to apple sama Rocky Gerung hehehe...tetapi masalahnya ada tengara bahwa tulisan sekaligus penilaian tersebut berbau ‘pesanan’ karena Pak Mahbunai juga menjabat sebagai advisor atau bagian dari Dewan Penasihat the Golkar Institute sebagaimana diunggah Febry Diansyah mantan jubir KPK. Lagi-lagi teori konspirasi berpeluang besar mengemuka dalam hal ini dan perlu segera diklarifikasi pihak-pihak terkait, termasuk dalam hal metodologi apa yang dipergunakan hingga sampai pada ulasan dan pujian bagi Pak Jokowi.

Jika mengacu kepada Oxford English Dictionary, teori konspirasi atau teori persekongkolan (conspiracy theory) diartikan sebagai "suatu teori, bahwa kejadian atau gejala timbul sebagai hasil konspirasi antara pihak-pihak yang berkepentingan, dan adanya suatu lembaga yang bertanggungjawab atas kejadian yang tak bisa dijelaskan. Dengan kata lain menjadikan sesuatu sebagai alternatif demi mencapai tujuan yang telah dirancang.

Teori ini ada di seputaran gerak dunia global dan merambah hampir ke semua ranah kehidupan manusia, dari urusan politik sampai makanan. Orang yang tidak percaya selalu menganggap semua hanya olok-olok, mengada-ada, menyia-nyiakan waktu, kurang kerjaan, dan sebagainya. Bagi para penganutnya, teori ini diyakni sebagai kebenaran yang tidak serta-merta muncul mendunia tanpa ada yang menciptakan polanya.

Bila dirunut ke belakang, ternyata istilah conspiracy theory bahkan telah muncul di jurnal Psychology News edisi tahun 1870 alias nyaris dua abad lalu. Sementara itu bila merujuk pada kolom Robert Blaskiewicz, peneliti dari Stockton University, yang dipublikasikan di Skeptical Inquirer, istilah conspiracy theory juga pernah ditemukan dalam kumpulan surat Charles Reade, seorang novelis sekaligus aktivis reformis penjara, kepada editor surat kabar Pall Mall Gazette yang berjudul "How Lunatics' Ribs Get Broken".

Akan tetapi, kalau saya sih lebih sreg dan paling nampol istilah anak muda sekarang, dengan apa yang disampaikan Joseph Uscinski seorang profesor politik dari Universitas Miami. Dalam ceramahnya di konferensi Center for Inquiry pada 2018 lalu, Joseph Uscinski mendaraskan bahwa teori konspirasi merupakan alat bagi yang lemah untuk menyerang sekaligus bertahan melawan yang kuat. Adakah teori persekongkolan mungkin diaplikasikan oleh para pihak yang kuat dalam menghadapi yang lemah? Nah lhoo...gitu aja koq repot..makanya mikir dulu seperti Cak Lontong serukan’’

*) Greg Teguh Santoso, akademisi dan pemikir bebas, sedang menyelesaikan studi doktoral di NDHU, Taiwan


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait