Ceknricek.com - ALHAMDULILLAH. Para pegawai negeri sipil (PNS), TNI/Polri dan pensiunan boleh banyak bersyukur. Tahun ini, pemerintah sudah memutuskan akan memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13. “Hari ini saya sudah menanda tangani PPnya (Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2018),” kata Presiden Jokowi pada konferensi pers, Rabu lalu, 23/5/18 di Istana Negara.
Wajah presiden tenang dan nampak berseri-seri ketika menambahkan bahwa ada yang istimewa tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya. “THR tahun ini juga akan diberikan kepada para pensiunan.”
Lebih memikat lagi. Di bulan suci Ramadan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menggaris bawahi. “THR tahun ini tidak hanya sebesar gaji pokok saja. Melainkan ditambah tunjangan keluarga. Dengan demikian besarnya THR nanti hampir sama dengan take home pay,”ujar Menkeu Sri Mulyani, yang selama ini dikenal amat ketat menjaga pengeluaran pemerintah.
Dengan nada ringan dan terbuka, menteri keuangan terbaik di dunia itu menjelaskan, pemerintah telah mengalokasi dana sebesar kurang lebih Rp 35,76 triliun. Untuk THR dan gaji ke-13. “Meningkat sekitar 68,9 % dari tahun lalu. Karena tahun lalu, pensiunan gak dapat.”
Rasa syukur, tentu saja seperti tak putus keluar dari mulut keluarga pensiunan. “Ya, pastilah keluarga pensiunan, juga semua PNS serta keluarga TNI/Polri senang mendengar kabar itu,” kata DR Fuad Bawazier, ekonom yang juga ketua Bidang Organisasi PWRI (Persatuan Wredatama Republik Indonesia), organisasi yang menaungi para pensiunan pegawai negeri sipil.
Namun, kepada ceknricek.com, Fuad cepat mempertanyakan kesiapan dana pemerintah untuk membiayai THR istimewa tersebut. “Terus terang, ini jelas-jelas pencitraan bagi Presiden Jokowi di Tahun Politik,” tukas mantan menteri keuangan di masa Presiden Soeharto itu.
Sebagai ekonom yang faham postur dan tantangan APBN 2018, dia menilai rasionaliasi pemberian THR itu sulit dimengerti. “Harga minyak dunia sekarang mendekati USD 80 per barel, padahal patokan APBN cuma USD 48 per barel,” tukas Fuad.
“Lalu, kurs rupiah terhadap dolar kini berkisar Rp 14.200, padahal patokan di APBN cuma sekitar Rp 13.400. Dari data itu saja, APBN 2018 sudah akan tekor karena mendapat tekanan berat dari dua penjuru. Kenaikan harga minyak dan kurs rupiah. Kok, berani mengeluarkan biaya tambahan lebih Rp 35 triliun.”
Reaksi yang sama juga dikemukakan Ekonom INDEF (Institute for Development of Ecomics & Finance Bhima Yudhistira. “Dari sisi fiskal terlihat sebagai kebijakan populis yang kurang terencana- unplanned (kurang terencana),” ujar Bhima.
Ia kemudian menyorot data di APBN 2018. Di dalam APBN , belanja pegawai alokasinya Rp 365,7 triliun. Sementara, tahun lalu, belanja pegawai tercatat Rp 313 triliun. “ Artinya dalam setahun ada kenaikan belanja pegawai 16,8%.”
Kalau ditarik lebih panjang. Sejak 2014-2017 belanja pegawai sudah naik 28%. Porsi belanja pegawai sendiri 26% dari total anggaran pemerintah. Dan sebagian dibiayai lewat utang. “Jadi klaim utang untuk belanja produktif jadi tidak terbukti, ketika pemerintah justru prioritaskan kenaikan belanja pegawai yang sifatnya konsumtif,”kritik Bhima.
Politisi Gerindra Fadli Zon juga beranggapan keputusan memberi THR itu lebih berbau politik.
Pemberian THR kurang terencana dan politis?
Menteri Sri Mulyani langsung menyangkal terutama sindiran Fadli Zon.
“Beliaukan wakil ketua DPR. Masa gak tahu soal rencana pemberian THR dan gaji ke-13. Itukan tahun lalu sudah dibahas bersama DPR, “ kata Mulyani.
Dia kemudian menambahkan, pemberian itu diharapkan dapat membantu para penerimanya dalam menghadapi Idul Fitri. Sekaligus, karena akan dibelanjakan bisa ikut mendororong konsumsi dan gerak pertumbuhan ekonomi.
Menanggapi pertimbangan Menkeu itu, Bhima mengatakan, memang, naiknya dana THR dan cuti yang panjang sebagai strategi untuk mendorong konsumsi rumah tangga. Masyarakat disuruh lebih banyak belanja. Kalau 4,3 juta PNS dan jutaan pensiunan lain langsung membelanjakan THR nya konsumsi di kuartal II bisa tumbuh 5,2%. “Tapi realitanya tidak sesederhana itu. “
Tidak semua uang THR langsung dibelanjakan. Bagi pensiunan, misalnya, ada preferensi yang berbeda, terutama yang baru pensiun. Bhima berasumsi, uang tambahan THR akan disimpan jadi tabungan. Prediksinya ini justru membuat kenaikan dana pihak ketiga bank paska lebaran.
Sebagian PNS juga akan menggunakan THR untuk membiayai uang masuk sekolah saat tahun ajaran baru. Kemudian secara umum masyarakat kelas menengah dalam beberapa bulan terakhir cenderung lebih banyak menyimpan uangnya karena khawatir kondisi ekonomi di tahun politik, pelemahan kurs rupiah, dan ekspektasi kenaikan harga energi. Ini akibat gejolak harga minyak dunia.
Dalam APBN 2018, sudah dipatok subsidi energi sebesar Rp 94,5 triliun. Rinciannya: Rp 46,9 triliun untuk subsidi BBM dan Elpiji 3 kg dan Rp 47,7 triliun untuk subsidi listrik. Semua itu dengan patokan harta minyak Indonesia (ICP) USD 48. Jadi, jika harga crude internasional sudah meloncat ke angka USD 80, menurut Fuad, kalkulasi pemerintah mestinya lebih ketat dan tiarap. “Pilihannya mengurangi subsidi. Itu berarti menaikkan harga BBM. Rasanya itu bukan pilihan pemerintah karena situasi sekarang tahun politik.”
Lalu, kalau bukan itu, apa pilihan lain pemerintah? “ Yah, apa boleh buat. Kayaknya terpaksa nambah utang lagi,” kata Fuad.