Ceknricek.com--Saya ditelpon sama fotografer istana jaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. “Kang saya punya foto keren nih,” Kata fotografer istana suatu ketika. Tentu saya penasaran. Foto macam apa sehingga dianggap keren. Saya kirim kurir ke Istana. Dan setelah saya lihat memang foto itu bukan hanya keren tapi juga sangat istimewa. Asbabul nuzul foto ini yang ingin saya ceritakan di tulisan ini.
Itu rombongan kunjungan kenegaraan ke luar negeri Presiden SBY yang terakhir. Yang diajak hanya dua Pemred yaitu Pemred Detik.com Arifin Assydhat dan saya sebagai Pemred SCTV, Indosiar dan Liputan6.com. Tujuan utamanya menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB di New York. Setelah ke Washington rombongan langsung terbang ke Jepang.
Foto kejadian itu ketika rombongan Presiden SBY tiba di Osaka pagi hari pukul 02.00 waktu setempat. Biasa, sebagai pemred, saya dan Arifin turun belakangan. Yang turun duluan adalan wartawan foto dan kamerawan televisi. Tapi ketika saya baru turun pesawat ada seorang anggota Pasukan Pengamanan Presiden atau Paspampres berteriak-teriak memanggil nama saya.
“Bapak dipanggil Presiden sekarang,” Kata anggota Paspampres dengan tergopoh-gopoh.
Tentu saja saya kaget. Tidak biasanya. Ketika sampai ke halaman bandara rupanya sudah menunggu Presiden dan para Menteri sambil berdiri seperti Menko Polhukam Joko Suyanto, Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Mensesneg Sudi Silalahi dan anggota rombongan yang lain. Rupanya sedang siap-siap untuk masuk ke ruang jumpa pers. Kelihatan di sebuah ruangan sudah dipersiapkan tempat jumpa pers dengan para wartawan yang sudah menunggu Presiden masuk.
“Siap Pak,” Begitu sampai saya menyampaikan hormat dengan sikap berdiri tegap.
“Saya mau konsultasi. Mengikuti perkembangan di Jakarta?” Tanya Presiden. Saya mengiyakan. Tentang Undang-Undang Pilkada yang akan disyahkan dan menuju voting. Rupanya Presiden SBY ingat tentang Kongres Kebangsaan yang pernah diadakan Forum Pemred yang saya ketuai. Beliau meminta masukan tentang sikap Partai Demokrat. Pokoknya poin hasil rekomendasi kongres itu sejalan dengan sikap Partai Demokrat yang mengingingkan adanya seleksi ketat untuk balon kepala daerah sebelum menjadi calon.
Jadi dalam pleno pembahasan Undang Undang Pilkada itu akan di voting dua kubu. Kubu pertama yang menghendaki semua kepala daerah yang mau maju pilkada wajib melalui fit and proper test. Artinya seorang calon kepala daerah itu tidak boleh lagi sembarangan. Intinya seorang balon kepala daerah harus memiliki track record yang bagus dan punya kecerdasan yang memadai.
Pengujian fit and proper test ini dilakukan oleh tim independen yang dibentuk Komisi Pemilihan Umum Daerah atau KPUD setempat. Dan dilakukan secara terbuka. Sehingga sejak awal, sebelum jadi calon, masyarakat sudah tahu persis kualitas calonnya. Masa untuk menjadi karyawan saja harus melalui test dan psikotest yang berliku. Ditambah harus punya kelakuan baik. Lah ini untuk calon kepala daerah masa bebas-bebas saja. Ini kubu Partai Demokrat.
Sikap Partai Demokrat itu sejalan dengan rekomendasi Kongres Kebangsaan Forum Pemimpin Redaksi sepuluh tahun lalu. Makanya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang membuka kongres itu, mengingat sikap Kongres Kebangsaan itu sama dengan sikap partainya. Salah satu rekomendasi Kongres Kebangsaan itu adalah melakukan fit and proper test untuk balon kepala daerah.
Untuk pihak kedua, tentu saja, sebaliknya. Pokoknya siapa saja bisa mendaftar menjadi calon Kepala Daerah. Tidak ada seleksi apa-apa. Apalagi fit and proper test. Bahkan mantan koruptor pun bisa mendaftar. Alasanya, tentu saja berdasarkan undang undang, hak dipilih dan memilih merupakan hak asasi setiap orang. Tidak boleh ada yang menghalang-halangi. Toh ada debat pilkada. Jadi proses pengujiannya setelah jadi calon melalui debat itu.
Kubu Partai Demokrat kalah voting. Rupanya DPR memilih membebaskan calon-calon kepala daerah tanpa ada seleksi apa-apa. Apalagi fit and proper test. Siapa saja bisa melenggang ke arena pilkada yang penting siap dengan logistik dan bisa mengumpulkan rekomendasi dari partai politik. Jadilah calon kepala daerah.
Celakanya dipoleslah para calon kepala daerah ini oleh para tim sukses dan tim survey. Jadilah jagoan yang, dipersepsi, siap memimpin daerah. Pernah kejadian ada seorang calon kepala daerah sudah jadi tersangka korupsi masih menang di Pilkada. Repotnya lagi baru bisa batal menjadi kepala daerah kalau sudah jadi terpidana. Bayangkan suatu daerah bisa memiliki kepala daerah yang sedang menjalani proses hukum yang bisa berlangsung bertahun-tahun.
Akibatnya sudah bisa dibayangkan. Menurut Indonesia Corruption Watch ada 61 kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi selama periode 2021 sampai dengan 2023. Kemudian sepanjang tahun 2010 sampai 2018 ada 253 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Mengerikan sekali. Bagaimana nasib bangsa ini ke depan kalau kepala daerahnya seperti itu.
Maka jadilah foto ini di halaman VVIP Bandar Udara Internasional Kansai (KIX) Osaka Jepang. Shubuh-shubuh pukul 02 waktu Jepang dan pukul 12 malam waktu Jakarta. Dalam gambar kelihatan saya sedang berbicara serius dengan Presiden SBY. Dalam adegan itu terlihat saya sedang mengacungkan tangan segala. Maka lahirlah foto itu istimewa itu. Foto yang mengingatkan saya sama hiruk pikuk pilkada yang sedang berlangsung saat ini. Mudah-mudahan bisa menghasilkan pemimpin-pemimpin yang amanah. Wallahu ‘alam.
#Nurjaman Mochtar/ Dewan Pakar PWI Pusat
Editor: Ariful Hakim