Ceknricek.com - Uniqlo, retail fashion yang bergaya khas Jepang, tidak membayar upah penjahit Indonesia. Kabar ini tersebar dari Clean Clothes Campaign, sebuah aliansi global yang memperjuangkan hak pekerja garmen dan sports wear.
Clean Clothes melalui situsnya seperti dikutip Wolipop, Sabtu (6/4), mengungkapkan permasalahan berawal ketika brand tersebut memesan produk dari pabrik Jaba Garmindo di Bekasi, April 2014. Setahun kemudian, April 2015, Uniqlo menarik pemesanan dari pabrik tersebut tanpa pembayaran sesuai kesepakatan. Padahal Jaba Garmindo telah melengkapi pabrik dengan mesin-mesin sesuai pesanan.
Uniqlo tidak membayarkan uang sebesar US$5,5 juta sampai sekarang. Pabrik tersebut akhirnya gulung tikar. Akibatnya, banyak buruh garmen tidak dibayar.
Warni Napitupulu dan Tedy Senadi Putra adalah dua penjahit yang menjadi korban bangkrutnya Jaba Garmindo.
Warni mengaku, saat itu membuat 900 lengan baju dalam sehari. Ia dikasih waktu istirahat hanya ke toilet, tidak ada libur, dan tidak bisa izin untuk merawat suaminya yang sedang sakit.
Karena banyak yang dikorbankan selama bekerja untuk Uniqlo, Warni dan Teddy sempat melakukan aksi demo di Tokyo, Jepang pada 2018. Namun, asaha mereka ternyata tidak membuahkan hasil.
"CEO Uniqlo ingin dunia percaya bahwa produknya berbeda dari kebanyakan fashion brands. Uniqlo itu spesial, unik, dan sustainable. Apakah Anda mau bergabung dengan kami dan menunjukkan bahwa Uniqlo tidak bisa menyebut dirinya 'sustainable' jika dia tidak peduli terhadap orang-orang yang membuat baju bagusnya. Terima kasih untuk dukunganmu!" tulis pihak Clean Clothes Campaign di unggahan Instagram.
Aksi demo Warni dan Teddy memang didukung Clean Clothes Campaign. Mereka bahkan kembali melakukan demo di Copenhagen, Denmark, berbarengan pembukaan dengan toko Uniqlo, Jumat (5/4) waktu setempat.
Sayang, sejauh ini pihak Uniqlo belum memberikan pernyataan apapun atas aksi tersebut.